SIJUK, LASPELA – Aktivitas pertambangan di wilayah Teluk Kelabat Dalam diminta untuk diberhentikan sementara, keputusan ini diambil dalam Rapat Koordinasi Lanjutan, Pembahasan Permasalahan Pertambangan Timah di Teluk Kelabat Dalam, yang dilaksanakan di Hotel Santika Belitung, Jumat (22/10/2021).
Rapat juga dilaksanakan secara virtual melalui zoom meeting, yang diikuti oleh Gubernur Erzaldi Rosman bersama Kapolda Babel, Danrem 045 Gaya, Danlaud H.AS Hanandjoeddin, Wakil Bupati Bangka Barat dan Kapolres Bangka Barat dari Hotel Santika Belitung. Sementara, Danlanal Babel, Direskrim Polda, Kapol Air Babel dan Direktur PT. Timah dari Polda Babel.
Dalam rapat didiskusikan beberapa lokasi IUP untuk menjadi solusi aktivitas pertambangan yang dapat tetap dilakukan dengan tidak mengganggu masyarakat nelayan dan tidak mengakibatkan dampak alam kepada masyarakat umum. Namun yang perlu mendapatkan perhatian khusus yakni agar tidak terjadi bentrokan antar desa karena pengalihan lokasi pertambangan.
Sebagai langkah awal, setelah mendengarkan paparan yang melaporkan hasil pengecekan berbagai pihak terkait di lapangan, diputuskan:
Pertama, Keputusan rapat merujuk agar aktivitas tambang di Teluk Kelabat Dalam sementara dihentikan dan penertiban akan dilakukan oleh Polres Bangka, Polres Bangka Barat, Lanal Babel dan Pol Air Babel. Semua aktivitas pertambangan ditarik ke satu titik.
Kedua, KIP yang akan masuk, akan dikawal anggota dan kapal patroli untuk memastikan mereka bisa bekerja dengan aman. Mencontoh pola-pola di Belo, Dukang dan sebagainya.
Ketiga, Masalah perbatasan, 12 pembatas akan dipasang dibatas IUP Timah dan dipastikan sesuai dengan koordinat. Dan akan ditambah, pembatas tambahan untuk membatasi daerah area sungai agar tidak terjadi masalah baru.
Untuk menindaklanjuti beberapa poin ini, Minggu, 24 Oktober 2021 mendatang akan dilaksanakan rapat lanjutan agar penertiban ini bisa dipahami bersama. Dan seiring dengan ini, sosialisasi sudah bisa mulai dilakukan oleh PT Timah.
Sebelumnya, Bong Ming-Ming, Wakil Bupati Bangka Barat, pada kesempatan ini menyampaikan kepada Gubernur Erzaldi laporan terkait penetapan Nomor 3 Tahun 2019 pada Teluk Kelabat Dalam, pihak Pemkab Bangka Barat sempat hampir didemo masyarakat. Namun setelah negosiasi panjang, pihak Pemkab dapat melakukan pertemuan dengan beberapa perwakilan masyarakat.
Dalam pertemuan itu, diceritakannya bahwa masyarakat memohon untuk bisa menambang di wilayah Teluk Kelabat Dalam yang diketahui terdapat kepemilikan IUP. Terbesar adalah IUP milik PT Timah dan masyarakat minta untuk difasilitasi agar dapat menambang di IUP ini.
“Kekhawatirannya, selain mengganggu aktivitas KIP PT Timah, juga ditakutkan akan membahayakan penambang sendiri. Selain itu, lokasinya juga tidak memungkinkan untuk menampung penambang di lokasi ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bong Ming Ming menyampaikan bahwa masa IUP PT Timah ini tidak lama lagi akan berakhir, sedangkan untuk perpanjangannya, tentu harus melibatkan masyarakat setempat.
Pertimbangan lain, dikatakannya mengingat harga timah melambung tinggi, penambangan di area ini bisa membantu ekonomi masyarakat. Usulannya kepada Forkopimda adalah agar dapat memberikan ruang khusus untuk pertambangan masyarakat, memberikan nilai manfaat khusus bagi masyarakat yang terdampak terlebih untuk nelayan dan warga sekitar.
“Saya juga meminta agar sekian persen dari pertambangan di sana untuk melakukan penanaman terumbu karang dan memperbaiki alam pasca tambang dan Pemkab terbuka untuk dilibatkan,” ungkapnya.
Ruang gerak aktivitas pertambangan juga diminta untuk diperkecil, agar kerusakan yang terjadi tidak terlalu luas.
“Amanah ini dari masyarakat untuk saya sampaikan kepada Forkopimda Babel,” jelasnya.
Sementara, Kapolres Bangka Barat, Agus juga menjelaskan saat ini banyak aktivitas tambang ilegal. Setidaknya 200 ponton baik selam maupun rajuk beroperasi di perbatasan Tanjung Ru (Bakik) yang beroperasi siang dan malam. Sedangkan harga jual sangat bervariasi.
Setelah mendengarkan laporan ini, Gubernur Erzaldi meminta pihak PT Timah agar menyosialisasikan kompensasi kepada masyarakat, dan agar dibedakan antara masyarakat biasa dengan nelayan terdampak. Bisa berupa uang, tetapi langsung kepada masyarakat baik melalui rekening. Nelayan asal Desa Rukam dan Desa Air Bulin, bersama dengan Nelayan Desa Pusuk dan Desa Bakit, untuk mendapat kompensasi lebih karena mereka terdampak langsung dari penambangan.
Menjadi catatan khusus Gubernur Erzaldi yang disampaikannya kepada PT Timah, adalah terkait apapun yang menjadi kebijakan yang disepakati bersama dalam rapat kali ini, harapannya PT Timah dapat melibatkan masyarakat secara langsung.
Bagi masyarakat diberikan aktivitas penunjang ekonomi kemasyarakatan berkelanjutan. Sedangkan untuk masyarakat yang mau, mengembangkan budi daya kerapu, rumput laut dan Udang ketok menggunakan CSR PT Timah.
Gubernur Erzaldi bermaksud agar masyarakat lebih dapat mengembangkan diri dari dukungan yang diberikan oleh PT Timah.
“Jika terlalu sering menerima uang, akhirnya masyarakat tidak mengembangkan dirinya untuk menghasilkan sesuatu,”ujarnya.
Hal ini dikatakannya untuk mengingatkan apa yang telah disampaikan dalam rapat sebelumnya, bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat di sekitar daerah yang terdampak, harus merata.
“Budi daya ini bukan berbentuk CSR, tetapi murni pemberdayaan masyarakat dan ini bisa kita konsolidasikan bersama DKP,” tutupnya.rill/(wa)