Oleh : Wina Destika
PANGKALPINANG, LASPELA – Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Dinas Kehutanan Babel sudah menyampaikan ke Kementerian untuk dikaji kembali, apa yang menjadi rekomendasi DPRD Babel untuk pencabutan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
“Sudah kita bawa ke Kementerian untuk dikaji kembali, karena disitu kewenangannya,” kata Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Babel, Marwan kepada negerilaskarpelangi.com, Rabu (4/9/2019).
Sebelumnya, DPRD Bangka Belitung (Babel) melalui Panitia Khusus (Pansus) telah mengeluarkan rekomendasi untuk pencabutan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
Setidaknya ada 9 perusahaan pemegang IUPHHK-HTI yang direkomendasikan untuk dicabut. Hal ini pun sudah ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Babel sejak diparipurnakan pada awal Juli 2019, namun masih mengambang di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHP).
Ia menjelaskan, rekomendasi pencabutan perusahaan IUPHHK-HTI tersebut dilihat dari kondisi perusahaan yang aktif/produktif hingga yang tidak bisa menjalankan kemitraan dengan masyarakat.
“Kita bersama pansus sudah melihat mana-mana (perusahaan) tidak bisa aktif/produktif dan yang tidak bermitra dengan masyarakat dalam menyelesaikan 20 persen dari luas HTI untuk perkebunan masyarakatnya,” ujarnya.
Marwan juga menilai, keberadaan HTI belum bisa menjalankan programnya sesuai yang diamanatkan oleh pemerintah pusat. Pihaknya sendiri dalam hal ini hanya memfasilitasi agar program pemerintah ini bisa berjalan.
“HTI itu stagnan. Dia tidak bisa menjalankan programnya karena belum terjaring kemitraan dengan masyarakat. Jadi selama masyarakat bertahan (menolak) maka HTI tidak bisa masuk melaksanakan programnya. Itu yang menjadi stagnan, benang kusut yang masih belum terurai,” tegasnya.
Marwan menambahkan, jika pun rekomendasi pencabutan izin HTI terhadap 9 perusahaan ini setujui Kementerian maka lahan perusahaan tersebut dapat digunakan oleh masyarakat sekitar untuk aktivitas perkebunan.
“Itu akan menjadi kawasan negara. Kalau mau digunakan, ya masyarakat harus izin dulu lewat kelompok-kelompoknya,” tutupnya.(wa)