PWI Pusat Bersikap atas Pemberitaan Pers Nasional

Oleh: Agus Ismunarno
Pemimpin Redaksi
LASPELA MEDIA GROUP

“Terorisme perlu diberantas sampai akar-akarnya,
tetapi agar jangan sampai memadamkan tindak terorisme
dengan cara yang mirip tindak terorisme juga.”

ORGANISASI Kewartawanan tertua di Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menyampaikan sikapnya terhadap tragedi terorisme yang menimpa Kota Surabaya, Kota Pahlawan. Dalam pernyataan tertulisnya PWI meminta kepada seluruh pers nasional, khususnya anggota PWI, agar dalam membuat atau menyiarkan berita tentang tindak terorisme, memahami benar tindakan itu bukanlah pelaksanaan dari faham sebuah agama tertentu.

“Tindakan terorisme adalah kejahatan berat terhadap kemanusiaan yang dibenci dan ditentang oleh semua agama di Indonesia. Dengan demikian, pemberitaan tentang tindak terorisme tidak boleh dikaitkan dengan streotipe agama tertentu,” tegas PWI.

PWI juga meminta kepada seluruh pers nasional, khususnya kepada anggota PWI, dalam membuat atau menyiarkan tindak terorisme juga memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan dari pemberitaaan tersebut; termasuk dampak sosial-budaya maupun dampak pemberantasan terorisme.

Walaupun merupakan fakta, saran PWI Pusat, tetapi unsur sadisme, pelanggaran terhadap hak-hak anak dan kesengajaan framing yang diciptakan oleh teroris untuk mendukung gerakan teroisme, tetap perlu dipertimbangkan untuk tidak dibuat atau disiarkan. Kepentingan publik harus menjadi pertama dan utama dalam mempertimbangkan perlu atau tidaknya suatu berita disiarkan.

PWI tidak henti-hentinya secara terus menerus mengingatkan agar para wartawan atau pers nasional dalam membuat atau menyiarkan berita harus selalu berpegang teguh kepada Kode Etik Jurnalistik.

Lebih lanjut, PWI memahami keinginan revisi UU No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme segera disahkan. Namun PWI dengan tegas mengingatkan agar UU tersebut harus tetap dalam koridor demokrasi dan menjaga kemerdekaan pers. Revisi UU No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme tidak boleh mereduksi kemerdekaan pers, apalagi sampai membuat kemerdekaan pers terbelenggu.

Disarankan PWI, Revisi UU No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme harus tetap dalam jalur demokrasi dan menjamin kebebasan menyatakan pendapat, termasuk menjalankan perintah agama. Revisi UU No 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme harus mencegah dan memberantas tindak terorisme sedini mungkin, namun tidak boleh memberikan cek kosong kepada penguasa untuk melanggar HAM.

Dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan 15 Mei 2018 itu, PWI mengingatkan, “Terorisme perlu diberantas sampai akar-akarnya, tetapi agar jangan sampai memadamkan tindak terorisme dengan cara yang mirip tindak terorisme juga.”