Oleh: Stefanus H. Lopis
PANGKALPINANG, LASPELA- Perjuangan sejumlah pihak untuk mendapat legalitas dari pemerintah pusat terkait pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Depati Amir dan H. AS Hananjoeddin mendapat respon positif publik Bangka Belitung (Babel).
Sejumlah kalangan menilai, sudah saatnya sosok Depati Amir dan H. AS. Hanandjoeddin menjadi Pahlawan Nasional asal Kepulauan Bangka Belitung.
Wakil Gubernur Babel, Abdul Fatah optimis perjuangan menjadikan Depati Amir dan H. AS Hananjoeddin sebagai Pahlawan Nasional akan berhasil apabila berbagai aspek yang menjadi kriteria pengajuan sungguh diperhatikan tim pejuang.
“Aspek-aspek yang diminta itu mesti dipenuhi terlebih dahulu kemudian tahu kelemahan yang menjadi penyebab kegagalan pengajuan dahulu itu dimana, sehingga saat dikomunikasikan dengan Menteri persoalan dahulu itu sudah selesai. Kita semua harus selalu optimis bahwa Babel akan punya Pahlawan Nasional,” jelas Abdul Fatah saat Seminar Nasional Depati Amir dan HAS Hanandjoedin “Rangkai Perjalanan Pahlawan Nasional Babel” di Graha Timah Kantor PT Timah, Rabu (28/02/2018).
Senada dengan Wagub Abdul Fatah, Prof. Bustami Rachman tokoh Babel yang juga mantan Rektor UBB mengatakan, sudah saatnya Babel memiliki junjungan, baik untuk masyarakat Babel khususnya maupun Indonesia umumnya.
Menurut Prof Bustami, saat ini Babel memang sudah waktunya memiliki kebanggan dari sosok pahlawan karena berbagai kriteria yang diwajibkan telah terpenuhi.
“Syarat menjadi pahlawan sudah ada dalam dua figur ini. Pertama disetujui masyarakatnya, kedua terbukti kualitas kepahlawanannya, ketiga gagah,membela dan mengharumkan nama daerah atau wilayah yang diperjuangkannya serta sosok yang dikenal mengutamakan orang lain ketimbang dirinya dan yang pasti sudah wafat,” jelas Bustami.
Seminar sehari tersebut menghadirkan sejumlah narasumber ternama diantaranya Prof. Dr. Bambang Poerwanto (Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM), Prof. Dr.Dien Madjid (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Prof.Dr. Susanto Zuhdi (Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI), Kolonel Sus TNI Sudarno (Wakil Kepala Pusat Sejarah TNI), Prof. Dr.Bustami Rahman dan Johan Wahyudi (Dosen Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).