JAKARTA, LASPELA – Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Didit Srigusjaya bersama Komisi III DPRD Babel melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) di Jakarta, Senin (29/9/2025).
Dalam pertemuan tersebut, DPRD menyoroti dua persoalan mendesak yang dinilai menghimpit perekonomian rakyat, yakni anjloknya harga beli timah dan lambatnya penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Dalam kesempatan itu, Didit mengungkapkan bahwa sekitar dua pekan lalu DPRD Babel telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama PT Timah. Dari pertemuan itu terungkap fakta mengejutkan, bahwa penentuan harga beli timah bukan kewenangan PT Timah, melainkan Kementerian ESDM.
“Jangan sampai rakyat dikorbankan hanya karena harga beli yang timpang. Inilah yang harus dibicarakan serius di tingkat pusat,” tegas Didit.
Ia menambahkan, perbedaan harga beli timah antara PT Timah dan swasta saat ini sangat mencolok, bahkan mencapai selisih Rp60.000 per kilogram. Kondisi ini membuat penambang lebih memilih menjual ke swasta, sementara PT Timah kehilangan pasokan bahan baku.
Selain itu, DPRD juga menyoroti lambatnya proses pembayaran oleh PT Timah. Meski pihak perusahaan membantah, DPRD menegaskan bahwa stabilitas harga dan kepastian pembayaran sangat penting agar masyarakat penambang dapat kembali beraktivitas secara legal.
“Ini fakta di lapangan, harga tidak adil, pembayaran lambat, dan rakyat jadi korban. Bagaimana PT Timah bisa optimal jika begini terus?” ujar Didit.
Selain masalah harga, DPRD Babel juga mendesak Kementerian ESDM untuk mempercepat penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Menurut DPRD, meskipun pemerintah pusat telah menawarkan solusi, realisasi IPR di lapangan dinilai masih jalan di tempat.
“Kami baru saja menerima pengaduan dari masyarakat Belitung Timur terkait proses IPR yang terlalu lama. Padahal, IPR adalah kepastian hukum bagi rakyat kecil untuk menambang sesuai aturan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” jelas Didit
DPRD Babel menegaskan akan terus mengawal isu harga timah dan IPR hingga ada penyelesaian nyata dari pemerintah pusat.
“Kami datang ke sini bukan untuk kepentingan pribadi, tapi murni memperjuangkan rakyat. Rakyat adalah tuan kami, dan kami hanyalah wakil mereka. Tidak ada alasan bagi DPRD Babel untuk berhenti memperjuangkan suara hati masyarakat,” pungkas Didit.
Menanggapi persoalan ini, perwakilan Kementerian ESDM, Irsan menegaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat hanya sebatas pada penentuan harga acuan ekspor. Harga ekspor timah ditetapkan berdasarkan acuan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) serta Jakarta Futures Exchange (JFX).
“Untuk harga ekspor memang ESDM yang menetapkan dengan mengacu pada harga ICDX dan JFX. Namun untuk pembelian dari mitra atau pemasok lokal, harga ditentukan oleh PT Timah sendiri sebagai perusahaan,” jelasnya
Menurut Irsan, perbedaan harga yang terjadi di lapangan lebih disebabkan oleh mekanisme internal PT Timah dalam menyesuaikan harga dengan mitra, termasuk kebijakan pembayaran. Pemerintah, lanjutnya, tetap mendorong agar tata niaga timah lebih transparan dan adil bagi penambang rakyat.
“Kami memahami keresahan masyarakat. Pemerintah berkomitmen mencari solusi yang menyeimbangkan kepentingan negara, perusahaan, dan terutama rakyat penambang,” tegasnya. (*/rls)
Leave a Reply