Berharap Ada Nasib Baik Bagi Pariwisata di Babel

Avatar photo

(Refleksi Hari Pariwisata Dunia) 

MEMPERINGATI  hari pariwisata dunia pada tahun ini, penulis tertarik untuk menyoroti terhadap aksi masyarakat nelayan Bangka Belitung pada gerakan tolak tambang laut yang digerakkan pada  21 Juli 2025 di Kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, tepatnya dua bulan yang lalu.
Aksi Masyarakat nelayan dalam demonstrasi tolak tambang laut kemarin merupakan sebuah eskalasi yang berbeda dari sebelumnya. Aksi Demonstrasi yang terjadi kemarin tentu tak sekedar tentang perjuangan kelompok nelayan terhadap ruang tangkap hasil laut mereka yang diganggu
oleh ekploitasi aktivitas mining. Tapi, lebih dari itu kita harus melihat secara jernih dan perlu melihat dari sudut pandang yg lebih jauh, yaitu mengenai masa depan sektor pariwisata.
Aktivitas tambang laut tidak bisa berbohong dan menutup mata bahwa tentu berpotensi besar merusak ekosistem bahari, memporak-porandakan ruang laut, kearifan lokal, dan sedikit banyak telah menghancurkan mata pencaharian nelayan. Jadi sedih dan miris sekali seperti omong kosong bangga-bangga kita selama ini, baik di pemerintahan, di kampus, di berbagai forum-forum penting, baik lokal, regional dan internasional soal daya tarik keindahan Babel dengan ragam kekayaan keindahan alamnya yang begitu mempesona; mulai dari pantai berpasir putih bersihnya, batu-batu granit megah dan cantik besar menjulang, serta keragaman sumber daya hayati, biodiversitas atau aneka biota lautnya yang konon sangat mengagumkan banyak peneliti dalam dan luar negeri beberapa tahun terakhir.
Ironisnya, sayang beribu sayang mengutip dari sebuah lagu, pemerintah daerah acapkali terjebak dalam populisme semu antara pertumbuhan ekonomi cepat melesat sehingga lebih membela dan mengutamakan tambang ketimbang berikhtiar serius membenahi sektor pariwisata Babel yang terbukti sebelum Pandemi Covid-19 relatif membantu menopang lanskap perekonomian daerah selama ini pasca ekonomi lada putih dan karet yang kian menipis dan hilang (Rendy Hamzah, 2024).
Semestinya, para pemangku kepentingan kita di Babel perlu melihat dan harus berpikir visioner jauh ke depan agar menganggap serius nasib pariwisata lokal sebagai bagian dari proyek strategis dan berkelanjutan yang begitu menjanjikan Babel sebagai tujuan berpelancong para wisatawan domestik maupun mancanegara.
Konflik tambang laut ini menjadi titik balik penting bagi masa depan pariwisata Bangka Belitung. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan akan menimbulkan masalah yang sulit diperbaiki: konflik warga meningkat dan kian tersisih, air laut tercemar, terumbu karang rusak, ikan dan biota laut hilang, serta pemandangan alam yang menjadi daya tarik utama wisatawan akan hancur.
Pengalaman dari pulau-pulau lain diluar sana seperti Nauru dan Banaba Island membuktikan bahwa pariwisata begitu sulit pulih setelah lingkungan rusak parah akibat pertambangan.
Lantas mengapa demikian?
Aksi yg dilakukan oleh kawan-kawan kelompok nelayan secara tidak langsung mepresentasikan bahwan ini semua merupakan perlawanan ganda untuk melindungi beragam lapis sosial-ekonomi mereka.
Alasannya, pertama, itu juga bagian dari ikhtiar mereka untuk menjaga mata pencaharian sekaligus sumber protein yang puluhan tahun menghidupi anak cucu mereka.
Kedua, ini juga bagian dari mencegah kutukan sumber daya jika laut dirusak, maka petaka bisa menimpa mereka kapan saja. Sepertinya kesejahteraan yang dijanjikan perusahaan penambangan kerapkali gagal diseriusi dalam banyak kasus penambangan timah skala besar.
Ketiga, ini juga irisan kepentingan antara semangat kultural warga lokal untuk ikut berkontribusi menjaga sumber daya potensial wisata bahari sebagai aset penting dan bernilai bagi mendukung Bangka Belitung sebagai salah satu tujuan destinasi wisata berbasis kepulauan di Indonesia.
Barangkali entah beberapa tahun ke depan, Babel bisa dengan bangga bisa masuk sebagai daerah super prioritas sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia yang sudah lebih dulu menggarap serius proyek strategis ini.
Laut Sebagai Modal Pariwisata
Bangka Belitung sebagai provinsi Kepulaun diuntungkan dengan letak geografisnya yaitu berupa bentang kawasan pesisir yg panjang sehingga membentuk kawasan pantai yang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata dengan berbagai macam atraksi, mulai dari berenang dipantai, camping, menikmati pemandangan hingga atraksi  menyelam dengan daya tarik utama adalah keanekaragaman jenis ikan dan terumbu karang dibawah laut, yang dapat memberikan nilai mata pencaharian baru bagi para penduduk pesisir.
Hal ini juga ditegaskan dalam peraturan  daerah tentang pendapatan daerah Babel. Yang mana sektor Pariwisata merupakan salah satu sektor yang disebutkan sebagai sektor pendapatan ekonomi utama di Bangka Belitung. Bayangkan jika seluruh laut di Bangka Belitung harus ditambang bukan hanya merusak tangkap ikan nelayan tapi sama juga membunuh sektor pariwisata.
Belajar dari pengalaman destina pariwisata yang hilang.  Dalam hal ini kesadaran para penambang dan pemerintah daerah dalam memberikan izin pertambangan nampaknya terlalu ugal-ugalan, mereka tidak berkaca dari beberapa destinasi yang dulu dijadikan sebagai objek wisata yang kini telah hilang. Sebut saja. Di Pangkalpinang Pantai Tapak Hantu, Pantai Tanjung Bunga, Pantai Sampur, di Bangka induk pantai matras, pantai di perairan Teluk Kelabat Dalam, Pulau Nanas, hingga pantai di Bangka Barat dan Bangka Selatan yang juga terdampak.
Presepsi Gen Z terhadap etika lingkungan yang terjadi pada pantai di Bangka, mereka menginginkan kawasan pantai yang berkelanjutan, yaitu salah satunya bersih dari aktivitas tambang di laut, mereka tidak ingin datang ke pantai namun mendengar suara bising aktivitas tambang dan pemandangan tidak enak melihat kapal-kapal tambang yang berjejer didepan pantai (Imam Yudi Saputra,2025).
Melihat pengalaman yang sudah pernah terjadi menjadi cerminan bahwa tambang dan pariwisata tidak dapat berjalan secara beriringan. Bayangkan jika seluruh laut ditambang. Siapa yang akan mengisi pasokan ikan di restoran, siapa yang menginap di hotel, siapa yang akan mengunjungi pantai dan siapa yang akan berliburan ke Bangka Belitung? Pertanyaan ini seharusnya menegaskan bahwa apabila kegiatan ekstraktif tambang laut terjadi maka bukan hanya nelayan namun, sektor pariwisata adalah salah satu yang berdampak buruk paling besar.
Apakah Pariwisata dan Pertambangan bisa berdampingan?
Jika ditelisik secara kritis pariwisata dan pertambangan secara fundamental berdiri di atas dua pondasi yang berbeda. Pertanyaannya: apakah pariwisata dan pertambangan bisa berdampingan? Tentu, pariwisata dan pertambangan beroperasi pada paradigma ontologis yang bertentangan– yang satu membangun nilai melalui kelestarian dan keberlanjutan lingkungan, sementara yang lain menciptakan profit melalui ekonomi yang sangat merusak dan ekploitatif.
Klaim bahwa keduanya bisa ‘berdampingan’ patut untuk selalu dikritisi karena bisa jadi bagian dari ilusi berbahaya yang mengaburkan kenyataan bahwa setiap ribuan ton mineral yang ditambang dari laut Bangka Belitung merupakan nilai pariwisata yang pelan-pelan dirusak sehingga banyak sumber-sumber daya ekologis yang hilang dan tak lagi sehat dan stabil seperti semula. Sekali lagi, pariwisata hadir merupakan identik dengan keindahan, pelestarian, melindungi, dan perjalanan yang menyenangkan. Sementara, tambang identik dengan eksploitasi, perusakan dan merubah lanskap alam.
Dari aksi gerakan nelayan Bangka Belitung pada bulan Juli kemarin, bukan hanya tentang mempertahankan ruang hidup nelayan, namun juga sebagai perlawanan untuk menyelamatkan sektor pariwisata.
Dalam momentum hari pariwisata dunia yang diperingati pada 27 September hari ini, harus menjadi refleksi bagi semua pihak bahwa keberlanjutan pariwisata di Bangka Belitung tidak terlepas dari peran keberlanjutan ekologi di Laut di Bangka Belitung. Untuk Menjawab judul tulisan ini, maka  masa depan pariwisata daerah ini tidak terletak pada kompromi yang mustahil, melainkan pada komitmen tegas untuk melindungi fundamental ekologis yang menjadi basis economic resilience generasi mendatang terlebih paradigma pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah peluang baik untuk membenahi nasib pariwisata yang terjadi di Bangka Belitung hari ini. (*)

Leave a Reply