JAKARTA, LASPELA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kabupaten Bangka 2025 dengan agenda mendengarkan jawaban termohon, keterangan Bawaslu, serta pihak terkait, Selasa (23/9/2025).
Kuasa hukum termohon, Anom Surya Putra, dalam perkara 333/PHPU.BUP-XXIII/2025 menyampaikan bahwa pemohon tidak memiliki legal standing, karena selisih suara yang dipersoalkan jauh melampaui ambang batas.
Menurutnya, hal tersebut berdasarkan pasal 150 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 2015.
“Ambang batas perbedaan suara yang diperbolehkan untuk mengajukan permohonan adalah 1,5 persen dari total suara sah atau sekitar 1.896 suara. Sementara perselisihan antara pemohon dan pasangan peraih suara terbanyak mencapai 39.207 suara, sehingga sudah jauh melampaui ambang batas,” tegas Anom.
Ia juga menilai petitum pemohon yang meminta pemungutan suara ulang (PSU) tidak disertai uraian konkrit adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Bahkan dalam petitum angka 4, pemohon meminta agar pasangan calon nomor urut 1 Fery Insani -Syahbudin tidak dilibatkan dalam PSU.
“Hal itu justru berpotensi menghilangkan hak konstitusional pihak lain yang tidak menjadi objek sengketa,” ujarnya.
Terkait isu ijazah, Anom menegaskan ijazah Paket C Rato Rusdiyanto adalah sah dan setara dengan ijazah SMA karena diterbitkan oleh PKBM Bina Baru yang memiliki izin resmi sejak 2007 serta masih aktif berdasarkan surat keterangan Disdikbud 2024.
Keabsahan ijazah tetap berada di satuan pendidikan penyelenggara sebagai mana diatur dalam pasal 5 ayat 3 Permendikbudristek Nomor 58 tahun 2004 yang menyatakan bahwa ijazah pendidikan non formal ditetapkan dan ditandatangani oleh Kepala SKB atau Ketua PKBM.
“Keabsahan ijazah tetap ditentukan oleh satuan pendidikan penyelenggara. Dapodik adalah instrumen administratif pendataan, bukan penentu keabsahan ijazah,” tambahnya.
Pokok berikutnya yakni dugaan pemalsuan dokumen, ia mengatakan bahwa hal tersebut merupakan ranah pidana yang berada dalam kewenangan aparat penegak hukum.
“Bahwa dalil pemohon terkait dengan indikasi pemalsuan tidak dapat dijadikan dasar untuk membatalkan keputusan administratif termohon,” tukasnya.
Dengan demikian, Anom menegaskan bahwa tuduhan terkait cacat formil ijazah maupun asumsi lainnya tidak memiliki dasar hukum maupun fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. (mah)
Leave a Reply