PANGKALPINANG, LASPELA – Polemik dangkalnya alur muara Jelitik, Sungailiat, Kabupaten Bangka, yang selama ini menjadi keluhan utama nelayan akhirnya mendapat titik terang. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) memastikan PT Timah Tbk menyatakan kesiapannya untuk melakukan pengerukan muara yang kerap menyulitkan akses kapal nelayan keluar masuk laut.
“Alhamdulillah ini langsung direspons oleh pihak PT Timah, di mana mereka komitmen membantu pengerukan muara Jelitik,” kata Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, usai menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama PT Timah di ruang Banmus, Senin (22/9/2025).
Menurut Didit, PT Timah juga akan bersurat ke kementerian terkait untuk memperkuat legalitas pengerukan ulang.
“Artinya mereka berkomitmen akan membantu nelayan. Apalagi memasuki November dan Desember nanti, kondisi muara itu akan semakin bermasalah, insyaallah akan ditangani mereka,” ujarnya.
Namun ia menekankan pengerukan tidak bisa terus menerus hanya ditanggung PT Timah. “Harus ada saling menguntungkan antara PT Timah dan nelayan. Karena tidak adanya anggaran dari Pemprov Babel, maka pengerukan diserahkan ke PT Timah,” jelas politisi PDI Perjuangan itu.
Didit mengungkapkan, sebelumnya PT Timah telah melakukan pengerukan sebanyak tiga kali dengan total 1.500 jam. Hanya saja, progresnya dinilai masih lambat sehingga DPRD meminta perusahaan pelat merah itu mengajukan izin pengerukan ulang.
“Informasi yang kami dapat, mereka sudah melakukan pengerukan tiga kali sebanyak 1.500 jam. DPRD dan pemerintah daerah sepakat menyerahkan ke PT Timah, sehingga tidak menimbulkan interpretasi negatif kepada pihak lain karena PT Timah adalah BUMN milik negara,” tutup Didit.
Selama beberapa tahun terakhir, muara Jelitik kerap menjadi sorotan publik. Sedimentasi tinggi membuat alur muara dangkal dan menyempit.
Kapal nelayan, khususnya berukuran besar, kerap kesulitan keluar masuk sehingga aktivitas melaut terganggu. Pada musim tertentu, terutama saat angin utara dan gelombang besar, kondisi ini semakin berbahaya.
Nelayan berulang kali mendesak pemerintah dan pihak terkait segera melakukan normalisasi. Namun keterbatasan anggaran Pemprov Babel membuat pengerukan tidak berjalan optimal. Di sisi lain, sebagian pihak juga menilai pengerukan tidak bisa menjadi solusi jangka panjang jika tidak diiringi pengendalian aktivitas di hulu yang memicu sedimentasi.
Dengan adanya kesepakatan PT Timah untuk kembali turun tangan, diharapkan polemik lama ini dapat teratasi setidaknya untuk jangka pendek, sambil menunggu kebijakan strategis pemerintah pusat dalam penanganan menyeluruh muara Jelitik. (chu/ppl06)
Leave a Reply