PANGKALPINANG, LASPELA — Remaja Bangka Belitung tergabung dalam 167 siswa/siswi Sekolah Siaga Kependudukan dari perwakilan SMA/sederajat di Indonesia untuk mengikuti Akademi Keluarga angkatan I di Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN pada tanggal 17 hingga 19 September 2025.
Sekolah Siaga Kependudukan merupakan kegiatan strategis yang tidak hanya mengintegrasikan isu isu Kependudukan ke dalam mata pelajaran tetapi juga membentuk karakter karakter tangguh siswa/siswi.
Salah satu perwakilan dari Babel, Destin Alfandi siswi kelas 13 SMA Negeri 1 Namang tampil penuh semangat. Ia mengaku beruntung bisa berdiri di forum nasional untuk menyampaikan gagasan.
Di hadapan peserta lain, ia berani mengusulkan ide yang menyentuh isu krusial: pengendalian pertumbuhan penduduk.
“Saya mengajak remaja untuk mengubah stigma ‘banyak anak banyak rezeki’ menjadi ‘dua anak sehat’. Saya juga mengusulkan layanan kesehatan desa memberikan akses kontrasepsi bagi pasangan menikah, serta program mentoring sebaya yang bisa jadi ruang edukasi kesehatan reproduksi, pencegahan stunting, dan bahaya seks di luar nikah,” ungkapnya.
Tak disangka, ide Destin itu mendapat sambutan hangat. Diskusi pun bergulir, menandakan suara seorang remaja bisa membuka percakapan serius tentang masa depan bangsa.
Bagi Destin, Akademi Keluarga Indonesia (AKI) 2025 adalah titik awal. Ia ingin membawa pulang semangat itu ke Bangka Belitung, menggerakkan teman-teman sebaya agar berani menjadi agen perubahan.
“Saya percaya, remaja bisa menjadi garda terdepan dalam menciptakan keluarga berkualitas, sehingga Indonesia siap menghadapi bonus demografi 2030,” katanya dengan mata berbinar.
Selain Destin, Aldi Oktavian juga tak bisa menyembunyikan rasa bangga. Siswa kelas 12 (5) SMAN 1 Namang itu baru saja pulang dari Jakarta, setelah mengikuti AKI 2025, sebuah program perdana dari BKKBN yang mempertemukan ratusan pelajar berprestasi dari seluruh Indonesia.
Bagi Aldi, perjalanan itu bukan sekadar menambah teman baru, melainkan pengalaman hidup yang sulit tergantikan.
“Saya bisa bertemu teman-teman dari seluruh Indonesia, berdiskusi, bahkan berjumpa langsung dengan para menteri. Materi yang saya dapat, terutama dari Bapak Wihaji, benar-benar membuka pandangan saya tentang arti keluarga,” ujarnya.
Dari forum tersebut, Aldi mulai memahami bahwa keluarga bukan hanya soal menyiapkan finansial, tetapi juga mental, komunikasi, dan kesiapan membangun kehidupan bersama. Ia juga tersadar bahwa mendidik anak membutuhkan kesabaran, adab, dan keteladanan, agar generasi berikut tumbuh dengan sikap hormat pada orang tua.
Akademi Keluarga Indonesia 2025 mungkin baru angkatan pertama, tapi kisah Aldi dan Destin adalah bukti nyata: keluarga yang kuat dimulai dari remaja yang sadar akan tanggung jawabnya. Dari forum inilah lahir generasi yang lebih matang, lebih peduli, dan siap membawa Indonesia menuju masa depan yang sejahtera. (rul)
Leave a Reply