TOBOALI, LASPELA – Lima anak di bawah umur ditetapkan sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH) atas kasus bullying yang terjadi di salah satu SD Negeri di Kecamatan Toboali pada bulan Juli 2025 lalu.
Namun, dari lima pelaku hanya empat pelaku yang dilakukan diversi.
Kapolres Bangka Selatan, AKBP Agus Arif Wijayanto mengatakan, dikarenakan pelaku masih anak-anak, penyidik menerapkan pasal 7 UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga 4 pelaku yang berusia 11 tahun dilakukan diversi.
“Sedangkan pelaku DMP gagal dilakukan diversi sehingga berkas perkara diteruskan ke kejaksaan,” kata Agus, Selasa (9/9/2025).
Ia menyebutkan, kelima pelaku mempunyai peran masing-masing dalam melakukan aksi bullying terhadap teman satu sekolahnya.
Agus Arif Wijayanto mengungkapkan kelima pelaku mempunyai peran yang berbeda-beda, mulai dari kepala korban ditutup panci, provokasi, pemukulan hingga menendang korban.
“ABH DMP (12) menutup kepala korban dengan panci lalu dipukul, SM (11) mengajak dan memprovokasi, IDP (11) memukul punggung, HL (11) menendang perut dna AS (11) memukul lengan korban,” ungkapnya.
Pelaku DMP dijerat pidana pasal 80 ayat 1 UU No 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 3 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp72 juta.
Sementara keempat pelaku lainnya sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak telah dilakukan Keputusan bersama oleh penyidik, Bapas, Dinsos, Lembaga terkait pada 3 September lalu ditetapkan bahwa menghukum anak untuk meminta maaf kepada keluarga korban, menghukum dengan menyerahkan pelaku kepada lembaga kesejahteraan sosial di desa di Kecamatan Airgegas untuk mengikuti program pendidikan, pembinaan dan pembimbingan selama 6 bulan.
“Memerintahkan kepada pimpinan lembaga kesejahteraan sosial untuk menyampaikan laporan tertulis secara berkala setiap bulan selama anak mengikuti pendidikan, memerintahkan kepada Bapas untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan tersebut dan apabila anak telah selesai menjalankan keputusan bersama, maka perkara dianggap selesai dan menghentikan proses penyidikan,” sebut Agus.
Diberitakan sebelumnya, tim dokkes telah melakukan autopsi terhadap bocah SD di Toboali yang diduga korban bullying.
Hasil autopsi, terbukti korban yang masih duduk di bangku kelas 5 SD itu menjadi korban bullying oleh rekan sejawatnya di lingkungan sekolah.
Namun, kematian korban di RSUD Junjung Besaoh bukan akibat bullying, namun disebabkan oleh infeksi usus buntu yang diderita korban. (Pra)
Leave a Reply