Catatan sejarah yang paling tidak mengenakan, pada pelaksanaan pilkada ulang Bangka, 2025.
Jika dibanding dari pelaksanaan periode-periode sebelumnya di Kabupaten Bangka, tidak se-kisruh, separah pelaksanaan tahun ini. Sungguh raport merah bagi kinerja penyelenggara yang selalu memunculkan masalah.
Entah masalah muncul dari ketidakbecusan penyelenggara, atau memang ada rencana untuk memunculkan persoalan? Gawe Mas Bro!
Kita tidak tahu, apakah SDM pihak penyelenggara menurun?Atau waktu penerimaan, asal diterima? Atau parpol-parpol pengusung calon bupati dan wakil bupati, kurang serius dalam menyiapkan jagoannya maju dalam pilkada. Semua berpulang pada kejujuran masing-masing untuk tidak memberi point negatif.
Pasalnya masing-masing pihak kental dengan muatan kepentingan sepihak.
Kita tidak tahu juga, apakah penyeleksian masuk menjabat ketua dan komisioner KPU itu ada campur tangan parpol? Sehingga pada pemilihan kepala daerah pun, mereka harus memainkan perannya berjibaku membela parpol yang telah membantunya?
Apakah hal yang sama juga menimpa Bawaslu? Sungguh gambaran ini, mengisyaratkan tidak kemurniannya penyelenggara pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Kalau ini benar adanya? Nang kene rusake. (disini rusaknya)
Sementara parpol-parpol dalam pengkaderan kadernya, nampaknya lemah. Tidak fokus dan sekedar mengejar cuan pada pemilihan kepala daerah. Tanpa mempertimbangkan kader militan berpuluh tahun mengabdi di partai. Celakanya kader senior partai yang tidak memiliki feniansial berlebih, jangan harap bisa maju pada pilkada.
Sedang calon-calon bupati dan wakil bupati, yang diusung partai, lebih dominan orang luar yang bukan kader partai murni. Fenomena ini mengisyaratkan partai-partai besar tidak memiliki kekuatan untuk menyumbangkan kader murninya memimpin Kabupaten Bangka.
Dampak dari kurang diperhatikan kader-kader senior partai, berakibat pecahnya kader partai. Karena merasa kecewa dan seterusnya.
Bahkan ada yang terang-terangan lari pindah ke partai lain. Sungguh kondisi ini, sangat kurang enak, mencermati sepak terjang partai dalam membina kader-kadernya.
Itulah Mas Bro, jahatnya berpolitik? Teman jadi lawan? Kalau tidak berteman? Semakin tidak punya teman? Ngacau Mas Bro ini! Pastinya kader tidak memiliki feniansial memadahi, tidak di retak.
Pertanyaannya, selama ini apa yang diperbuat partai-partai besar didaerah, dalam berkiprah? Sementara setiap tahunnya menerima suntikan dana dari pemerintah daerah. Realita ini menunjukan begitu melorotnya pergerakan partai menggembleng kader-kader partai yang seyogyanya dipersiapkan untuk memimpin daerah ini.
Sangat disayangkan pada momen pemilihan kepala daerah ulang, yang seharusnya partai-partai besar membuktikan kader gemblengannya berperan, namun kenyataannya, tidak sesuai harapan. jauh api dari panggang?
Salah Mas Bro, penempatan panggangnya? Aturannya pakai kompor, jadi apinya dekat dengan yang dipanggang? Tergantung kompornya? Kompor minyak tanah atau kompor Gas? Nah, gas pol Mas Bro! Yo uwis sakarepmu! (terserah maumu).
Disisi lain pemilihan kepala daerah ulang diharapkan berjalan lancar, sukses dan kondusif. Tapi fakta yang ada, bicara lain. Pihak penyelenggara kedodoran dalam mengawali kiprahnya. Sosialisasi tidak maksimal serta beberapa persoalan serius muncul tidak terbendung. Kantor KPU digeruduk masa dan imbasnya merembet ke kantor Bawaslu juga dikepung masyarakat.
Hal itu terpicu kurang tegasnya pihak penyelenggara dalam menetapkan pasangan calon yang maju pada pilkada. Dalam penetapan dari 5 pasangan calon yang mendaftar di KPU, satu pasangan calon dieliminasi, terkait ijazah. Lalu tim pasangan calon yang digugurkan protes keras dan akhirnya diloloskan ikut pilkada.
Tidak sampai disitu, gejolak terjadi, empat pasangan calon pun protes terhadap keputusan KPU dan ngambek, absen dari kegiatan debat bupati. Wooo! Runyam Mas Bro! Seru! Masyarakat semakin bingung?
Benarkah ini wujud pesta demokrasi rakyat sejatinya daerah ini? Rasanya rakyat belum merasakan pesta sebenarnya? Demokrasi hanya sebatas kata-kata serta tulisan pada spanduk, baleho dan ucapan para petinggi, untuk menina bobokan rakyat.
Sementara nyinyiran calon-calon bupati dan wakil bupati dalam berkampanye belum jelas bisa dipegang rakyat. Para calon sebatas memberi mimpi-mimpi indah, terbang membawa daerah ini maju dan rakyat sejahtera. Jangan pesimis dulu Mas Bro? Gimana tidak pesimis? Tidur saja tidak.. Kok mimpi?
Sungguh malang nasib pilkada ulang Bangka. Anggaran melayang, pemerintah megap-megap dan nasib daerah ini belum jelas arahnya. Belum lagi nantinya rakyat terbebani sisa sisa pesta demokrasi, yang sungguh membuat sesak dada rakyat. Kekisruhan pilkada sepertinya berlanjut? Ah..yang benar saja Mas Bro!
Sebentar, memangnya benar terjadi? Jawabnya bisa tidak? Bisa Iya! Bahkan mencermati pergerakan dari peristiwa per peristiwa, pada pelaksanaan pilkada ulang 2025, ada kekhawatiran pengulangan lagi pilkada mendatang? Gugat menggugat tidak bisa terhindari. Aksi protes, unjuk rasa, berujung ke MK, bakalan mewarnai pada pesta demokrasi sesungguhnya?
Anjir!! Serius Mas Bro! La..Iyalah! Masak main-main? Wah..Sampai kapan kita seperti ini? Tanya saja pada rumput yang bergoyang? Semoga rumputnya tidak bergoyang kencang, sekencang carut marut pilkada ulang? Semoga Mas Bro! Semoga. (*)
Leave a Reply