TEROBSESI menjadi pemimpin boleh-boleh saja, mungkin ada takdirnya. Faktanya tidak banyak yang jadi karena jumlah pemimpin memang tidak boleh banyak apalagi beberapa syarat mesti dipenuhi. Pemimpin yang sesungguhnya berbeda dengan yang yang dipimpin.
Menjadi pemimpin itu tidak semudah yang dibayangkan. Setidaknya ada empat syarat perihal tersebut: hikmah, sjaa’ah, ‘iffah dan ‘adaalah. Pertama, hikmah bermakna bijaksana. Seorang pemimpin diharapkan memberi rasa aman bagi yang dipimpin. Beragam masalah mesti dipilah untuk disikapi sehingga ia disebut pemimpin bijak; kedua, sajaa’ah, yaitu keberanian moral. Berpihak kepada atasan dan orang-orang tertentu karena tendensi selalu dilakukan, namun tidak banyak yang membela rakyat kecil dan menyuarakan keinginan mereka. Berani secara moral dalam diri pemimpin wajib adanya.
Adapun ketiga, ‘iffah berarti lembut. Di balik aturan-aturan yang diberlakukan, ada kalanya pemimpin bersikap lembut–soft approach, bukan hard approach. Lembut (‘iffah) bukan berarti lemah. Boleh juga dimaknai berhati-hati dalam mengambil keputusan, dan juga pemimpin tidak mudah dipengaruhi apalagi diprovokasi; keempat, ‘adaalah, berarti adil. Pemimpin harus berusaha untuk bersikap adil dengan seadil-adilnya. Adil tidak mesti bermakna sama pembagiannya, tapi ia juga bermakna seimbang. Berusaha adil untuk tujuan kemaslahatan sosial. Setidaknya empat hal tersebut yang membatasi bagi pemimpin. Menjadi pemimpin itu tidak mudah.
Sekedar memimpin dan memimpin sekedarnya tidaklah dibenarkan. Pemimpin bukanlah pimpinan yang terkesan formal, melainkan juga moral dan spiritual. Semangat memimpin harus atas dasar idealisme yang kuat selain niat baik, berikutnya langkah strategis dan terstruktur sesuai program kerja sebelumnya.
Mudah-mudahan kita menjadi pemimpin yang didambakan kelak selain tanda pangkat tinggi di bahu. Semoga Allah mudahkan hamba-hamba-Nya yang berikhtiar untuk menjadi pemimpin, bukan sekedar pimpinan. Wassalam. (*)
Leave a Reply