PANGKALPINANG, LASPELA – Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius Prijadi Soesilo Wibowo, menegaskan pentingnya penguatan layanan perlindungan saksi dan korban di daerah-daerah, termasuk Bangka Belitung (Babel).
Hal ini disampaikan saat mendampingi Komisi XIII DPR RI dalam kunjungan kerja yang membahas revisi kedua Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (UU LPSK).
Antonius mengungkapkan bahwa permintaan perlindungan dari masyarakat terus meningkat, tercatat dari 32 provinsi di Indonesia, termasuk dari Bangka Belitung.
Namun, belum meratanya infrastruktur LPSK di daerah menjadi tantangan serius dalam upaya penangana laporan dan mempercepat respons terhadap permohonan yang masuk.
“Jika infrastruktur LPSK tidak diperkuat di daerah, proses perlindungan akan berjalan lambat. Korban kekerasan, terutama kekerasan seksual, membutuhkan perlindungan dan pemulihan yang cepat, tepat, dan menyeluruh,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa kehadiran LPSK tidak sekadar administratif, tetapi harus nyata di tengah masyarakat, termasuk melalui fasilitas rumah aman, tenaga psikolog, tenaga medis, dan pendamping sosial yang memadai.
Menurutnya juga, pemulihan korban terutama anak korban kekerasan seksual membutuhkan waktu panjang dan sistem pendukung yang kuat.
“Rumah pemulihan dan SDM yang profesional harus tersedia di daerah. Kita tidak bisa membiarkan korban berjuang sendiri dalam kondisi trauma berat. Negara harus hadir secara konkret,” tambah Antonius.
Antonius berharap proses revisi UU LPSK yang sedang dibahas DPR RI dapat segera rampung dan menghasilkan kebijakan yang berpihak pada korban, serta memberi dasar hukum lebih kuat bagi LPSK untuk bekerja efektif di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Rombongan Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso menyampaikan bahwa revisi UU LPSK saat ini bertujuan untuk memperkuat posisi hukum lembaga tersebut agar mampu menjalankan tugas secara maksimal.
“Ketika ini tuntas, kami yakini dalam hal ini perlindungan saksi dan korban akan berjalan lebih maksimal dan kita lakukan di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Ia juga menegaskan pentingnya harmonisasi dengan revisi Undang-Undang KUHAP dan Undang-Undang Perampasan Aset.
Sementara itu, Anggota Komisi XIII DPR RI dari Dapil Bangka Belitung, Melati Erzaldi, menyoroti tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak di daerahnya.
Ia mendukung penuh langkah LPSK dalam memperluas jangkauan layanan dan mendorong peran aktif pemerintah daerah.
“Korban tidak hanya butuh keadilan, tapi juga tempat aman untuk pulih. Ini tanggung jawab bersama, termasuk pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat,” ujar Melati. (dnd)
Leave a Reply