BELITUNG, LASPELA – Upaya memulihkan lahan bekas tambang kini tak lagi sebatas wacana. PT Timah Tbk membuktikan bahwa lahan eks tambang pun bisa kembali produktif, bahkan menjadi sumber penghidupan baru bagi masyarakat. Bersama Kelompok Tani Air Jelutung di Desa Badau, Kabupaten Belitung, PT Timah menyulap lahan yang dulu gersang menjadi kebun nanas lokal yang mulai berbuah harapan.
Program ini menjadi bagian dari komitmen PT Timah, anggota Holding Industri Pertambangan MIND ID, dalam menjalankan pengelolaan lingkungan berkelanjutan sekaligus memberdayakan masyarakat lewat pendekatan kolaboratif. Bukan sekadar menanam, tapi membangun ekosistem pertanian berbasis partisipasi dan ketahanan lokal.
Dari Bekas Tambang ke Ladang Harapan
Ketua Kelompok Tani Air Jelutung, Suhari, mengungkapkan bahwa inisiatif ini adalah pengalaman pertama kelompoknya memanfaatkan lahan bekas tambang untuk budidaya nanas. Meski awalnya pertumbuhan tanaman cukup lambat, berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah.
“Setelah mencoba berbagai pupuk tanpa hasil optimal, kami akhirnya menggunakan kotoran ayam. Hasilnya, pertumbuhan tanaman membaik,” jelas Suhari. Meski panen pertama belum sempurna, rasa manis nanas tetap terjaga, menandakan potensi besar di musim tanam berikutnya.
Ia pun optimistis, jika pendampingan dari PT Timah terus berlanjut, lahan ini bisa berkembang menjadi pusat perkebunan nanas lokal dengan nilai ekonomi tinggi.
“Kami merasa bangga dan bersyukur. Ini bukan hanya proyek, tapi pengalaman yang memberi kami harapan baru. Yang penting, kami tetap kompak dan semangat,” ujar Suhari penuh semangat.
Lebih dari Sekadar CSR
Sekretaris Desa Badau, Janiwati, turut memberikan apresiasi tinggi atas inisiatif ini. Menurutnya, langkah PT Timah bukan hanya memberikan bantuan fisik, tapi juga mengedukasi dan membina masyarakat agar mampu mandiri mengelola lahan.
“Ini bentuk CSR yang nyata dan menyentuh. Tidak semua perusahaan melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan lingkungan pascatambang. Ini patut jadi contoh,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa tantangan utama memang terletak pada kualitas tanah. Namun, dengan semangat gotong royong dan kolaborasi yang terus diperkuat, hasil pertanian dari lahan bekas tambang tak mustahil menyaingi lahan produktif lainnya.
“Kami berharap program ini tidak berhenti di nanas. Ke depan, bisa dikembangkan untuk komoditas lain seperti sawit atau hortikultura lainnya,” tutupnya.
Transformasi Hijau dari Lahan yang Terlupakan
Melalui program ini, PT Timah tak hanya memperlihatkan tanggung jawabnya sebagai perusahaan tambang, tapi juga menegaskan bahwa pemulihan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat bisa berjalan beriringan. Lahan yang dahulu dianggap tak lagi berguna, kini mulai menumbuhkan hasil—dan lebih penting lagi: harapan. (*)
Leave a Reply