KPSPB Ajak Cinta Indonesia dan Sastra

Laporan Agus Cakraputra

PANGKALPINANG, LASPELA – Di-tengah keprihatinan masyarakat pada kehidupan situasi bangsa yang friksional karena bangunan persepsi negatif antar kelompok warga negara terus bebas dihembuskan melalui media sosial, Komunitas Pekerja Sastra Bangka Belitung (KPSBB), menggelar Apresiasi Sastra, mewarnai peringatan hari Sumpah Pemuda.

Peringatan Sumpah Pemuda Pekerja Sastra ini tentu menampilkan kekhasan dunianya yakni Baca Puisi dan Dialog Budaya, digelar di Galeri Latrasse Cafe, Pangkalpinang, Sabtu 28 Oktober 2017.

“KPSBB terbentuk 18 tahun lalu untuk tumbuh belajar bersama dalam mencintai sastra Indonesia. Didukung oleh Nurhayat Arif Permana, Fahrurrozi dan Agus Ismunarno, penulis dan penyair Bangka mendeklarasikan KPSPB pada 28 Oktober 1999. Masa vakum 54 tahun, setelah era Hamidah dan Balai Pustaka, dengan ketiadaan aktivitas sastra dan lahirnya penulis daerah adalah masa hampa pemikir dan penyair. KPSBB akhirnya mewadahi dan mendorong munculnya novelis Ian Sancin, penyair Sunlie Thomas Alexander dan penulis cerita rakyat Prakoso Bairawa Putra di tataran sastrawan Indonesia beberapa tahun kemudian”, demikian Willy Siswanto, pendiri KPSBB mengawali kegiatan sastranya.

KPSBB lah yang melakukan revitalisasi historis tugu di Tamansari Pangkalpinang yang dijadikan tugu gerakan PKK pada jaman Orde Baru.

“Di tugu itulah, Bung Hatta memimpin upacara HUT RI ke 4, pada Agustus 1949. Bukti sejarah berupa foto yang saya dapatkan, menggerakkan kami dalam KPSBB untuk mengembalikan makna tugu menjadi semestinya Tugu Proklamasi RI,” kata Willy Siswanto.

Setidaknya, tandas Willy, komunitas penyair telah berpikir dan berbuat untuk sejarah Bangka Belitung di tahun 2007. Penyair Bangka Belitung, bukan saja menjadi tonggak perkembangan sastra Bangka Belitung. Tetapi sudah berkiprah dalam meluruskan nilai sejarah bangsa di Pangkalpinang.

Dihadiri oleh sekitar 60 penyair, guru dan perwakilan siswa SMA dan SMP di Pangkalpinang, tanpa perhatian dan dukungan Pemda Kota ataupun Pemda Provinsi, apresiasi sastra berjalan hening dan khusyuk dengan pembacaan puisi-puisi bertema ‘Indonesia Dalam Sajak’.

Ian Sancin, Budi Santoso, Sukma Wijaya, Fitrarozi, Ahmad Nazuari, Tokoh Budaya Melayu Andi AS dan banyak penyair hadir dari berbagai kota di Bangka dan dari Pulau Belitung.

Semua guru Bahasa Indonesia di 12 sekolah yang diundang hadir mengharapkan kegiatan serupa untuk lebih sering diadakan.

“Jam pelajaran sastra yang sedikit dan keterbatasan kemampuan kami dalam membimbing dan melatih siswa untuk menulis karya sastra, akan terlengkapi oleh kegiatan yang sangat edukatif ini”, ujar Fidiani, guru SMAN 2 Pangkalpinang.

Agus Ismunarno, praktisi pers yang 18 tahun menjurnal kehidupan masyarakat Kepulauan Bangka Belitung memberikan apresiasi KPSBB yang tetap setia dan konsisten dalam bersastra.

“Manakala hoax, fakes news, ujaran kebencian ditebarkan oleh 800 ribu situs, kita berharap tumbuh pula ribuan sastrawan yang mengembalikan keindahan kata-kata dalam makna filosofisnya,” harap Agus.

Bagi Agus, pekerja sastra adalah penjaga peradaban di negeri tempat mereka hidup.

“Peradaban agung akan punah manakala pekerja sastra diam tatkala ruang-ruang publik dibiarkan diracuni fitnah dan ujaran kebencian. Pekerja sastra harus “meruwatnya” menjadi ekspresi-ekspresi yang beradab melalui sentuhan sastra,” harap Agus. (*)