PALEMBANG, LASPELA — Kedai Pempek yang berada di Jalan KH Wahid Hasyim, Seberang Ulu 1, Palembang ini ternyata memiliki hal menarik dan jarang dimiliki dari kebanyakan toko pempek.
Kedai pempek ini tampak sederhana namun siapa sangka sudah berdiri sejak 1986, masa dimana pempek baru mulai ramai dikenal di Palembang dari orang-orang Tionghoa.
Saat itu, Kaum Tionghoa di kawasan 10 Ulu, Seberang Ulu 1, merupakan kawasan yang dianggap paling populer saat itu soal urusan pempek, bahkan sangat legendaris dengan pempek keranjang.
Nah, Wardiah pemilik kedai pempek 755, ternyata adalah salah satu perintis pempek di masa itu, atau sekitar tahun 1982 belajar membuat pempek langsung dari orang-orang Tionghoa.
Pertama datang ke kedai ini, tidak tampak kerumunan pembeli, apalagi muda-mudi yang nongkrong berselfie seperti di pertokoan yang viral di media sosial.
Pemandangan pembeli yang datang langsung tampak normal, namun siapa sangka setelah 15 menit duduk di toko ini, kurir pengirim paket pempek silih berganti datang dan pergi ke toko ini.
Wardiah menuturkan, mereka hanya menjual pempek 100 persen murni dari olahan ikan gabus yang segar.
Ciri-cirinya, tekstur pempek empuk saat dikunyah, putih nyaris bening, dan tidak ada bau seperti kebanyakan pempek menggunakan jenis ikan lain.
Bahkan, tidak sedikit orang yang percaya kandungan ikan gabus cukup baik untuk kesehatan, sehingga menjadi salah satu pilihan untuk bahan olahan utama beragam kuliner.
“Prinsipnya kalau hari itu tidak ada bahan baku yang sesuai, misal ikan gabus kosong, atau kuang fresh atau tidak masuk standar kami, ya kami pilih tidak jualan,” kata Wardiah, 12 Juni 2024.
Wardiah tidak menampik, tidak sedikit pelaku usaha pempek yang terkadang mencampur olahan ikan demi produksi besar, bahkan menggadaikan cita rasa yang ditawarkan demi cuan.
Pempek 755 tetap menjalankan usaha dengan sewajarnya semaksimal mungkin mempertahankan kualitas rasa sejak 1986, tahun pertama kali membuka kedai di kawasan Kertapati.
Wardiah dan keluarga besar percaya bahwa, mereka tidak sekedar buka usaha lalu cari untung sebesar-besarnya, lebih dari itu mereka ingin konsisten membangun bisnis dan tidak ingin mengecewakan pelanggan.
Apalagi, mereka yang sudah lama berlangganan hingga kini tetap memesan pempek meski sudah tinggal di luar kota bahkan ada pula yang sengaja kembali ke kedai hanya karena rindu icip-icip rasa Pempek 755.
“Angka 755 itu diambil dari tiga angka terakhir nomor telepon dan kode area yang sudah lama tidak aktif, pelanggan lama tahu angka itu,” tutur Siti Mastura anak ketiga Wardiah.
Nah, Pempek 755 ini adalah mitra Bank Sumsel Babel yang juga telah memperoleh fasilitas KUR Bank Sumsel Babel sehingga saat ini Pempek 755 cukup eksis di pasar domestik termasuk pengiriman ke sejumlah kota di Indonesia, termasuk Jabodetabek dan Bali. (*)