Ombudsman RI Temukan Dua Permasalahan di Babel

PANGKALPINANG, LASPELA – Ombudsman RI menemukan dua permasalahan yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), pertama sulitnya para petani untuk mengakses internet dan yang kedua bagaimana Know Your Customer atau KYC bagi penerima nomor rekening ini bisa diterima oleh petani.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, di Bangka Belitung ada 81 kios tani sebagai penyalur pupuk bersubsidi.

“Dari 81 kios ini ada 5 kios tani yang tidak ada internet atau tidak di akses oleh internet yakni tiga di Kabupaten Bangka, dan 2 di Kabupaten Belitung,” kata Yeka usai menghadiri forum diskusi bersama BRI Pangkalpinang, Senin (26/6/2023).

Karena, dikatakan Yeka dengan adanya integrasi sistem penyaluran mengharuskan di kios tani tersebut harus ada internet.

“Kios tani harus ada aplikasi yang namanya i-Pubers dan ini realtime. Jadi penebusan hanya bisa dilakukan di tempat yang ada internet,” ucapnya.

Selain itu, permasalahan yang kedua yakni bagaimana Know Your Customer atau KYC bagi penerima nomor rekening ini bisa diterima oleh petani.

Know Your Customer atau KYC adalah suatu kebijakan yang diterapkan oleh instansi jasa keuangan atau bank untuk mengetahui identitas dan mengawasi aktivitas transaksi nasabah mereka.

Diterapkannya KYC adalah berperan penting dalam pendaftaran nasabah sebuah bank guna memastikan bahwa informasi yang ada di rekening mereka adalah benar dan asli.

Seluruh proses pendaftaran nasabah di bank menggunakan teknologi keuangan KYC. Oleh karena itu, fungsi diterapkannya KYC adalah sebagai salah satu langkah dalam menghindari adanya korupsi, pencucian uang, dan aksi kejahatan lainnya serta menjaga keamanan rekening nasabah.

Jika suatu produk atau jasa teknologi keuangan tidak memanfaatkan fasilitas KYC, maka kemungkinan besar akan terjadi kerugian bagi nasabahnya. Hal itu dikarenakan terdapat oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang akan mengganggu keamanan transaksi mereka.

Lanjut Yeka, jadi ada fase pengintegrasian, di mana tahapan pertama adalah fase mirroring antara Kementerian Pertanian dengan PT Pupuk Indonesia (Persero).

“Kalau sebelumnya, Kementerian Pertanian ini tidak tahu stok pupuk ada berapa, dan yang sudah didistribusikan berapa. Jadi dengan fase mirroring ini Kementan tau dan bisa mengawasi langsung.
Tetapi nanti jika ini sudah menjadi bantuan, dengan fase ini jika petani ingin masuk maka pembayaran secara cash atau manual di Bank,” jelasnya.

Namun, jika pemerintah yang memberikan bantuan, maka pembayaran tidak cash lagi. Berarti hal ini mengharuskan semua yang menerima pupuk subsidi harus punya nomor rekening.

“Sebelumnya pembayaran melalui Bank Mandiri dan sekarang di alihkan ke Bank BRI, karena Bank Mandiri dianggap tidak perform. Dan saya minta Kementerian Pertanian memberikan data kepada BRI untuk mencetak nomor rekening untuk masyarakat yang menerima pupuk bersubsidi,” tuturnya.

Dia menyebutkan di Babel ada sebanyak 15.000 an masyarakat yang menerima pupuk bersubsidi.

“Bagi 15.000 masyarakat yang menerima pupuk bersubsidi ini kita pastikan datanya sudah akurat, yang pertama sudah disesuaikan dengan Dukcapil, sudah dipastikan tidak lagi ganda, atau tidak salah nama,” tukasnya.

Setelah nomor rekening ini dicetak harus ada KYC artinya harus ada penyerahan nomor pin, karena BRI hanya bisa menyalurkan kalau petani ini dikumpulkan.

“Dan yang menjadi persoalannya siapa yang akan bertugas mengumpulkan para petani ini. Maka itu pentingnya rapat hari ini memastikan dua masalah yang harus diselesaikan,” jelasnya.

Dia menambahkan, setelah ini pihaknya akan melakukan pertemuan dengan stakeholder terkait, termasuk dengan Pj Gubernur Babel Suganda untuk mencari solusi dari dua permasalahan ini.

“Terkait dengan permasalahan ini saya akan sampaikan kepada Pak Pj Gubernur Suganda bagaimana mengatasi permasalahan ini, karena ini permasalahan lokal,” tutupnya.(chu)