PANGKALPINANG, LASPELA – Pusat Riset Agroindustri atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) atas dukungan BPDPKS menyelenggarakan kegiatan aplikasi pengolahan buah sawit menjadi CPO untuk peningkatan daya tawar petani sawit mandiri di sentra sawit rakyat.
Kegiatan tersebut berlangsung selama empat hari mulai tanggal 21-24 Juni 2023 di Fox Harris Hotel Pangkalpinang, dengan menghadirkan narasumber yakni Kepala OR Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, Kepala Pusat Riset Agroindustri BRIN, Mulyana Hadipernata, Kepala Divisi UKMK BPDPKS, Helmi Muhansyah, Ir. Indra Budi Susetyo selaku Periset dari BRIN serta di hadiri juga 25 perwakilan petani sawit mandiri di Provinsi Bangka Belitung.
Kepala Pusat Riset Agroindustri BRIN, Mulyana Hadipernata mengatakan, tujuan dari kegiatan ini, karena pihaknya menilai masih banyak produksi buah sawit petani tandan buah segar sawit (TBS) menggantungkan penjualan buahnya pada penerimaan atau pembelian oleh pabrik kelapa sawit (PKS) perkebunan besar yang juga telah memiliki kebun sendiri dan kebun yang terikat milik masyarakat sekitar atau plasma.
“Sehingga TBS dari kebun rakyat hanya menjadi penyangga jika buah produksi kebun sendiri dari perkebunan besar tidak mencukupi,” ujarnya di Pangkalpinang, Rabu (21/6/2023).
Selain itu, kendala rantai pasok panjang, waktu tunggu TBS untuk diterima pabrik tidak tentu, budi daya dan pasca panen tidak baik menjadikan kualitas buah rendah, dan buah yang dihasilkan petani berkontribusi terhadap kualitas CPO yang rendah dari tingginya kandungan asam lemak bebas (ALB) akibat pasokan TBS dari perkebunan rakyat melebihi ambang waktu olah 24 jam setelah petik.
“Karena TBS harus dengan cepat diolah setelah petik untuk memperoleh kualitas CPO yang baik, sebaiknya sebelum berumur 24 jam, melebihi waktu ini TBS akan terdegradasi dan membusuk,” jelasnya.
Menurut Mulyana, petani sawit mandiri masih menjadi aktor terlemah dalam industri perkebunan kelapa sawit. Salah satu kendalanya alur rantai pasok CPO yang terbilang panjang. Setelah panen di kebun, petani biasanya menjual TBS ke tengkulak. Setelahnya, tengkulak akan membawa TBS ke pengumpul atau ramp untuk ditimbang dan dijual. Baru kemudian pengumpul memasok TBS tersebut ke PKS.
“Selama ini petani sawit mandiri yang menjual sawit ke perusahaan dianggap ‘pihak ketiga’. Kondisi tersebut membuat posisi petani sawit mandiri lebih lemah karena harga dan persyaratan kelayakan TBS ditentukan oleh perusahaan, bukan mengacu pada peraturan pemerintah,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala OR Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari mengatakan pendekatan yang baik untuk mengatasi masalah petani sawit tersebut adalah pengolahan TBS sesegera mungkin agar kualitas minyak yang dihasikan bisa terkendali.
Menurutnya, petani sawit mandiri yang terletak di kawasan jauh dari pabrik kelapa sawit (PKS), pada umumnya memiliki permasalahan dalam menjual buahnya karena permasalahan umur simpan buah.
“Untuk itu, petani sawit harus berpartisipasi mengolah TBS di lokasi tidak jauh dari kebunnya. Terlebih lagi petani sawit menjadi mandiri. Namun biaya investasi pembangun pabrik kelapa sawit dengan kapasitas besar atau setidaknya 30 ton per jam dan pengoraginasasian merupakan kendala utama bagi petani sawit rakyat, kelompok tani dan/atau koperasi untuk membangun PKS,” imbuhnya.
Hal senada juga dikatakan, Indra Budi Susetyo selaku Periset dari BRIN yang mana hasil riset BRIN untuk pasca panen dalam pengolahan sawit pada skala petani yaitu press buah sawit bekerja sama dengan peneliti MAKSI dan pemurnian hasil pemerasan buah agar didapat hasil CPO yang memenuhi standar industri dengan menerapkan teknologi tepat guna dan sederhana dengan target bisa dioperasikan oleh tingkat petani.
“Selain pengenalan teknologi, para petani juga dikenalkan skema bisnis dalam pengolahan hasil panen buah sawit berbasis kawasan,” paparnya.
Kesejahteraan petani diharapkan bisa meningkat dengan meningkatnya daya tawar dalam penjualan buah sawitnya. Dengan memiliki pengolahan sawit petani memiliki pilihan dalam penjualan buah sawit, bahkan bisa juga mengolah buah reject atau buah brondol menjadi produk High Acid CPO.
“Dalam kegiatan workshop ini untuk pasar HA-CPO juga tersedia perusahaan sebagai off-taker sehingga kendala pasar bisa diatasi,” ujarnya.
Diharapkan hasil riset Pusat Riset Agroindustri – BRIN ini bisa dimanfaatkan dan menjadi peningkatan daya tawar petani dalam rantai pasok industri sawit.