PANGKALPINANG, LASPELA – Ratusan dokter dan tenaga medis (named) melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Pengadilan Negeri (PN) Pangkalpinang untuk mengawal sidang pidana yang membuat dr.Ratna Setia Asih menjadi tersangka dari meninggalnya pasien Anak dengan inisiatif AR (10 tahun) di RSUD Depati Hamzah, Kamis (4/12/2025).
“Kami sangat-sangat prihatin dengan kondisi yanh menyeret dr.Ratna sebagai tersangka dalam kasus ini,” kata Ketua IDAI Pusat, Dr.dr. Pipim Basarah Yanuarso kepada media di Pangkalpinang.
Ia mengatakan pengurus pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Pengurus Besar (PB) Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah sejak awal terlibat mengawal kasus ini.
Sebagai organisasi profesi, hampir 6.000 dokter anak se-Indonesia menjadi anggota IDAI dan hari ini hadir membersamai dr.Ratna Setia Asih, salah satu anggota IDAI untuk memberi dukungan dan pembelaan sesuai dengan standar profesi yang ada.
“Kami tidak membela yang salah, jika memang salah silahkan di adili dengan seadil-adilnya, tapi jangan sampai prosesnya menyalahi prosedur yang seharusnya,” terangnya.
Menurutnya selama proses berlangsung, dr.Ratna tidak pernah diberi kesempatan membela diri dan menghadirkan saksi ahli dari organisasi profesi (IDAI) tempatnya bernaung. Tiba-tiba saja langsung keluar rekomendasi yang isinya aoa tidak diketahui IDAI.
“Jadi disini banyak misteri yang harus kita ungkap bersama dan terus terang kami sangat menyesalkan kejadian ini. Kami ingin dr.Ratna bebas karena ini salah satu bentuk kriminalisasi terhadap anggota IDAI Babel,” ujarnya.
Anggota PB BHP2A IDI, dr.Agus Ariyanto menambahkan selain melakukan aksi damai, mereka juga akan mengikuti proses hukum sidang perdana yang akan dijalani oleh dr.Ratna Setia Asih di PN Pangkalpinang.
BHP2A IDI berharap Pak hakim bisa memutuskan dr.Ratna tidak bersalah karena Ia hanya seorang tenaga medis yang mengobati pasien sebagai upaya ikhtiar seorang dokter yang sudah bekerja semaksimal mungkin untuk menyelamatkan pasien.
“Dokter tidak pernah berniat jahat membuat pasien meninggal. Kenapa persoalan seperti ini bisa dipidana, kita akan all out mengawasi kasus ini sampai dr.Ratna mendapat keadilan seadil-adilnya. Kami PB IDI akan mendukung sepenuhnya sampai dr.Ratna bebas murni karena kita sudah menelaah apa yang dilakukan dr.ratna sudah sesuai standar kompetensi, jadi tidak ada alasan menghukum dr.Ratna,” terang dr.Agus.
Agus menambahkan terkait rekomendasi dari Majelis Disiplin Profesi (MDP) yan dinilai keliru ini membuat para guru besar kedokteran Indonesia menilai MDP gagal menempatkan kasus ini dalam konteks etik dan klinis, sehingga akhirnya malah menyeret dr Ratna sebagai tersangka.
Seharusnya dalam disiplin profesi, selain memeriksa ada tidak pelanggaran disiplin ini ada kewenangan apakah pelanggaran disiplin bisa dilanjutkan ke penyidikan ayau tidak, itu saja sehingga mestinya pemeriksaan rekomendasi itu dikeluarkan bersama ketika pemeriksaan sidang putusan.
“Dalam sidang profesi ada dua hasilnya, membuat putusan atau rekomendasi dengan mencari pelanggaran disiplin. Mestinya putusan hanya sanksi disiplin dulu, tidak langsung ke pidana karena kalau bisa semua sengketa medis ke mediasi dulu karena akan ada dampaknya kedepan,” tutup dr.Agus. (*/chu)

Leave a Reply