Opini  

Menjadi Berperadaban (Refleksi 25 tahun Provinsi Bangka Belitung)

Prof.Dr.Rusydi Sulaiman, M.Ag., Direktur Madania Center & Pengurus LAM (Lembaga Adat Melayu) Bangka Belitung

Avatar photo
Editor: Iwan Satriawan
Rusydi Sulaiman

Ratusan pulau di sekitar dua pulau besar, Pulau Bangka dan Pulau Belitung akhirnya menjadi sebuah provinsi, bernama Provinsi Bangka Belitung, tepatnya tahun 2000.

Jaraknya yang tidak jauh dari pusat pemerintahan tidak otomatis membuatnya dipedulikan atau mungkin kepulauan tersebut tidak ingin dipedulikan.

Fakta itu berlangsung cukup lama hingga ia terpisah secara dari Palembang. Apapun bentuknya, Bangka Belitung sudah pasti bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.

Kepulauan Bangka Belitung yang secara administratif sempat terpusat di Pulau Bangka mengalami sejarah panjang sehingga menjadi sebuah provinsi.

Di awal sejarahnya, penghuni pertama adalah pribumi bernama Urang Lom (Orang Darat dan Orang Laut), baru hadir Urang Lah (Sudah Beragama–Malay Muslim).

Selain itu berdatangan beberapa etnis, yaitu: China (Tionghoa), Bugis, Buton, Batak, Jawa, Madura, Sunda dan juga Padang.

Penduduk mayoritas muslim diimbangi dengan agama lain, seperti: Khonghucu, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Budha dan Hindu.

Jauh sebelumnya, adanya prasasti Kota Kapur (686 M) di Mendobarat menunjukkan bahwa sudah ada hubungan bilateral ekonomi dan politik bahkan budaya antara Palembang sebagai pusat kekuasaan Kerajaan Sriwijaya saat itu dengan Pulau Bangka melalui sungai atau Aek Menduk.

Isi atau muatan prasasti yang berbahasa Pallawa tersebut bersentuhan dengan kultur penduduk setempat. Saat itu penduduk setempat masih menganut animisme, dinamisme dan juga meyakini agama budaya (Cultural Religion) sebagaimana disebut. Berikutnya Agama Islam hadir.

Dalam konteks Dakwah Islam, data sejarah menunjukkan adanya islamisasi awal di Pulau Bangka, yaitu: pertama, kedatangan pedagang Arab, ulama tertentu, utusan Kesultanan Johor dan Pagaruyung Minangkabau Padang, Muslim Tionghoa yang berkaitan dengan Kesultanan Palembang Darussalam dan Utusan Kesultanan Islam Banten; kedua, intensifikasi Islam di pertengahan abad ke-19 M, dibuktikan bermulanya sentra-sentra pendidikan di Pulau Bangka.

Bangsa-bangsa seperti Belanda dan Inggris cukup lama menjajah kepulauan ini. Belakangan Jepang, cukup melukai walau sesaat, lalu Sumatera Selatan yang beribukota Palembang.

Bangka adalah sebuah kabupaten. Akses penduduk saat itu ke Palembang apalagi Jakarta tidak mudah ditempuh kecuali orang-orang tertentu–sangat menyesakkan dada.

“Palembang Minded” dan “Jakarta Minded”–apapun yang bersumber dari dua kota tersebut sempat menjadi kebanggaan dan sangat diidolakan sebagian penduduk kepulauan ini.

Hikmah Provinsi

Perjuangan dan pengorbanan panjang ke arah pembentukan provinsi ternyata tidak sia-sia. Terwujud, jadilah Provinsi Bangka Belitung pada Tahun 2000, maka tepat pada tahun ini berusia 25 tahun (seperempat abad).

Sepatutnya penduduk kepulauan ini mengenang pihak-pihak berjasa dan senantiasa bersyukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah (taken for granted).

25 tahun berlalu, apa yang sudah dicapai provinsi ini, dan apa yang mesti dilakukan berikutnya? Pihak-pihak tertentu dan masyarakat umumnya sebagai bagian dari kesatuan provinsi ini bertanya dan mempertanyakan hal tersebut.

Pastinya mereka ingin Bangka Belitung lebih maju dan lebih berperadaban. Menurut mereka, potensinya yang sangat strategis dengan segala sumber daya alam (SDA) serta dukungan sumber daya manusia (SDM), provinsi tersebut bisa lebih unggul dari beberapa provinsi di negeri ini.

Sejarah Pemerintah

Berturut-turut beberapa orang memimpin provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak awal pembentukannya hingga saat ini, apakah penjabat, pelaksana tugas atau gubernur definitif.

Berikut ini nama-nama mereka:

Amur Muchasim (Penjabat) mulai bertugas pada 9 Februari 2001, Hudarni Rani (gubernur) 22 April 2002, Eko Maulana Ali (gubernur) 26 April 2007, Rustam Effendi (Pelaksana Tugas) 12 Agustus 2013, Rustam Effendi (gubernur) 23 September 2013, Yuswandi A. T.(Penjabat) 27 Oktober 2016, Erzaldi Rosman Djohan (Gubernur) 12 Mei 2017, Ridwan Djamaluddin (Penjabat) 12 Mei 2022, Suganda P. Pasaribu (Penjabat) 31 Maret 2023, Safrizal Z.A. (Penjabat)13 November 2023, Sugito (Penjabat) 22 Agustus 2024 dan Hidayat Arsani (gubernur) 17 April 2025.

Lama atau sesaat dalam memimpin tidak begitu dipersoalkan, intinya masing-masing telah berkontribusi terhadap Bangka Belitung. Tentu masyarakat yang merasakan sentuhan kepemimpinan tersebut.

Bila baik, pasti kebaikannya dikenang. Sebaliknya bila tidak baik, maka keburukannya dikenang. Memang memimpin itu tidak mudah walaupun tongkat kepemimpinan mudah digapai.

Banyak calon, tapi yang terpilih dan menjadi pimpinan/ pemimpin faktanya satu atau sepasang dalam konteks Pilkada di provinsi, yaitu satu gubernur dan satu wakil gubernur.

Beruntunglah bagi yang dilantik resmi pasca pemilihan langsung. Tentunya sangat legitimate.

Maka dari itu kepala daerah terpilih tinggal melangkah terstruktur, tentunya atas dasar idealisme dan atau landasan konseptual yang dibuat sebelumnya.

Semangat Berperadaban

Besar harapan masyarakat agar provinsi yang dijuluki,”Bumi Serumpun Sebalai” tersebut menjadi lebih dinamis perkembangannya, sebaliknya tidak stagnan.

Bidang-bidang tertentu mesti diprioritaskan. Penguasa diharapkan memahami hal tersebut sebagai komitmen dalam memimpin sekaligus realisasi visi-misi sebelumnya.

Kekuatan formal birokrasi adalah pijakan untuk lakukan perubahan ke arah yang lebih baik sembari menjaga trust masyarakat.

Selanjutnya pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, tokoh adat dan para profesional sesuai bidang keahlian yg dibutuhkan juga penting sebagai penyeimbang dalam memerintah.

Mari melangkah pasti untuk gapai supremasi provinsi kepulauan ini, Bangka dan Belitung serta ratusan pulau kecil disekelilingnya menyatu; rukun, damai dan harmonis.

Mari tetap bersemangat menjadi lebih berperadaban–“Bangka Belitung Minded”, bukan lainnya. Wassalam. (*)

Leave a Reply