IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung: Memperkuat Peradaban Menuju Supremasi

Oleh: Rusydi Sulaiman, Direktur Madania Center & Guru Besar dalam Kepakaran Bidang Pengkajian Islam IAIN SAS Babel

Avatar photo
Editor: Iwan Satriawan
Rusydi Sulaiman, Direktur Madania Center & Guru Besar dalam Kepakaran Bidang Pengkajian Islam IAIN SAS Babel

Terusik dan agak kesal ketika mendengar kata,”STAIN” untuk sebuah PTKIN satu-satunya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sembari bertanya dan mempertanyakan, mengapa fakta itu ada, dan terkesan dibiarkan?

Bayangkan, lembaga yang telah bertransformasi kelembagaannya menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung dua dekade lalu seperti tidak dikenal penduduk di kepulauan ini.

Bisa jadi tidak familiar di telinga warga Mendobarat! Tidak-tidak, mungkin mereka terlalu asyik dan nyaman dengan kata ,”STAIN”, but It is impossible to do!

Terus siapa yang salah atau sebaliknya, tidak perlu dipermasalahkan? Hal itu muncul dalam FGD (Focussed Group Discussion)—bertemunya beberapa pimpinan IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung dengan para pimpinan pondok pesantren dan kepala madrasah/ sekolah di ruang rapat lantai 2 Gedung Terpadu perguruan tinggi tersebut (Senin, 27 Oktober 2025) di sela kegiatan Disnatalis.

Begitu seorang peserta bersuara: ” kampus ini dekat, tapi terasa jauh bagi kami”. Artinya, berlarut-larutnya sebutan kata,”STAIN” untuk grade perguruan tinggi yang sudah IAIN seiring dengan statemen diatas.

Pastinya ini kritik bagi sivitas akademika agar bermuhasabah dan berbenah diri. Belajar betah,””feeling at home in campus” adalah kemestian diri bagi penghuninya. Suasana bathin itu akan sentuhkan nuansa tersendiri selain intensitas jalinan kebersamaan.

Setelah itu lingkungan sekitar lambat laun menyertai dan mungkin saja merasa memiliki (sense of belonging) terhadap kampus. IAIN …. IAIN …., tidak lagi STAIN …. yang sudah berlalu cukup lama walaupun tidak pernah terlupakan peran sejarahnya.

Pastinya tidak sesederhana itu, beberapa faktor melingkupi. Maka dari itu beberapa aspek kelembagaan perlu dipertimbangkan sebagai pijakan melangkah.

Pertama, Falsafah dan Idealisme Lembaga. Lembaga ini tidak serta merta ada dan berdiri tegak. Dipastikan berawal dari niat baik dan tujuan mulia tokoh-tokoh tertentu sebelum pembentukannya.

Secara historis, sebuah yayasan , yaitu: YPPNI (Yayasan Pondok Pesantren Nurul Ihsan Baturusa Kec.Merawang Kab.Bangka sebagai induk kemunculan YPIB (Yayasan Perguruan Islam Bangka) (Akte Notaris Muljono Josohardjono, SH.Nomor 16, tanggal 7 September 1995) yang mengawali kelembagaan STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah), berikutnya STID (Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah) , lalu membentuk STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam( Bangka.

Beberapa dekade sebelumnya telah muncul beberapa sentra pendidikan; Sekolah Arab, Madrasah Diniyah termasuk pondok pesantren.

Idealisme beberapa tokoh lokal diperkuat dengan legalitas Departemen Agama RI., terwujudlah sebuah PTKIN, yaitu STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) berdasarkan Kepres RI. Nomor 93 tahun 2004, tertanggal 18 Oktober 2004, dan pada tanggal 5 April tahun 2018 bertransformasi menjadi IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung berdasarkan Peraturan Presiden RI. Nomor 30 tahun 2018.

Visi yang meliputi kata,”Unggul, Religius dan Profesional” memiliki makna filosofis tertentu, menggiring pimpinan lembaga ini untuk melangkah pasti; bergerak terstruktur berdasarkan RENSTRA (Rencana Strategis), RIP ( Rencana Induk Pengembangan) dan STATUTA Kementerian Agama RI.

Falsafah dan idealisme yang meliputi hakikat, visi dan misi, ruh, nilai dan prinsip tertentu diharapkan mewarnai dan menjadi karakteristik perguruan tinggi ini—satu-satunya PTKIN di Bumi Serumpun Sebalai dan menjadi sangat diminati.

Kedua, Membuka Diri, Membangun Jaringan. Satu hal yang dicurhatkan beberapa peserta FGD saat itu adalah kurang eratnya hubungan kampus dengan beberapa lembaga pendidikan sekitar termasuk pondok pesantren.

Tidak cukup kegiatan rutin tahunan seperti penempatan mahasiswa peserta Praktik Pengalaman Lapangan atau kegiatan sejenis.

Intinya kedua belah pihak diharapkan bersinergi; mengikutsertakan para siswa dalam kegiatan atau lomba tertentu, dialog rutin, pendelegasian mahasiswa sebagai tutor di sekolah dan penempatan mahasiswa di asrama pesantren.

Prioritas kuota beasiswa di setiap tahun akademik bagi lulusan madrasah atau sekolah setempat juga penting sebagai bentuk kepedulian sosial IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung.

Ketika PTKIN ini ingin dikenal dan diakui kelembagaannya, maka pimpinan lembaga tersebut harus membuka diri, berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait, baik pemerintah maupun swasta.

Ketiga, Semarak Disnatalis ke-21; SEIFA (Sedulang Internasional Festival). Setelah beberapa kali lembaga ini—IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung selenggarakan Disnatalis–peringatan hari lahir, nuansa tahun ini berbeda dari sebelumnya, cukup semarak apalagi melekat kepadanya tagline “SEIFA” (Sedulang Internasional Festival)—terbersit obsesi besar dalam diri panitia penyelenggara akan masa depan perguruan tinggi ini.

Cukup melelahkan pastinya, maka ia perlu diapresiasi terlepas beberapa kekurangan dalam proses penyelenggaraannya. Berikutnya perlu evaluasi agar menjadi lebih baik dalam rapat khusus sekaligus pembubaran panitia bila ada.

Memperkuat Peradaban Menuju Supremasi. Pasca diraihnya grade “Baik Sekali” APT (Akreditasi Perguruan Tinggi) dan beberapa program studi serta grade “Unggul” dua program studi; Pendidikan Agama Islam (Strata 1) dan Pendidikan Agama Islam Strata 2) memberi harapan baik, mengindikasikan bahwa perguruan tinggi ini mulai serius apalagi dikuti Disnatalis ke-21 yang cukup meriah.

Mudah-mudahan hal tersebut selaras dengan makna filosofis visi lembaga sekaligus sinyal kuat bagi rektor berikutnya siapapun orangnya—tidak hanya ingin menjabat, melainkan berbuat untuk kebesaran lembaga, IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, bukan lagi kata”STAIN” yang selalu saja terdengar.

Mari memedulikan diri kita sebagai sivitas akademika terhadap PTKIN satu-satunya di Kepulauan ini atas dasar hak dan kewajiban, melangkah pasti memperkuat Peradaban Menuju Supremasi, “Strengthening an Islamic Civilization”

Leave a Reply