PANGKALPINANG, LASPELA — Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Hidayat Arsani meniadakan malam puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-25 Provinsi Babel menuai reaksi keras dari Forum Presidium Perjuangan Pembentukan Provinsi Babel.
Forum yang menjadi saksi lahirnya provinsi ini menilai kebijakan tersebut menghapus momen sakral yang selama dua dekade menjadi simbol rasa syukur dan refleksi perjuangan pembentukan Babel.
Ketua Forum Presidium, Muhtar Motong, menegaskan pihaknya tidak sepakat dengan pernyataan Gubernur Babel yang menyebutkan malam puncak HUT Babel sebagai kegiatan hura-hura.
“Selama 24 tahun kami merayakan HUT Babel, tidak pernah ada acara joget-joget atau foya-foya. Itu murni malam refleksi, tempat bersilaturahmi, mengevaluasi capaian pembangunan, dan memberi masukan politik untuk kemajuan daerah,” ujar Muhtar usai rapat bersama koordinator wilayah Presidium di Pangkalpinang, Kamis (30/10/2025).
Ia menilai pernyataan Gubernur terlalu simplistik dan melukai semangat para pejuang pembentukan provinsi.
“Malam resepsi itu bentuk rasa syukur dan ajang mengenang perjuangan kita. Kalau disebut hura-hura, itu tidak berdasar,” tegasnya.
Muhtar juga mengumumkan dua keputusan penting hasil rapat Presidium. Pertama, seluruh koordinator wilayah diminta tetap menggelar kegiatan HUT Babel bersama pemerintah kabupaten/kota masing-masing. Kedua, Presidium sepakat tidak menghadiri rapat paripurna dan upacara peringatan HUT ke-25 yang digelar Pemerintah Provinsi.
Sementara Wakil Ketua Presidium, Syahrial, menyoroti aspek anggaran yang disebut telah disahkan DPRD.
“Anggaran HUT sudah diketok, tidak bisa diubah sepihak oleh eksekutif tanpa persetujuan legislatif. Ini catatan serius bagi Pak Gubernur,” ujarnya.
Syahrial pun berharap ada klarifikasi resmi dari Pemprov Babel. “Momen sakral ini jangan dihilangkan. Kami sangat menyayangkan keputusan tersebut,” tutupnya.
Gubernur: “Kita Tidak Berpesta, Kita Berbagi”
Berbeda dengan nada keras Presidium, Gubernur Babel Hidayat Arsani justru menegaskan bahwa langkah meniadakan malam puncak merupakan bentuk kepedulian terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
“Perekonomian kita sedang tidak baik-baik saja. Presiden dan Menteri Dalam Negeri juga mengimbau kepala daerah untuk tidak berfoya-foya. Maka saya putuskan, malam puncak HUT Babel ditiadakan dan dananya kita alihkan untuk sembako,” tegasnya.
Menurut Hidayat, dana yang semula dialokasikan untuk perayaan akan digunakan untuk menyalurkan 2.525 paket sembako kepada masyarakat kurang mampu. Bahan pokok utamanya berupa beras produksi petani Desa Rias, Kabupaten Bangka Selatan, yang juga diharapkan mampu menggerakkan ekonomi lokal.
“Daripada pesta, lebih baik berbuat nyata. Walaupun hanya sembako Rp200 ribu, tapi manfaatnya langsung dirasakan rakyat. Kita berpuasa dulu dari kemewahan, demi masyarakat Babel,” ujar Hidayat.
Kepala Biro Pemerintahan Setda Babel, Kurniawan, menjelaskan, program tersebut juga melibatkan Perum Bulog dan para petani lokal.
“Anggaran HUT dialihkan untuk membeli 12,5 ton beras dari Desa Rias. ASN di lingkungan Pemprov pun diarahkan membeli beras lokal agar ekonomi petani terus bergerak,” jelasnya.
Dua Sikap, Satu Tujuan: Cinta Babel
Perbedaan pandangan antara Gubernur dan Presidium memperlihatkan dua sisi semangat yang sama: kepedulian terhadap Bangka Belitung.
Presidium menilai penghentian malam puncak mengaburkan nilai sejarah perjuangan pembentukan provinsi. Sementara Gubernur Hidayat melihat, saat ini saatnya berempati, bukan berpesta. (chu)







Leave a Reply