PANGKALPINANG, LASPELA – Sebagai lembaga yang berkomitmen menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan pembangunan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terus memainkan peran aktifnya sebagai jembatan aspirasi rakyat dan mitra strategis bagi pemerintah serta dunia usaha.
Komitmen tersebut kembali dibuktikan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di ruang Banmus DPRD Babel, Rabu (29/10/2025), dengan menghadirkan masyarakat penambang Desa Bukit Layang, PT Timah Tbk, serta pihak terkait lainnya. Pertemuan ini menjadi wujud nyata kehadiran DPRD Babel dalam mencari solusi atas dinamika aktivitas pertambangan di wilayah PT Gunung Maras Lestari (GML).

RDP dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, didampingi Wakil Ketua Eddy Iskandar, Edi Nasapta, dan anggota Komisi III DPRD Babel. Suasana dialog berlangsung terbuka, hangat, dan penuh itikad baik, mencerminkan komitmen DPRD Babel dalam membangun komunikasi dua arah yang produktif antara masyarakat dan perusahaan.
Peran DPRD Babel: Mencari Solusi, Menjaga Keseimbangan
Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, menegaskan bahwa DPRD hadir untuk memastikan aktivitas pertambangan rakyat tetap dapat berjalan secara legal, aman, dan memperhatikan aspek lingkungan.
“Kami ingin memastikan masyarakat penambang tetap bisa bekerja, tetapi juga dalam koridor hukum yang jelas dan tidak merusak lingkungan,” ujar Didit.
Menurutnya, DPRD Babel mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat, sekaligus menjaga tanggung jawab sosial dan lingkungan agar tambang rakyat dapat beroperasi secara tertib dan berkelanjutan.
Empat Kesepakatan Strategis Hasil Fasilitasi DPRD Babel
Sebagai hasil dari proses dialog intensif tersebut, DPRD Babel berhasil memfasilitasi tercapainya empat poin kesepakatan penting antara masyarakat penambang dan PT Timah, yaitu:
1. Penambang timah yang menggunakan teknologi sebu-sebu dan dompeng diperbolehkan beroperasi di blok-blok yang telah ditentukan.
2. Harga jual pasir timah tetap mengacu pada kesepakatan sebelumnya, yakni Rp300 ribu per kilogram dengan kadar SN 70.
“Alhamdulillah tuntutan masyarakat Bukit Layang ini dapat dipenuhi oleh PT Timah, mereka minta yang menggunakan TI sebu-sebu dan dompeng diakomodir oleh PT Timah untuk blok-blok cadangan timah,” jelas Didit.
3. Penggunaan alat berat (PC) tidak boleh dimonopoli oleh pihak tertentu agar biaya operasional tetap adil dan efisien.
4. PT Timah diminta membuka peluang kemitraan bagi CV lain, tidak hanya CV TMR, agar pemerataan usaha dapat terwujud di lapangan.
Didit menegaskan, DPRD Babel akan mengawal langsung pelaksanaan kesepakatan ini hingga terealisasi sepenuhnya.
“Kita DPRD Babel meminta ini diwujudkan, karena di poin satu sampai tiga ini wewenang dari PT Timah dan CV. Dan kita tunggu kejelasan ini,” tegasnya.

Selain itu, DPRD juga memastikan PT Timah siap memfasilitasi ketersediaan air guna mendukung aktivitas pertambangan masyarakat secara berkelanjutan.
“Ketersediaan air akan difasilitasi PT Timah untuk mendukung aktivitas pertambangan masyarakat,” pungkas Didit
Kawal Kepentingan Rakyat
Anggota DPRD Babel, Himmah Olivia, turut menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap aktivitas pertambangan agar manfaat ekonomi benar-benar dirasakan rakyat di sekitar wilayah tambang.
“Fakta di lapangan terjadi disparitas harga yang sangat lebar, alasan mitra bahwa mereka ketika menambang dikenakan bayar ganti rugi kepada pemegang HGU PT GML,” ujarnya.
Menurut Himmah, PT Timah dan mitra harus lebih berpihak pada masyarakat dengan memberikan harga beli pasir timah yang layak dan tidak memberlakukan ganti rugi yang tidak semestinya.
“Semestinya tidak ada istilah ganti rugi lahan bagi mitra PT Timah bila ingin menambang dalam kawasan IUP PT Timah, karena PT GML selama ini tidak memenuhi kewajiban mereka atas kebun plasma 20 persen untuk rakyat terdampak,” tegasnya.
Perwakilan masyarakat Bukit Layang, Daud, mengungkapkan keluhan dan harapannya agar perusahaan lebih menghargai keberadaan masyarakat di sekitar lokasi tambang.
“Kegiatan perusahaan bermitra dengan PT Timah ketika masuk dan beroperasi, tidak pernah mengucapkan assalamualaikum kepada desa setempat, malah perusahaan diduga terlibat dalam pengrusakan alat tambang milik warga sekitar,” ungkapnya.

Bagi DPRD Babel, masukan dari masyarakat seperti ini menjadi dasar moral dan politik dalam menjalankan fungsi pengawasan dan advokasi publik. DPRD berkomitmen mendorong terciptanya hubungan yang sehat antara korporasi dan masyarakat demi pembangunan ekonomi daerah yang inklusif.
Melalui forum ini, DPRD Babel menegaskan posisinya sebagai lembaga yang proaktif, terbuka, dan solutif dalam menyelesaikan persoalan pertambangan rakyat.
Langkah konkret DPRD memfasilitasi RDP ini merupakan bukti nyata kehadiran pemerintah daerah di tengah masyarakat — menghadirkan keadilan, kepastian hukum, dan kesejahteraan bersama.
Dengan kolaborasi yang konstruktif antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah daerah, DPRD Babel optimistis pertambangan di Bangka Belitung dapat berkembang secara tertib, legal, dan berwawasan lingkungan.








Leave a Reply