PANGKALPINANG, LASPELA--Masyarakat penambang menggelar aksi demo yang berakhir ricuh di PT Timah Tbk, Senin (6/10/2025) lalu. Beberapa tuntutan prioritas yakni soal harga, proses pencairan yang lambat serta keberadaan satgas tambang. Hasilnya disepakati, PT Timah Tbk akan membeli timah dengan harga Rp 300.000 untuk SN 70 persen dan mempercepat proses pencairan jual beli timah. Akan tetapi realisasinya setelah dua pekan pasca demo, PT Timah Tbk sudah menjalankan kesepakatan membeli timah dengan harga Rp 300.000 untuk SN 70 persen. Akan tetapi tuntutan terkait proses pencairan masih menjadi keluhan beberapa kolektor mitra PT Timah Tbk.
Riko, kolektor mitra PT Timah Tbk di Toboali menjelaskan PT Timah sudah membeli timah kering atau SN 70 dengan harga tinggi sesuai janjinya yakni 300 per SN 70. Naik dari harga sebelumnya. Akan tetapi proses pencairan jual beli timah masih lambat seperti sebelum aksi demo.
“Kalau harga Rp 300 ribu per SN 70. Naik Rp 50 ribu per SN kering,” ucapnya.
Akan tetapi proses pencairan PT Timah Tbk masih jadi kendala bagi sejumlah kolektor mitra PT Timah.
“Kalau proses pencairannya sama seperti sebelumnya, masih lama dan lambat,” katanya, Senin (20/10/2025).
Hal yang sama disampaikan Asong salah satu kolektor timah di Toboali. Untuk harga jual ke PT Timah Tbk, katanya sesuai kesepakatan bersama yakni Rp 300 ribu per SN 70. Namun demikian, ada pemotongan 8 persen untuk CV atau pemilik perusahaannya.
“Kalau harga dari PT Timah itu Rp 300 ribu, namun dipotong CV 8 persen jadi masih Rp 276 ribu,” ucapnya.
Kalau pencairan itu dari PT Timah ke pemilik CV mitra. Jadi CV membayar 90 persen dulu, sisa 10 persennya 2 atau 3 minggu baru cair.
“Dibayar CV 90 persen, sisa 10 persen tunggu 2 atau 3 Minggu lagi,” bebernya.
Sedangkan harga beli timah ke penambang disesuaikan dengan kondisi basah dan kering. Riko menjelaskan untuk harga beli timah ke penambang dengan kondisi basah yakni di angka Rp 160.000- Rp 170.000 per kilogram.
“Kalau harga beli timah sekarang di angka Rp 160 -170 ribu per kilogram,” ujarnya.
Ia juga menuturkan, dalam sehari bisa menampung timah dari penambang sebanyak 300 hingga 400 kilogram.
“Kalau sehari bisa menampung timah penambang kisaran 300 kilogram sampai 400 kilogram,” ujarnya.
Terpisah, Asong salah satu kolektor timah di Toboali menambahkan untuk harga beli timah ke penambang dengan kondisi basah yakni di angka Rp 150- Rp 160 ribu per kilo.
“Kalau kita beli ke penambang timah basah itu tergantung kadarnya ya, antara 150 ribu hingga 160 ribu,” ujarnya.
Namun jika dibandingkan sebelumnya, harga yang diberikan ini naik kisaran Rp 40 ribu per kilogramnya.
“Kurang lebih naik Rp 40 ribu,” sebutnya.
Ia juga mengatakan dalam sehari hanya mampu membeli dan menampung timah dari penambang 100 hingga 150 kilogram.
“Kalau sehari kita hanya bisa menampung 100 hingga 150 kilogram,” terangnya.
Naik Tak Signifikan Tapi Sudah Bisa Dijual
Sejumlah penambang di Kecamatan Mentok mengaku belum melihat adanya perubahan harga di tingkat kolektor. Bahkan, harga justru cenderung menurun dalam beberapa hari terakhir.
“Saat ini harga timah berbeda-beda, ada yang ambil Rp170 ribu, ada juga yang beli Rp165 ribu, tergantung pembelinya,” ujar Kiki, salah satu penambang di Kecamatan Mentok, Minggu (19/10/2025).
“Itu harga setelah demo, kalau sebelum demo sempat Rp 180 ribu per kilo, tapi jualnya agak susah,” sambungnya.
Kiki menuturkan, para penambang masih menjual hasil tambang mereka secara bebas kepada para kolektor atau penampung di sekitar wilayah Mentok.
“Jual nggak nentu, siapa yang paling tinggi, kadang ada pembeli bawa mobil langsung ke lokasi tambang,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Ari, penambang lainnya, yang menyebut belum ada perubahan signifikan pada harga beli timah setelah aksi unjuk rasa tersebut.
“Harga masih seperti inilah, tapi masih syukur dibeli. Nggak susah jualnya kalau sekarang,” kata Ari.
Meski begitu, ia mengaku masih bersyukur karena kondisi kerja saat ini relatif lebih tenang.
“Yang paling penting itu dapat kerja dengan tenang, nggak ada razia. Capek juga kalau harus sebentar kerja, sebentar berhenti. Bingung ngatur modal,” ujarnya.
Minim Sosialisasi Soal Koperasi Merah Putih
Pemerintah dan PT Timah Tbk merencanakan aktivitas pembelian pasir timah akan dilakukan Koperasi Merah Putih. Akan tetapi rencana ini belum tersosialisasikan kepada para penambang sehingga sebagian penambang menjadi bingung.
“Kalau kami sebagai penambang rakyat ini, belum tahu bagaimana sistem jual pasir timah ke koperasi merah putih soalnya belum ada sosialisasi jadi kami juga bingung bagaiman sistemnya,” kata Akuet penambang kecil saat ditemui di Toboali, Senin (20/10/2025).
Ia menyebutkan, kalau saat ini kolektor dari mitra PT Timah beli timah dari penambang tergantung kadarnya.
“Kolektor beli harga tertinggi saat ini timah bagus, SN 74 harga Rp 180 ribu. Timah paling rendah atau paling standar harga Rp 140- Rp 150 ribu,” sebutnya.
Ia mengungkapkan, alasan penambang menjual ke mitra PT Timah karena ada kecemasan jika hasil tambang mereka dapat dijual ke kolektor yang bukan dari mitra PT Timah.
“Mau dak mau kami jual ke mitra mereka (pt timah). Karena kami takut kalau jual ke kolektor ilegal dan juga sekarang ini kolektor timah yang biasa kami jual ke mereka sekarang-sekarang ini tidak berani beli timah dari kami penambang, katanya takut dilaporkan,” ungkapnya.
Terpisah, Rendi seorang penambang upin ipin juga menyebutkan rata-rata penambang kecil menjual timah ke Mitra PT Timah.
“Mereka kolektor tapi terafiliasi ke Mitra PT Timah,” ujarnya.
Ia menuturkan, alasan menjual timah ke mitra walaupun harganya lebih murah karena tidak mau mengambil resiko.
“Mereka berjual ke Mitra karena tidak berani ngambil resiko dengan adanya aksi kemarin,” ucapnya.
Saat disinggung pembelian ke kolektor kecil, ia menuturkan saat ini masih sepi bahkan terkesan tertutup lantaran takut jadi persaingan bisnis dan dilaporkan ke tim satgas.
“Masih sepi terkait jual beli pasir Timah. Karena kolektor kecil tidak dapat duit,” pungkasnya.
Terkait wacana pasir timah rakyat dibeli oleh koperasi merah putih ia menyebutkan belum mengetahui secara pasti bagaimana mekanismenya.
“Posisi masyarakat tidak tahu terkait koperasi merah putih, apakah kolektor-kolektor masuk ke koperasi artinya penambang belum tahu terkait informasi tersebut,” bebernya. (Pra/Oka)
Leave a Reply