JAKARTA, LASPELA — Meski disibukan dengan urusan kenegaraan, Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya ternyata terus meningkatkan kemampuan akademisnya.
Tokoh nasional yang akrab disapa BPJ ini berhasil lulus Program Doktor Ilmu Ekonomi (Sustainable Development Management) Universitas Trisakti, Senin (20/10/2025).
Ia berhasil meraih gelar Doktor dengan predikat Sangat Memuaskan.
Sidang terbuka promosi doktor tersebut digelar di Ruang Auditorium Gedung S lantai 8, Kampus A Universitas Trisakti, dengan disertasi berjudul “Pengembangan Model Tata Niaga Pertimahan yang Berkelanjutan.”
Hadir dalam sidang terbuka tersebut kedua orang tua, anak dan istri Bambang Patijaya para pimpinan Komisi XII DPR RI, anggota DPR RI dan DPD RI Dapil Bangka Belitung dan sejumlah tokoh lokal maupun nasional.
Bambang Patijaya atau yang akrab disapa BPJ, merupakan mahasiswa angkatan 18 tahun akademik 2020/2021.
Ia telah menyelesaikan seluruh tahapan akademik mulai dari perkuliahan, seminar proposal, seminar hasil penelitian, hingga ujian tertutup sebelum akhirnya maju ke tahap ujian terbuka.
Dalam paparannya, BPJ menjelaskan bahwa disertasi tersebut dilatarbelakangi oleh kompleksitas sektor pertambangan timah di Indonesia, khususnya di Bangka Belitung yang merupakan provinsi dengan cadangan timah terbesar di Tanah Air.
Indonesia, kata dia, memiliki cadangan timah terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, dengan total cadangan mencapai 800 ribu ton atau sekitar 17 persen dari cadangan global. Namun potensi besar itu belum diimbangi dengan sistem tata kelola yang efektif dan berkelanjutan.
BPJ menguraikan, di sektor hulu, regulasi pertambangan masih belum sinkron, bahkan cenderung menciptakan sentralisasi izin yang bisa bertentangan dengan kewenangan daerah. Di sisi lain, ego sektoral antar kementerian turut memperumit koordinasi kebijakan.
Sementara di sektor hilir, permasalahan muncul dalam aspek ekonomi, sosial, lingkungan, SDM, dan teknologi, sehingga menciptakan praktik oligopoli pertimahan.
Disamping itu, sumberdaya alam timah yang melimpah dihadapkan dengan minimnya sumberdaya manusia di bidang pertambangan dan pengolahan mineral.
“Kompleksitas masalah pertambangan timah baik hulu maupun hilir belum menemukan titik sinkronisasi dan harmonisasi. Di bagian hulu regulasi pertimahan belum mampu menjawab permasalahan yang ada, justru menciptakan sentralisasi izin usaha mineral logam yang dapat bertentangan dengan pemerintah daerah, demikian juga adanya ego sektoral antar Kementrian. Sementara di bagian hilir permasalahan juga nampak pada bidang, ekonomi, lingkungan, sosial, SDM, teknologi sehingga kemudian terjadi oligopoli pertimahan,” jelasnya.
Dalam disertasinya, BPJ menawarkan model tata niaga pertimahan berkelanjutan yang berpijak pada konsep kolaboratif government dan pentahelix.
Melalui model tersebut, BPJ merumuskan empat aspirasi utama dalam pembangunan tata niaga timah berkelanjutan, yakni masyarakat memperoleh penghidupan, aturan ditegakkan, negara mendapatkan penerimaan (PNBP), dan lingkungan tetap terjaga.
“Hal itu sejalan dengan pilar pembangunan ekonomi tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) dan Asta Cita Presiden,” terangnya.
BPJ berharap hasil penelitiannya dapat menjadi referensi kebijakan nasional dalam menata kembali tata niaga timah di Indonesia agar lebih berkeadilan, efisien, dan ramah lingkungan.
“Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kondisi tata niaga pertimahan saat ini, kemudian menganalisis perumusan model tata niaga pertimahan yang berkelanjutan melalui peran kolaboratif government dan pentahelix.
Selain itu memberikan usulan rekomendasi untuk penerapan model tata niaga pertimahan berkelanjutan,” tukasnya. (mah)
Leave a Reply