Opini  

Terima Kasih Pak Prabowo dan Bpj: Menuju Bangka Belitung yang Berdaulat

Oleh: Eddy Supriadi Dosen Universitas Pertiba Babel

Avatar photo
Editor: Iwan Satriawan
Eddy Supriadi

Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi lebih dari sekadar agenda kenegaraan.

Ia membawa semangat baru: “The return of people’s wealth to the people” pengembalian kekayaan rakyat kepada rakyat. Dalam bahasa kita, itulah makna sejati dari negara yang hadir.

Presiden menyerahkan aset rampasan korupsi senilai lebih dari Rp7 triliun, termasuk enam smelter timah besar yang selama ini menjadi simbol paradoks: kaya sumber daya, tetapi banyak rakyat miskin di sekitar tambang.

Langkah ini menandai babak baru: kekayaan yang selama ini “disandera oleh keserakahan” kini mulai dikembalikan untuk kepentingan publik dan pemerintah daerah.

Momentum Komitmen Bersama: Dari Pusat hingga Daerah

Acara kenegaraan itu menjadi saksi nyata kebersamaan politik dan moral yang jarang kita lihat di negeri ini.

Hadir lengkap Gubernur Hidayat Arsani yang kini kembali aktif memimpin, seluruh bupati dan wali kota se-Bangka Belitung Pimpinan DPRD Provinsi Babel, serta Bambang Patijaya (Bpj), anggota DPR RI sekaligus Ketua Komisi XII yang membidangi energi, sumber daya mineral, dan lingkungan hidup.

Kehadiran mereka bukan sekadar formalitas protokol, tetapi bentuk komitmen nyata bahwa Bangka Belitung siap bersatu mengelola kekayaan daerahnya secara bersih dan berdaulat.

Untuk pertama kalinya, arah pembangunan Babel tampak mengerucut pada satu tekad: rakyat tidak boleh sekadar jadi penonton dari sumber daya yang ada di tanahnya sendiri.

Rampasan Korupsi untuk Pemerintah Daerah: Menyembuhkan Luka Lama

Presiden menegaskan bahwa aset rampasan korupsi tidak boleh berhenti di meja pusat. Ia harus menjadi modal pembangunan daerah, bukan sekadar catatan angka di neraca keuangan negara.

Artinya, smelter dan aset yang kini dikuasai negara akan bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan riil rakyat: membuka lapangan kerja, memperkuat tambang rakyat yang legal, dan memperbaiki sistem distribusi hasil timah agar tidak lagi diselundupkan keluar negeri.

Baca Juga  PT Timah Sepakat Beli Timah SN 70 Persen Rp 300.000, Bambang Patijaya Tekankan Mekanisme yang Berpihak ke Masyarakat

Langkah ini menunjukkan reformasi fiskal dan moral secara bersamaan. Uang dan aset yang dulu dicuri dari rakyat, kini dikembalikan kepada rakyat.

“The stolen wealth has returned to its rightful owner” kekayaan yang dicuri kini kembali kepada pemilik yang sah: masyarakat Bangka Belitung.

BPJ dan Politik Keberanian: Dari Senayan ke Lapangan

Dalam momen itu, Bambang Patijaya (BPJ) tampil bukan sebagai pejabat pusat yang berjarak, tetapi sebagai jembatan antara rakyat dan negara.

Sebagai Ketua Komisi XII DPR RI, ia membawa pesan bahwa kebijakan tambang rakyat, harga timah, dan legalitas produksi harus menjadi prioritas nasional.

Beberapa pekan sebelumnya, BPJ bahkan turun langsung menemui para penambang yang menuntut harga timah SN70 sebesar Rp300.000/kg dan penegakan hukum terhadap penyelundupan.

Tindakan itu menggambarkan politics of courage politik keberanian di mana seorang wakil rakyat memilih hadir di tengah rakyat, bukan bersembunyi di balik rapat formal.

Kita jarang melihat harmoni seperti ini: Presiden, gubernur, seluruh kepala daerah, dan wakil rakyat pusat duduk dalam satu frekuensi kesadaran. Itulah politik persatuan yang sesungguhnya.

Fiskal Daerah Sedang Sesak Napas: Saatnya Menjadi Manager of Balance

Namun di balik tepuk tangan itu, realitas fiskal daerah masih “sesak napas”. Belanja pegawai, tunjangan, dan rekrutmen P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) terus meningkat, sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) stagnan.

Jika tidak ada terobosan di sektor produktif seperti tambang, perkebunan, dan maritim, maka daerah hanya akan hidup dari “infus dana pusat”.

Di sinilah pentingnya kepala daerah menjadi “manager of balance”, bukan “actor of applause”.

Dalam bahasa sederhana: pemimpin publik jangan sibuk mencari tepuk tangan, tetapi bekerja menjaga keseimbangan antara kebijakan sosial dan kapasitas fiskal.

Leadership is not about applause, but about balance kepemimpinan bukan tentang tepuk tangan, melainkan tentang keseimbangan.

Peluang dan Tanggung Jawab Baru

Baca Juga  PT Timah Sepakat Beli Timah SN 70 Persen Rp 300.000, Bambang Patijaya Tekankan Mekanisme yang Berpihak ke Masyarakat

Dengan dikembalikannya aset rampasan korupsi kepada negara dan pembukaan ruang tambang legal untuk rakyat, maka Bangka Belitung memiliki peluang emas untuk memperbaiki wajah ekonominya. Tapi peluang itu harus dikelola dengan integritas.

Pemerintah daerah harus memastikan bahwa:

1. Tambang rakyat benar-benar legal, aman, dan berkelanjutan.

2. Pendapatan daerah meningkat melalui tata kelola pajak dan retribusi yang transparan.

3. CSR perusahaan diarahkan pada pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup bukan hanya proyek kosmetik.

4. Smelter rampasan korupsi dikelola sebagai “aset bersama”, bukan dikuasai oleh kelompok baru.

Jika semua elemen ini dijalankan, maka Babel akan menjadi contoh nasional bagaimana rampasan korupsi bisa berubah menjadi energi pembangunan.

Dari Luka ke Kebangkitan

Selama puluhan tahun, masyarakat Bangka Belitung hidup dalam paradoks: di atas tanah kaya timah, tapi di bawah langit yang tak pernah adil.

Kini sejarah memberi kesempatan kedua melalui tangan Presiden Prabowo dan komitmen pemimpin daerah untuk menulis bab baru: dari luka menjadi kebangkitan.

Kita tidak lagi bicara soal siapa yang salah, tetapi tentang siapa yang berani memperbaiki.

“The wealth of this land belongs to its people, not to corruption.”

Kekayaan tanah ini milik rakyatnya, bukan milik korupsi.

Penutup: Terima Kasih, Pak Presiden

Terima kasih Pak Presiden Prabowo Subianto, atas kehadiran dan ketegasan di negeri Serumpun Sebalai.

Kunjungan Bapak bukan sekadar protokol, tetapi sinyal moral bahwa negara hadir bukan untuk menonton, melainkan untuk bekerja bersama rakyat.

Kami di Bangka Belitung menyambut langkah ini dengan tekad baru: membangun tata kelola yang adil, menata tambang rakyat yang bermartabat, dan memastikan setiap butir timah yang diangkat dari tanah ini menjadi berkah, bukan bencana.

“Terima kasih, Pak Presiden karena Bapak telah mengembalikan harapan yang lama dicuri dari rakyat.”.(*)

Leave a Reply