SUNGAILIAT, LASPELA — Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya menegaskan pentingnya edukasi dan sosialisasi publik terkait teknologi nuklir agar masyarakat tidak lagi takut takut terhadap penggunaannya.
Menurutnya, saat ini tingkat keamanan teknologi tersebut sudah sangat tinggi dan terus mengalami penyempurnaan.
“Nuklir adalah sesuatu yang harus benar-benar dijelaskan dengan baik kepada masyarakat, sehingga kepercayaan publik terhadap yang namanya nuklir dapat terjawab dengan tuntas. Hari ini, teknologi nuklir sudah sangat tinggi tingkat keamanannya. Problem-problem di masa lalu sudah banyak diperbaiki,” kata Bambang dalam kegiatan Bakti Pengawasan BAPETEN dalam Rangka Pengawasan Ketenaganukliran untuk Keselamatan, Keamanan dan Garda Aman, di Stisipol Pahlawan 12, Sungailiat, Selasa (7/10/2025).
Ia menjelaskan, saat ini terdapat 440 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang beroperasi di berbagai negara dan menyuplai sekitar 9 persen kebutuhan energi dunia.
Sementara Indonesia sendiri telah memiliki tiga reaktor nuklir yang masih berskala riset berlokasi di Serpong, Yogyakarta, dan Bandung.
“Kalau berbicara masalah nuklir, Indonesia sebenarnya sudah sangat terdepan di kawasan ASEAN. Dari sisi regulasi saja, kita sudah memiliki payung hukumnya sejak tahun 1997,” jelasnya.
BPJ menambahkan, sebagai Ketua Komisi XII DPR RI, dirinya bersikap moderat dan berimbang dalam melihat perkembangan teknologi energi, termasuk nuklir.
Namun demikian, ia menekankan pentingnya sosialisasi kepada publik untuk membangun pemahaman yang benar.
“Sosialisasi terhadap perkembangan nuklir ini harus selalu dikedepankan, karena bagaimanapun saya harus bersikap moderat. Saya juga adalah orang yang mengetok (mengesahkan) Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (PPKEN),” katanya.
Dalam kebijakan energi nasional yang baru, kata BPJ, pemerintah sudah tidak lagi menempatkan nuklir sebagai opsi terakhir dalam transisi energi.
“Kalau dalam kebijakan energi yang lama tahun 2014, dikatakan bahwa nuklir adalah alternatif terakhir. Artinya, baru digunakan setelah batubara, sinar matahari, angin, dan air sudah tidak bisa lagi dimanfaatkan. Tapi sekarang, kita sudah sepakat tidak lagi dengan kalimat itu,” jelasnya.
BPJ juga mengakui bahwa perdebatan antarpendukung sumber energi baik fosil, energi baru terbarukan, maupun energi baru masih menjadi dinamika yang harus dihadapi bersama dengan pendekatan ilmiah dan komunikasi publik yang baik.
“Sebenarnya saat itu persaingan antar pengusung teknologi, karena ada garisan energi fosil, energi baru terbarukan, apalagi energi baru,” tukasnya. (mah)
Leave a Reply