PANGKALPINANG, LASPELA – Ratusan warga dari berbagai daerah memadati gedung DPRD Provinsi Bangka Belitung pada Rabu, (10/9/2025) menyuarakan delapan tuntutan krusial terkait kondisi pertambangan dan penolakan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Aksi yang dikoordinir oleh Muhammad Rosidi ini menjadi refleksi kegelisahan masyarakat terhadap kebijakan yang dianggap belum berpihak kepada rakyat kecil.
Dalam orasinya, Muhammad Rosidi menyerukan persatuan seluruh elemen legislatif, baik DPD RI maupun DPR RI, untuk tidak menjadikan rakyat sebagai “tumbal” dan menghentikan manuver politik yang justru memperkeruh suasana.
“Rakyat jangan selalu dijadikan tumbal, lalu politisi jangan memainkan isu konflik. Saya harap semua bersatu anggota DPD RI, DPR RI dan semuanya bersatu untuk rakyat,” tegas Rosidi.
Menanggapi aksi tersebut, Ketua DPRD Provinsi Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, menekankan pentingnya sinergitas antara berbagai pihak.
Ia berharap agar Gubernur, PT Timah, DPRD, dan Forkopimda dapat duduk bersama mencari solusi terbaik.
“Harapannya ini duduklah satu meja, Gubernur, PT. Timah, DPRD harus satu meja Forkopimda. Ini seakan-akan larinya ke DPRD, meskipun mereka kesini artinya masih percaya dengan DPRD daripada mereka tidak kesini,” ujar Didit.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Bangka Belitung, Eddy Iskandar, turut merespons beberapa tuntutan.
Terkait perizinan pertambangan rakyat (IPR), Eddy menjelaskan bahwa prosesnya sedang dipercepat dan melibatkan Universitas Bangka Belitung (UBB) dalam penyusunan akademik serta draf Perda, dengan harapan segera rampung.
“Berkaitan dengan IPR ini sedang dikerjakan IPR sudah dipercepat ini juga sudah di UBB, dalam penyusunan akademik dan drafnya Perda semoga segera selesai,” jelas Eddy.
Sementara itu, isu penolakan HTI juga menjadi perhatian serius. DPRD Provinsi Bangka Belitung berkomitmen untuk segera berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat. “Berkaitan dengan HTI, ini besok kawan-kawan akan berangkat ke kementerian menyampaikan aspirasi masyarakat,” ungkap Eddy.
Aliansi Peduli Penambang Rakyat Bersatu Babel merumuskan delapan tuntutan utama, antara lain:
1. Mendesak eksekutif dan legislatif Babel serta Direktur Utama PT Timah untuk menaikkan harga timah agar berpihak kepada rakyat.
2. Mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindak oknum yang menghalangi kegiatan pertambangan rakyat yang telah memiliki izin resmi.
3. Menghentikan razia dan tindakan represif terhadap penambangan rakyat, khususnya yang dilakukan oleh masyarakat kecil.
4. Mendesak Ketua DPRD Babel untuk mendukung dan tidak menghalangi kegiatan pertambangan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk yang sudah resmi dan legal.
5. Mendesak Ketua DPRD Babel untuk mengultimatum dan memberikan peringatan kepada tujuh anggota legislator DPD dan DPR RI asal Babel agar peduli terhadap wilayah dan rakyat Babel, tidak hanya nyaman dengan jabatan mereka di Senayan.
6. Berharap kepada Direktur Utama PT Timah Tbk untuk membasmi koruptor di internal PT Timah, demi keuntungan perusahaan.
7. Berharap kehadiran Satgas Timah tidak menimbulkan ketakutan di masyarakat, dan membiarkan penambang rakyat bekerja dengan tenang, karena mereka percaya anggota Satgas Timah memiliki hati nurani.
8. Mendesak eksekutif dan legislatif untuk segera memproses IPR yang sudah memiliki Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan mengupayakan percepatan pengajuan serta penerbitan IPR bagi yang belum memiliki WPR.
Aksi ini menjadi bukti bahwa suara rakyat memiliki kekuatan untuk mendesak perubahan dan menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan kebijakan yang adil dan berkelanjutan. (chu)
Leave a Reply