ADA fenomena menarik, dalam memperingati hari kemerdekaan ke 80 negara yang kita cintai Indonesia, khusunya di Kabupaten Bangka. Gegap gempita hari kemerdekaan, yang seharusnya dirasakan masyarakat, sirna seketika. Pawai, karnaval ditiadakan dengan alasan klasik, takut ada keributan mengganggu ketenangan pelaksanaan pemilihan kepala daerah ulang 2025. Aneh ini? Terus untuk apa aparat keamanan daerah ini?
Nah, ini baru kisah menarik, pemerintah takut? Yang benar saja? Ya benerlah! Ya ampun! Kok sebegitunya ya! Ada apa sebenarnya? Pilkada! Paham Mas Bro! Kenapa bertanya? Pilkada itu tadi loh, kok seperti monster yang menakutkan. Sehingga kemeriahan hari kemerdekaan negara kita, Indonesia, kalah dengan Pilkada.
Woo! Memperihatinkan Mas Bro? Dahsyatnya imbas dari pilkada. Merambat ke mana-mana, sampai hak rakyat terampas. Kemerdekaan sepertinya hanya slogan belaka dan hanya orang-orang berkuasa, berduit memiliki kemerdekaan. Momen hari kemerdekaan bangsa kita, seperti tidak bernyawa. Kegembiraan rakyat merasakan denyut nadi kemerdekaan terhenti. Sungguh catatan sejarah kelam dalam memperingati kemerdekaan bangsa di daerah ini.
Moment yang ditunggu tunggu warga masyarakat, untuk menyaksikan pawai, karnaval dengan segala keunikan, sirna. Belum lagi para pedagang yang setiap tahunnya mengais rezeki lewat kemeriahan pawai, karnaval hari kemerdekaan, juga terhenti. Kreativitas para pelajar menampilkan gagasan ke rakyat juga mati. Kota ini benar-benar sepi, tidak terlihat sibuknya para pelajar berlatih baris berbaris. Sungguh kenyataan ini membuat kebijakan pemerintah tidak populer. Bahkan sumpah serapah dari rakyat terus mengiang karena kebijakan tanpa dasar jelas, hanya rasa takut berlebihan.
Sehingga rakyat tidak dibuat enak. Rakyat hanya disuguhi, baleho, spanduk para calon bupati dan wakil bupati. Berdesakan nampang di pinggir jalan. Apakah ini arti kemerdekaan sebenarnya bagi rakyat? Tanpa sedikitpun rakyat menerima angin segar pemandangan lain. Langok!
Pilkada yang sejatinya menjadi pesta demokrasi, berubah jadi pesta ketakutan bagi para petinggi petinggi pembuat kebijakan. Ironisnya pelaksanaan pencoblosan surat suara belum dilakukan, sudah menimbulkan kegaduhan berkepanjangan. Luar biasa pihak penyelenggara pilkada menggoreng calon-calon bupati dan wakil bupati berbenturan. Sebentar Mas Bro? Bukan luar biasa? Tapi sudah biasa? Bahwa pihak penyelenggara selalu memainkan peran pada setiap pesta demokrasi? Oh.. begitu ya? Boleh juga? Namun jangan sampai kata demokrasi, huruf tengahnya K berubah huruf T? Jadi DemoTrasi? Kalau Trasi berarti pembusukan. Salah Mas Bro! Benarnya terasi. Iya, ya? Tapi bisa dimaklumi salah sedikit? Pemerintah saja sering salah banyak, semua pada diam?
Mas Bro! Kembali ke laptop! Jangan ngeracau tidak karuan? Apanya yang ngeracau? Ini sekedar mengingatkan! Dampak dari tidak terselenggaranya pawai, karnaval, agustusan. Dikhawatirkan rakyat kecewa! Akhirnya rakyat anti pati, malas datang ke TPS? Waduh!! Jangan Mas Bro! Kita harus sukseskan pilkada ulang dengan hati lapang serta doa panjang. Sepanjang ributnya pemilihan bupati dan wakil bupati Bangka yang sepertinya memanjang ke MK? Amin.
Kita juga tidak tahu, apakah dengan tidak diselenggarakan pawai, karnaval pada peringatan hari kemerdekaan bangsa kita, didaerah ini, tidak terjadi keributan pada pilkada? Toh dari awal proses pilkada, sudah terlihat manuver manuver politik sarat dengan permainan ketidak pastian. Berlanjut, ada calon tidak diloloskan, kemudian nyambung diloloskan dan terjadi lagi empat calon bupati protes keras tidak mau ikut debat.
Pertanyaan yang perlu diajukan ke pihak penyelenggara dan pemerintah, apakah pilkada dijamin tidak ribut? Mungkin tidak ribut? Sehingga kebijakan yang dibangun pemerintah berhasil dan pejabatnya enak. Namun tidak mengenakan bagi rakyat, karena kehilangan momen menonton pawai, karnaval pada hari bersejarah kemerdekaan bangsa.
Sayangnya mencermati adegan per adegan drama pilkada saat ini, tidak menutup kemungkinan akan berkepanjangan. Bahkan bisa-bisa pilkada ulang lagi? Gawat kalau hal ini terjadi? Semoga tidak demikian. Semoga. (*)
Leave a Reply