PANGKALPINANG, LASPELA – Siapa sangka, dari dapur sederhana di permukiman Selindung, Pangkalpinang, muncul sebuah inovasi yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga menghidupkan semangat pemberdayaan perempuan.
Lewat tangan-tangan cekatan para ibu di Mushola Al-Aziroeh, minyak jelantah yang biasa dibuang begitu saja disulap menjadi produk bermanfaat bernama Sabun Mijel.
Sabun Mijel, akronim dari Minyak Jelantah, bukan sekadar sabun serbaguna. Ia adalah simbol kreativitas, kerja sama, dan kepedulian lingkungan.
Digagas oleh kelompok ibu rumah tangga yang sebagian besar juga tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Wijaya Kusuma, produk ini menjadi wujud nyata bagaimana limbah bisa diubah menjadi sumber nilai ekonomi dan harapan.
“Kami melihat banyak minyak bekas yang hanya dibuang begitu saja. Padahal itu bisa mencemari tanah dan air. Dari situlah kami berpikir, kenapa tidak coba diolah menjadi sesuatu yang berguna,” cerita Emi Sudarna, koordinator tim Sabun Mijel, saat ditemui Media Laskar Pelangi, Kamis (7/8/2025).
Sejak 2023, berbekal pengetahuan yang dipelajari dari pelatihan hingga video daring, mereka mulai bereksperimen.
Kini, dua kali dalam sebulan, kelompok ini rutin memproduksi sabun serbaguna secara mandiri mulai dari peracikan, pencetakan, hingga pengemasan, semua dilakukan dengan penuh semangat gotong royong.
Sabun Mijel dibuat dengan proses yang sederhana namun penuh ketelitian.
Minyak jelantah dicampur dengan larutan soda api yang telah dicampur air rendaman daun serai. Setelah diaduk, sabun dituangkan ke cetakan dan dibiarkan mengeras semalaman.
Menariknya, sabun yang awalnya berwarna cokelat akan berubah putih secara alami proses unik yang kini jadi ciri khas Sabun Mijel.
Tak hanya efektif membersihkan noda membandel pada pakaian dan peralatan dapur, sabun ini juga wangi alami tanpa aroma jelantah sedikit pun.
Harga jualnya pun sangat terjangkau hanya Rp5.000 per batang membuatnya cepat dikenal dan disukai warga sekitar.
Sabun Mijel kini bukan hanya produk pembersih, tapi menjadi simbol perubahan bahwa pemberdayaan perempuan bisa dimulai dari hal kecil, di lingkungan sekitar.
Dinas Pangan dan Pertanian Kota Pangkalpinang turut memperkuat langkah gerak ibu-ibu KWT ini, Menurut Yiyi Zilaida, Kepala Bidang Ketahanan Pangan, inisiatif ini merupakan contoh sukses pengelolaan limbah pangan berbasis masyarakat.
“Minyak jelantah termasuk limbah pangan yang berbahaya jika dibuang sembarangan. Tapi para ibu ini berhasil mengolahnya menjadi sabun bermanfaat. Ini bukti bahwa edukasi dan kreativitas bisa menjadi solusi lingkungan sekaligus peluang ekonomi,” jelasnya.
Melalui berbagai bazar dan kegiatan seperti Gerakan Pangan Murah, Sabun Mijel mulai dikenal lebih luas. Dinas pun berkomitmen terus mendukung promosi dan pengembangan usaha ini.
“Apa yang dilakukan ibu-ibu Mushola Al-Aziroeh adalah pelajaran penting bagi banyak komunitas lain, inovasi tak harus dimulai dari teknologi tinggi atau modal besar. Cukup dari kepedulian, kekompakan, dan tekad untuk membawa perubahan baik untuk rumah tangga, lingkungan, maupun masa depan,” tuturnya. (dnd)
Leave a Reply