Seminar AIPI Bangka Belitung Bahas Pilkada Ulang jadi Momentum Perbaikan Demokrasi Lokal

Avatar photo
Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Bangka Belitung 2024-2028 menyelenggarakan Seminar Nasional dalam rangka menyongsong pelaksanaan Pilkada Ulang Pangkalpinang dan Bangka 2025 di Balai Besar Peradaban (BBP) Rektorat Universitas Bangka Belitung (UBB) pada Senin (4/8/2025)

PANGKALPINANG, LASPELA–Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Cabang Bangka Belitung 2024-2028 menyelenggarakan Seminar Nasional dalam rangka menyongsong pelaksanaan Pilkada Ulang Pangkalpinang dan Bangka 2025 di Balai Besar Peradaban (BBP) Rektorat Universitas Bangka Belitung (UBB) pada Senin (4/8/2025) pukul 13.00 hingga 16.00 WIB. Kegiatan ini bertema “Pilkada ulang Pangkalpinang dan Bangka 2025 sebagai Momentum Perbaikan Demokrasi Lokal”. Pada kesempatan ini juga, para anggota AIPI mendapatkan Surat Keputusan menjadi Pengurus untuk periode 2024-2028.
Acara dibuka dengan sambutan dari Ketua Panitia Seminar AIPI,  Novendra Hidayat, S.I.P., M.Si. Melalui sambutannya, ia mengapresiasi seluruh panitia yang terlibat dalam mensukseskan kegiatan dan seluruh peserta yang berpartisipasi.

“Melalui kegiatan diskusi ini para peserta dapat menggunakan momentum Pilkada sebagai momen perbaikan demokrasi lokal melalui materi yang disampaikan oleh beberapa narasumber yang mumpuni,” harap Novendra Hidayat.

Rektor UBB, Prof. Dr.Ibrahim, M.Si sebagai Ketua AIPI Cabang Babel menekanan ketertarikannya pada momentum Pilkada ulang. Menurutnya, peta politik nasional yang terjadi saat ini sedang berada dalam satu fase yang krusial yakni menguatnya konsolidasi. Olehkarena itu, ia khawatir jika kekuatan hanya tersentralisasi pada elit politik saja, maka akan berpotensi menimbulkan bahaya karena akan menghasilkan lentingan balik.

“Produk demokrasi di negara modern banyak menghasilkan demokrasi menjadi rusak karena konsilidasi terlalu kuat. Jangan sampai negara kita sebagai negara yang baru belajar demokrasi melahirkan demokrasi yang cacat,” ujarnya.

Ibrahim juga menggarisbawahi peran media massa yang dapat dioptimalkan untuk menjadi bahan bakar sehingga mampu menampilkan calon yang mumpuni dan melayani masyarakat.

Senada itu, Ketua Umum PP AIPI Dr. Alfitra Salamm, APU mengungkapkan bahwa produk Pilkada langsung yang nyata adalah koruptor. Ia berharap ada upaya perbaikan yang dapat mereduksi lahirnya koruptor. Sehubungan dengan pelaksanaan Pilkada, menurutnya kasus Pilkada Pangkalpinang dan Bangka adalah cerminan penolakan masyarakat yang mampu berpikir kritis terhadap kotak kosong.

“Kotak kosong adalah koreksi dari cerminan bahwa masyarakat tidak ingin ada oligarki, maka Pilkada ulang ini adalah momen untuk berbenah,” ujarnya.

Terkait itu, Sebagai narasumber pertama, KPU Kota Pangkalpinang Margarita, S.T.,M.M. mengungkapkan bahwa masyarakat yang lebih memilih kotak kosong sudah sangat paham konsekuensi dari pilihannya. Ia menilai bahwa tindakan tersebut merupakan wujud kritis masyarakat dalam mengungkapkan protes terhadap Partai Politik.

Perwakilan Divisi Sosdiklih, Parmas, dan SDM ini optimis bahwa KPU mampu meyakinkan kembali masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pilkada ulang pada 27 Agustus mendatang.

“Bagi kami, menjaga kepercaaan publik itu penting dan menggandeng media adalah perwujudan KPU dalam menjaga transparansi,” ujarnya.

Narasumber selanjutnya, Perwakilan KPU Kabupaten Bangka pada divisi serupa, Corri Ihsan, S.AP.,S.H.,M.H menilai bahwa keberhasilan pemilihan terletak pada bagaimana partisipasi publik diimplementasikan. Menurutnya, keterlibatan publik ini akan sangat berpengaruh terhadap kualitas demokrasi.

“Jika hak politik dapat terakomodir dengan baik, maka masyarakat akan dapat menggunakan haknya secara bertanggungjawab dan Pilkada hari ini merupakan bentuk tanggungjawab secara undang-undang melalui kami KPU dan diawasi oleh Bawaslu sebagai tanggungjawab bersama,”ujarnya.

Mewakili Akademisi, Ariandi A. Zulkarnanin, S.IP.,M.Si. menyoroti tentang representasi politik yang terjadi di Pangkapinang dan Bangka. Narasumber ketiga ini menegaskan bahwa demokrasi lokal tidak cukup hanya dengan penerapan prosedur elektoral. Pilkada, menurutnya bukan hanya tentang siapa yang dipilih tetapi bagaimana ide-ide politik dijalankan.
Melalui forum diskusi, Dosen Politik UBB ini juga menyoroti gejala pemilihan kotak kosong yakni narasi anti elit, politik kemarahan dan munculnya kesadaran.

“Pertama ada narasi anti elit yang dibangun oleh kelompok populis sehingga ada sentimen antara rakyat dan elit. Kedua, ada politik kemarahan karena ada banyak elit yang tidak masuk gelanggang pada Pilkada 2024 lalu. Ketiga munculnya kesadaran, yang mana awalnya tidak terlalu peduli namun pada pemilu memutuskan memilih kotak kosong,”ujarnya.

Ia juga memberikan narasi tentang kerja awak media yang kerap menarasikan tentang segelintir elit. Olehkarena itu, demi terlaksananya Pilkada yang demokratis, maka menurutnya media dapat menarasikan keberimbangan yang memberikan potret dari segala sisi. Dengan demikian membuka ruang publik untuk publik yang mampu berdialektika.

“Siapapun kita, mari kita manfaatkan momen Pilkada ini untuk mampu menjadi mitra deliberatif yang menjadi bagian dari subjek pemilu, bukan objek pemilu semata,” pungkasnya. (*/chu)

Leave a Reply