Petani Sawit Resah, Satgas Pasang Plang Larangan, Apdesi Minta Fokus Perusahaan Besar

Avatar photo
Penulis: Wina DestikaEditor: Admin Laspela
Ketua DPC Asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indonesia (Apdesi) Bangka Tengah, Yani Basaroni

PANGKALPINANG, LASPELA–Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) mulai memasang plang larangan beraktivitas di sejumlah kawasan hutan wilayah Bangka Belitung. Plang tersebut berisi peringatan melarang memasuki kawasan hutan, merusak, menjarah, mencuri, menggelapkan, menguasai, memungut hasil tanaman/tumbuhan hutan dan serta memperjualbelikan lahan tanpa izin dari pihak yang berwenang. Beberapa kawasan hutan yang kini dipasang plang, diantaranya di wilayah Kabupaten Bangka tepatnya di kawasan Taman Nasional Gunung Maras Kecamatan Riau Silip. Luas Taman Nasional Gunung Maras yang ditertibkan, dikuasai atas nama negara mencapai 9299, 91 hektar(HA). Lalu ada pula di Kabupaten Bangka Selatan, tepatnya di Gunung Permis. Adapun kawasan hutan yang ditertibkan, berupa Taman Wisata Alam Gunung Permisan seluas 1.702, 11 hektar.

Ketua DPC Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Bangka Tengah, Yani Basaroni menyampaikan keresahan masyarakatnya setelah kebun-kebun sawit mulai dipasangi plang penanda larangan beraktivitas di kawasan hutan. Ia menekankan bahwa plang yang dipasang umumnya menyasar kebun yang baru dibuka dalam lima tahun terakhir.

“Kalau kebunnya baru, misalnya umur sawitnya satu atau dua tahun, ya itu bisa diperingatkan. Tapi yang sudah bertani sejak zaman orang tua atau kakek-nenek kita, jangan disamakan. Mereka itu petani sejati, bukan perambah liar,” ucapnya.

Roni meminta pemerintah pusat tidak gegabah dalam menyikapi keberadaan kebun sawit masyarakat yang terlanjur masuk dalam kawasan hutan.

“Saya berharap ada perlindungan dan ruang kebijakan bagi petani kecil yang sudah lama berladang,” terangnya.

Selain itu, dirinya menyesalkan adanya pernyataan-pernyataan dari oknum pejabat yang dinilai menambah kegaduhan di tengah masyarakat.

Ia menegaskan bahwa penegakan hukum semestinya fokus pada perusahaan-perusahaan besar yang merambah kawasan hutan, bukan memburu petani kecil.

“Kami harap ada klarifikasi yang tegas, agar masyarakat tenang. Jangan sampai keresahan ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menakut-nakuti,” tegasnya.

“Bahkan ada sebagian kepala desa yang merasa tertekan akibat keresahan warga. Bahkan ada kepala desa yang mengaku tidak bisa tidur karena terus mendapat pesan dari masyarakat yang khawatir lahannya akan disita,” sambung Roni.

Terkait dengan pendataan yang diminta DPRD Babel, pihaknya pun berkomitmen mendukung langkah tersebut guna menyelesaikan permasalahan yang ada.

“14 hari itu untuk melakukan pendataan masyarakat, yang sudah terlanjur bertani di kawasan hutan. Artinya masyarakat juga pro aktif, untuk melaporkan terhadap apa yang sudah dilakukan,” ungkapnya

Kepala Desa Perlang ini juga menekankan pentingnya masyarakat tidak takut melapor, terutama yang benar-benar memiliki kebun warisan atau sudah berladang jauh sebelum aturan kehutanan dibuat.

“Saya yakin, kalau datanya lengkap, pemerintah pusat tidak akan bertindak semena-mena. Peraturan memang ada, tapi tidak boleh melupakan fakta sejarah bahwa masyarakat Bangka Belitung ini petani sejak dulu,” tutupnya.(chu)

 

Leave a Reply