PANGKALPINANG, LASPELA – Di sebuah rumah sederhana di kawasan Opas Indah, Pangkalpinang, senyum tipis tersungging di wajah Ros, seorang nenek berusia 76 tahun.
Meski napasnya masih terdengar berat, dan segenggam obat besar harus ia telan setiap hari, Ros punya satu hal yang ia syukuri: menjadi peserta JKN-KIS BPJS Kesehatan.
Sejak divonis menderita penyakit jantung koroner satu dekade lalu, hidup Ros tak pernah benar-benar tenang. Berulangkali keluar-masuk rumah sakit, hingga terakhir harus menjalani perawatan intensif di RS Siloam Bangka.
“Pada akhir Juni dan awal Juli kemarin saya harus kembali menjalani rawat inap, awalnya di RS Bakti Timah, di sana dirawat selama 6 hari lalu disuruh pulang. Setelah beberapa hari di rumah, saya merasa sesak, keringat dingin, lalu dibawa cucu saya ke klinik terdekat, lalu dirujuk ke RS Siloam. Saya dirawat selama 8 hari dan baru pulang beberapa minggu lalu,” ujarnya, Minggu, (20/7/2025).
Namun, di balik semua itu, ia merasa ditopang oleh satu hal yang tak ternilai: perlindungan kesehatan tanpa harus mengkhawatirkan biaya.
“Cucu menantu saya hanya bekerja sebagai OB, sedangkan cucu saya hanya ibu rumah tangga biasa. Saya sangat terbantu sekali dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan,” ujarnya dengan suara serak dan mata berkaca-kaca.
Cerita Ros hanyalah satu dari jutaan kisah yang menggambarkan arti penting jaminan kesehatan. Di tempat lain, Isnaeni (57), warga Kampak, Pangkalpinang, hidup dengan beban penyakit asma dan sisa trauma kecelakaan motor tahun 2022 yang membuat dua jari kakinya cacat permanen.
“Alhamdulillah sangat bersyukur menjadi peserta JKN, dilayani dengan sangat ramah oleh perawat dan dokter. Sangat membantu setiap kontrol, apalagi saya mendapat bantuan dari pemerintah,” tuturnya.
Setiap malam, ia harus mengoleskan salep agar nyeri di jari yang diamputasi tidak kambuh. Tak hanya asma, ia juga harus rutin memeriksakan kondisi kakinya karena rencana operasi lanjutan sudah menanti tahun depan. Baginya, kartu JKN-KIS bukan sekadar selembar kartu, melainkan jaminan hidup yang tak boleh disepelekan.
“Jangan sampai lengah, karena dengan kepesertaan yang aktif ini dapat membantu kita berobat. Jangan anggap remeh dan membiarkan kartunya tidak aktif,” sebut Isnaeni.
Tak jauh berbeda, Debi Oktavia Sari (38), seorang ibu muda dengan tiga anak, punya pengalaman manis lain bersama JKN-KIS. Suaminya, seorang ASN, pernah dirawat akibat tipes. Berawal dari demam yang dianggap sepele, penyakit itu mengantarkannya ke ruang UGD. Beruntung, semuanya tertangani cepat—dan sepenuhnya ditanggung BPJS.
“Tidak dipungkiri menjadi peserta JKN-KIS sangat memudahkan masyarakat. Saya pribadi merasakan manfaatnya, tanpa diskriminasi dari petugas kesehatan,” ujarnya.
Baginya, kepesertaan JKN-KIS bukan sekadar perlindungan individual, tapi penjaga kesehatan seluruh keluarga. Ia pun tak segan mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga keaktifan kepesertaan.
“Penyakit bisa menimpa siapa saja, kapan saja. Penting bagi kita punya jaminan kesehatan seperti BPJS yang melindungi satu keluarga sekaligus,” tambahnya.
Di balik cerita-cerita penuh harapan ini, ada kerja keras yang terus dilakukan oleh BPJS Kesehatan Kota Pangkalpinang.
Kepala BPJS, Asmalwi Gusmita (Mita), mencatat, cakupan kepesertaan JKN-KIS di Bangka Belitung telah mencapai 98,3 persen dari total penduduk. Angka yang membanggakan, meski masih terus dikejar target nasional 98,6 persen di akhir 2025. Untuk tingkat kepesertaan yang aktif sudah 81 persen. Kondisi ini diakui Mita naik dibandingkan sebelum ia menjabat, yaitu masih 75 persen.
“Jadi peningkatannya signifikan, namun jika kita merujuk Perpres 12 Tahun 2025 target di akhir tahun ini di angka 98,6 persen, dan tingkat keaktifan 80 persen. Jadi kalau di cakupan provinsi kita masih kurang sedikit lagi, namun umumnya semua daerah di Bangka Belitung telah mencapai jumlah kepesertaan sebanyak 98 persen,” katanya, Senin (21/7/2025).
Mita juga menjabarkan jika capaian ini menjadi bukti program JKN-KIS memang betul-betul menerapkan budaya gotong royong, bukan hanya yang sehat membantu yang sakit, tapi juga dari yang kaya membantu yang miskin.
“Capaian ini menunjukkan budaya gotong royong yang menjadi napas program JKN-KIS, bukan hanya yang sehat bantu yang sakit, tapi juga yang mampu membantu yang kurang mampu,” ungkapnya.
Namun tantangan tak berhenti di sana. Menurut Mita, kesadaran peserta mandiri untuk membayar iuran masih rendah, menjadi pekerjaan rumah yang terus digarap lewat edukasi dan pendekatan dari kota hingga pelosok desa.
“Kami akan terus menjelaskan pentingnya kepesertaan aktif BPJS Kesehatan untuk perlindungan diri dan keluarga,” kata Mita.
Mita mengajak kepada seluruh masyarakat Bangka Belitung agar tetap menjaga peserta untuk menjaga aktifnya kepesertaan JKN-KIS. Terutama untuk peserta mandiri yang menurut pantauan pihaknya masih rendah dalam kesadaran membayar kewajibannya.
“Itu menjadi tantangan kami, untuk itu kami terus memberikan upaya pendekatan dan edukasi ke masyarakat hingga ke pelosok daerah, kami akan jelaskan betapa pentingnya kepesertaan aktif BPJS Kesehatan, untuk perlindungan diri dan keluarga,” tuturnya.
Semangat gotong royong itu pula yang dirasakan dr. Brizain, Sp.OG, pemilik RSIA Rona, salah satu mitra BPJS di Pangkalpinang. Menurutnya, sistem JKN-KIS telah membawa pelayanan kesehatan menjadi lebih inklusif dan bermartabat.
“Di RSIA Rona, kami merasakan langsung bagaimana program ini menjangkau berbagai lapisan masyarakat, dari pusat kota hingga pinggiran. Ini dorongan moral bagi kami untuk terus memberikan pelayanan tanpa membedakan latar belakang ekonomi,” jelasnya.
BPJS, kata dr. Brizain, bukan sekadar sistem pembiayaan, tetapi jembatan yang membuka akses luas ke layanan medis berkualitas, khususnya bagi ibu dan anak.
“Kami melihat banyak pasien yang sebelumnya ragu atau menunda pengobatan karena keterbatasan biaya, kini bisa berobat tanpa kekhawatiran yang sama. Ini adalah kemajuan besar dalam sistem kesehatan nasional,” tukasnya.
Di antara deretan cerita haru dan angka-angka capaian, satu pesan yang selalu menggema: kesehatan adalah hak setiap insan, dan dengan gotong royong, tak ada yang tak bisa dijangkau. JKN-KIS bukan hanya program, ia adalah tangan yang menghapus air mata, menyalakan harapan, dan menghadirkan kebahagiaan—di setia sudut negeri. (dnd)
Leave a Reply