MASA muda adalah waktu terbaik untuk membangun dasar-dasar kebiasaan baik yang akan mendukung kehidupanmu. Masa muda adalah saat yang tepat untuk membangun fondasi yang kuat bagi masa depan gemilang. ~ anonim
DUNIA remaja masa kini sangat dinamis dibandingkan dengan era sebelumnya. Faktornya adalah kehadiran digitalisasi sebagai penunjang kehidupan remaja saat ini. Pantikan untuk berpikir semakin melemah karena digitalisasi bagaikan shortcut untuk lekas menyelesaikan suatu hal. Sebagai contoh, ketika merasa haus, tidak perlu effort untuk merebus air lalu membuat es buah pelega dahaga. Cukup buka gawai dan pesan melalui aplikasi dan dalam hitungan menit, es buah datang diantar di depan pintu. Praktis bukan? Dengan kepraktisan dan kemudahan, remaja tidak perlu berpikir bagaimana cara merebus air, membuat es batu, menghabiskan dana berapa untuk membuat es buah sendiri, memotong buah, memikirkan takaran gula, sirup dan air. Semua tersedia tanpa usaha dan tenaga yang besar.
Dengan pola kebiasaan ini, tanpa kita sadari para remaja cenderung kurang berusaha untuk melakukan sesuatu dan terkesan slow living. Bahkan dalam tindakan kecil di kehidupan sehari-hari, cenderung serba instan dan cepat. Proses berpikir untuk menemukan solusi menjadi terpotong. Padahal terbiasa berpikir untuk menemukan solusi hingga prosedur tindakan adalah keahlian otentik yang tidak dapat digantikan oleh produk digital.
Penggunaan logika dan rasional merosot tajam, ditambah dengan pengelolaan emosi (perasaan) yang belum terkontrol menjadikan remaja rentan mengalami stress dan gangguan dalam kepribadiannya. Kehadiran logika, rasional dan perasaan dirasa perlu dipantik sebagai pedoman bagaimana remaja mengambil keputusan, sudut pandang resiko dan menimbang konsekuensi dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua, guru dan orang dewasa yang terlibat dalam pendampingan remaja juga perlu melihat bagaimana logika, rasional dan perasaan memainkan perannya dalam kehidupan remaja.
Lantas, apa yang terlintas dalam benak anda ketika mendengar kata logika dan rasional? Pastinya kedua kata tersebut bersinggungan dengan aktivitas berpikir manusia. Keduanya melekat menjadi satu paket ketika manusia diminta untuk berpikir kritis dalam merespon sesuatu hal. Lalu, pertanyaannya adalah apa bedanya logika dan rasional? Menurut Soekadijo, logika adalah suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan menalar. Logika dimaksudkan untuk menghindarkan dari kesesatan berpikir berasaskan analisis terhadap objek materialnya dengan ilmu pengetahuan. Secara sederhana, logika merupakan analisis yang didapat dari data pasti yang mengungkap realitas dalam kehidupan. Sedangkan rasional, menurut Max Weber, adalah tindakan dengan orientasi pada tujuan tindakan, cara mewujudkannya serta akibatnya (zwekrationalitaet) dan mempertimbangkan nilai-nilai atau berbagai etika yang memperbolehkan atau menyalahkan sesuatu untuk mewujudkan tujuannya (wetrationalitaet).
Contoh sederhana berikut ini mungkin akan lebih membantu anda dalam memahami antara logika, rasional dan perasaan :
Suatu siang yang terik, Mangun merasa lapar dan dia ingin makan. Mangun membuka kulkas dan mendapati ada 10 butir telur. Kemudian dia mengambil 2 butir untuk digoreng. Mangun memastikan sisa telur di kulkas berjumlah 8 butir. Setelah itu, dia menggoreng telur dan mengambil sepiring nasi untuk dimakan. Adiknya pulang dari sekolah dan segera menghampiri Mangun di dapur. Adiknya juga merasa lapar. Mangun merasa kasihan dengan adiknya dan membagi telur yang ia goreng untuk dimakan bersama.
- Logika :
- ketika lapar memutuskan untuk makan. (suatu kondisi yang solusinya pasti)
- 10 butir telur digoreng 2, sisa 8 butir. (suatu hal yang pasti, tepat secara nalar karena melalui proses mengamati dan menghitung)
- Rasional : Mangun menggoreng telur sebagai solusi atas rasa laparnya (memutuskan untuk melakukan sebuah tindakan agar tujuannya tercapai berdasarkan logika “kalau lapar = makan”)
- Perasaan : Mangun membagikan telur untuk adiknya karena merasa kasihan (situasi dan kondisi yang mempertimbangkan hati nurani kemudian melahirkan tindakan baru)
Menarik bukan? Ternyata logika, rasional dan perasaan jika dipadupadankan dengan porsi yang pas akan melahirkan sebuah tindakan yang positif dan bernilai bijak tentunya. Nah, inilah yang serasa hilang dari para remaja kita. Proses berlogika sehingga muncul solusi yang rasional dan humanis banyak terpotong dengan jalan pintas yang ditawarkan oleh dunia digital.
Proporsi ketiga hal tersebut juga dapat menentukan bagaimana karakter seseorang. Sebagai contoh, seseorang yang logika dan rasionalnya cukup dominan, perasaannya di level sedang, cenderung orang dengan kepribadian yang keras kepala dan keras hati. Sedangkan seseorang yang perasaannya dominan, logika dan rasionalnya di level sedang, cenderung orang dengan kepribadian mudah terbawa perasaan, mudah dimanipulasi. Adapun seseorang dengan kombinasi atau racikan yang pas antara logika, rasional dan perasaan, kecenderungan karakternya tidak jauh berbeda dengan tokoh Mangun dicontoh cerita tadi. Berdasarkan proporsi di atas, berada di bagian mana para remaja yang sedang anda dampingi?
Sebagai pendamping remaja, kita perlu mengevaluasi cara kita dalam melakukan pendekatan agar bentuk pendampingan lebih efisien dan tepat sesuai dengan karakter mereka berdasarkan proporsi ketiga racikan di atas. Upaya membangun dialog ringan perlu ditingkatkan agar memantik remaja untuk berpikir logis, bertindak dengan rasional dan melakukannya secara sadar penuh dengan perasaan. Dialog yang diupayakan merupakan pendekatan ringan berbasis obrolan sehari-hari, kaya akan topik yang lekat dengan remaja. Misal tren busana, musik, permainan digital, anime, showbiz tokoh idola dan tidak menutup kemungkinan membicarakan apa yang menjadi kegelisahan mereka tentang kehidupan.
Kita sebagai orang dewasa dapat memandu agar proses berpikir mereka tetap berjalan dengan memantik tanggapan mereka akan sebuah topik atau permasalahan. Kemudian mengarahkan mereka pada rencana tindakan atau alternatif solusi dan memadu padankan dengan regulasi emosi. Tumbuhkan kebiasaan pada remaja bahwa kita harus berpikir untuk menjaga eksistensi diri dalam kehidupan seperti filosofi Rene Descartes, cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada).
Racikan logika, rasional dan perasaan dengan porsi yang pas akan menjadikan remaja untuk rajin mengolah pikiran dalam menanggapi sebuah fenomena. Di sisi lain, remaja yang terbiasa menggunakan ketiganya dalam kehidupan sehari-hari, dapat mengambil pilihan hidup yang bijak agar tidak terjebak dalam bandwagon effect. Tren tidak dapat kita antisipasi, karena bagaikan letusan gunung yang tak terprediksi. Namun kita dapat mengajak remaja untuk menanggapi atau meresponnya dengan kepala dingin agar mereka bertumbuh dan memekarkan diri sesuai dengan usianya di jalur yang benar. Memetik harapan dari YB. Mangunwijaya terhadap remaja, menginginkan remaja menjadi agen perubahan yang aktif dalam masyarakat, tidak hanya pasif penerima kebijakan, memiliki moralitas yang baik, mengembangkan diri dan beradaptasi dengan perubahan zaman sehingga dapat berkontribusi positif untuk bangsa dan negara.
Meracik logika, rasional dan perasaan ini akan melahirkan sebuah kesadaran baru untuk mengupayakan remaja hidup sejahtera (wellbeing) secara fisik dan psikisnya. Kesadaran ini sebagai langkah pencegahan remaja mengalami stress atau gangguan kepribadian. Dilansir dari artikel di situs resmi WHO menyebutkan angka yang cukup mengejutkan bahwa remaja masa kini mengalami beberapa gangguan. Berikut data WHO mengenai kesehatan mental remaja yang dipublikasikan pada Oktober 2024:
Jenis Gangguan | Rentang Usia | Prosentase |
Gangguan kecemasan | 10-14 tahun | 4,4 % |
15-19 tahun | 5,5 % | |
Depresi | 10-14 tahun | 1,4 % |
15-19 tahun | 3,5 % | |
Gangguan perilaku (ADHD) | 10-14 tahun | 2,9 % |
15-19 tahun | 2,2 % | |
Gangguan perilaku
(merusak dan menantang) |
10-14 tahun | 3,5 % |
15-19 tahun | 1,9 % | |
Gangguan makan | 10-14 tahun | 0,1 % |
15-19 tahun | 0,4 % | |
Psikosis | 15-19 tahun | 0,1 % |
Penggunaan alkohol | 15-19 tahun | 22 % |
Data di atas seakan menyiratkan bahwa remaja kita saat ini perlu wawasan tentang bagaimana merawat cara berpikir dan bertindak untuk mengupayakan hidup yang sejahtera, sehat dan positif. Sudah saatnya bagi kita melakukan pembaharuan dalam pendampingan para remaja. Mengajak mereka berpikir dengan logika, mengambil tindakan secara rasional dan melakukan dengan hati yang berbudi. Selamat berjuang untuk orangtua, guru dan komunitas pendamping remaja!
Mari kita bersama-sama membangun fondasi yang kokoh bagi remaja kita agar sejahtera kelak! (*)
Referensi :
Sekolah Merdeka. Mangunwijaya. 2020. Jakarta : Kompas Gramedia.
“Mental Health of Adolescents”. World Health Organization. October 10, 2024. Diakses pada tanggal 27 Juni 2025, dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/adolescent-mental-health
“Cogito Ergo Sum: Aku Berfikir maka Aku Ada”. Khusnan Iskandar. 26 Desember 2024. Diakses pada tanggal 27 Juni 2025, dari https://unkafa.ac.id/cogito-ergo-sum-aku-berfikir-maka-aku-ada/
“Pengertian Logika, Cara Berpikir & Belajar Memahaminya”. Adinda. 17 September 2022. Diakses pada tanggal 28 Juni 2025, dari https://www.gramedia.com/best-seller/logika/?srsltid=AfmBOorE1WWp7WHJJADWsMqBVaX5Ek0R98H3oG8vbrZno922dxUv9E97
“Pengertian Rasional Menurut Ahli, Ciri dan Jenis”. Joan Imanuella HP. 5 Januari 2023. Diakses pada tanggal 28 Junin 2025, dari https://mediaindonesia.com/humaniora/549213/pengertian-rasional-menurut-ahli-ciri-dan-jenis
“Mengapa Kita Gemar Mengikuti Hal yang Sedang Viral?”. Lina Khoirun Nisa. 17 Januari 2023. Diakses pada tanggal 28 Juni 2025, dari https://uns.ac.id/id/uns-update/mengapa-kita-gemar-mengikuti-hal-yang-sedang-viral-begini-kata-dosen-psikologi-uns.html
Leave a Reply