Inilah Kriteria Calon Wali Kota dan Calon Bupati Menurut Pemilih

Paradoks Pemilih di Pilkada Ulang Kota dan Kabupaten Bangka

Avatar photo
Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, Ranto. Foto: Istimewa.

PANGKALPINANG, LASPELA–Pilkada Ulang di Pangkalpinang dan Bangka sebentar lagi akan dilaksanakan. Jika berjalan sesuai dengan rencana, tepatnya di tanggal 27 Agustus 2025 nanti masyarakat di dua daerah tadi akan menentukan pemimpinnya untuk periode lima tahun mendatang. Namanya juga Pilkada pasti menawarkan keragaman kajian-kajian yang menarik untuk didiskusikan. Salah satunya tentang sikap Pemilih di Pilkada Ulang nanti.

“Sejak satu dekade terakhir ini, kami mempelajari banyak pola perilaku memilih masyarakat di Bangka Belitung ketika menentukan pemimpin yang didukungnya dari berbagai level dan berbagai arena dalam dunia elektoral. Diskusi kali ini kira-kira akan menyampaikan pola-pola sikap Pemilih dalam menentukan pilihannya di Pilkada. Meskipun kasus-kasus data terkini yang kami sampaikan nanti adalah di Pilkada Ulang Pangkalpinang, fenomena yang sama juga memiliki kecenderungan terjadi di daerah lainnya yang ada di Bangka Belitung,” ungkap Ranto, Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung dan Peneliti Yayasan Kapong Sebubong Indonesia,  Selasa (1/7/2025)

Pada akhirnya–paling tidak untuk saat ini–kami sampai pada kesimpulan bahwa kriteria syarat menjadi seorang pemimpin hampir bertolak belakang dengan kriteria memilih calon pemimpin yang akan didukung oleh Pemilih. Fenomena ini kami sebut dengan Paradoks Pemilih.

“Mari kita periksa bersama-sama. Menjadi seorang pemimpin harus memiliki banyak kriteria berikut: berpengalaman (79,2%), merakyat (86,2%), baik (83,2%), jujur/berintegritas (85,2%), alim/religius (77,2%), bijaksana/berwibawa (85,2%), pintar/cerdas (84,8%), berjiwa sosial yang tinggi (86,7%). Bahkan, bisa kita tambahkan lagi kriterianya seperti: sopan/santun, mapan dibidang ekonomi alias kaya dan lain sebagainya,” ungkap Ranto.

Beberapa kriteria tadi diakui oleh Pemilih harus dimiliki oleh calon pemimpin. Apalagi, untuk kandidat yang berstatus Petahana alias Incumbent kriterianya lebih ekstrim lagi jika dibandingkan oleh kandidat penantangnya. Artinya, ada semacam “politik standar ganda” yang disyaratkan oleh pemilih kepada Calon Petahana dan lawannya.

Baca Juga  Pemeriksaan Kesehatan Bacalon, Rustam Jasli Akui Tak Ada Kendala saat Kesehatannya Diperiksa

“Menurut informasi tadi, kita tentu saja membayangkan ada semacam kondisi cukup ideal yang melekat dalam sosok calon pemimpin yang diinginkan oleh publik. Sekiranya kondisi ini benar adanya maka kita bisa berharap banyak kepada pemilih untuk menyeleksi calon pemimpin yang memiliki kapabilitas mengelola daerahnya ketika terpilih,” jelas Ranto.

Tapi tunggu dulu. Ketika kami menawarkan variabel lainnya seperti faktor uang seakan meruntuhkan semua kriteria-kriteria pemimpin yang ideal tadi. Hasil penelitian kuantitatif yang kami lakukan dengan metode survei opini publik–yang mewawancarai sebanyak 600 responden melalui model Multi Stage Random Sampling pada periode 10 Mei 2025 – 15 Mei 2025, memiliki margin of eror +- 3,3% dengan tingkat kepercayaan 95%– menunjukkan bahwa dukungan toleransi praktik money politics yang sangat tinggi untuk Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang.

“Sebanyak 59,8% responden mengaku setuju dengan praktik money politics menjelang Pilkada Ulang Kota Pangkalpinang. Selanjutnya, 1,8% sangat setuju. Hanya 16,7% responden menjawab tidak setuju, 0,5% sangat tidak setuju, 0,7% mengaku tidak tahu, dan 0,3% merahasiakan jawabannya,” ungkap Ranto.

Berikutnya, publik di Pangkalpinang menganggap praktik money politics ini dianggap hal yang wajar untuk dilakukan oleh para kandidat di Pilkada Ulang nanti. Sebanyak 72,8% responden melihat hal yang wajar dilakukan, 2,7% menjawab tidak tahu, 0,8% merahasiakan jawabannya. Hanya 23,7% yang menjawab tidak wajar dan tidak pantas dilakukan oleh calon pemimpin di Kota Pangkalpinang.

Pengalaman dari Pangkalpinang menjelang Pilkada Ulang menunjukkan bahwa toleransi masyarakat terhadap praktik money politics di Bangka Belitung memecahkan rekor tertinggi dari beberapa Pilkada yang sudah dilakukan di Bumi Serumpun Sebalai sejak tahun 2005 yang lalu.

Baca Juga  HUT Bhayangkara ke 79,  Pj Wali Kota Harap Polri Terus Mengayomi dan Ciptakan Suasana Kondusif

“Mengapa di Pangkalpinang lebih ekspresif terhadap praktik money politics? Pertama, Pilkada Serentak Pangkalpinang tahun 2024 yang lalu meskipun hanya diikuti oleh Calon Tunggal ternyata tidak terbebas dari praktik money politics. Menjelang pencoblosan, kami mencatat tim sukses Pasangan Calon Tunggal dan tim sukses Relawan Kotak Kosong pada waktu itu begitu giat membujuk pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dengan memberikan paket sembako dan uang dengan jumlah tertentu,” jelas Ranto.

Kedua, paska kekalahan Pasangan Calon Tunggal, telah memantik figur-figur lainnya untuk tampil sebagai bakal calon pemimpin di Pangkalpinang. Dalam catatan kami, proses perkenalan figur tadi kepada publik di Pangkalpinang juga diikuti dengan pembagian paket sembako dan lain sebagainya. Pengalaman ini semakin menarik. Di beberapa proses pra pilkada banyak daerah, tahap awal perkenalan kandidat ini sangat jarang diikuti dengan pembagian paket sembako untuk diberikan kepada masyarakat agar lebih tertarik menghadiri sosialisasi bakal calon tadi. Fakta di proses awal ini menjadikan biaya-biaya politik semakin tinggi sampai dengan hari pelaksanaan nanti.

“Apa yang dapat disimpulkan dari fenomena ini? Pemilih menunjukkan sikap yang sangat paradoks. Di satu sisi menginginkan calon pemimpin yang memiliki integritas, pengalaman dan lainnya. Sementara disaat yang bersamaan pemilih lebih tergoda dengan sikap kedermawanan calon pemimpin melalui sentuhan paket sembako dan semacamnya,” ungkap Ranto

Inilah salah satu misteri sikap Pemilih kita yang akan terus mewarnai dinamika elektoral dari waktu ke waktu. Apa yang terjadi di Pangkalpinang merupakan gejala umum yang ada di daerah-daerah lainnya. Yang membedakan hanya derajatnya saja. Jadi bukan merupakan hal yang aneh meskipun tetap harus dikritisi. (rel)

 

 

 

 

 

Leave a Reply