SUNGAILIAT, LASPELA – Pusat Edukasi Riset Kajian Masyarakat (Perekat) Bangka Belitung menggelar kegiatan sosialisasi mengenai penguatan wawasan kebangsaan dan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bagi pelajar di SMA Negeri 1 Sungailiat.
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Bangka dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bangka.
Perwakilan Perekat Babel, Oom Ismi Mustaqim, menyatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari upaya pihaknya dalam membangun rasa cinta tanah air serta memberikan edukasi dini kepada generasi muda terkait ancaman TPPO yang kerap menyasar kalangan remaja.
“Melalui kegiatan ini, kami berharap para pelajar dapat lebih memahami pentingnya menjaga kewaspadaan, khususnya ketika nantinya berencana untuk bekerja di luar negeri selepas lulus sekolah,” ujar Oim, Rabu (18/6/2025).
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sungailiat, Usman menyambut baik kegiatan tersebut.
Ia menyampaikan apresiasi kepada pihak penyelenggara karena telah memberikan pengetahuan yang relevan dan bermanfaat bagi para siswa dalam menghadapi tantangan zaman.
“Semoga dengan pemahaman yang mereka peroleh, siswa-siswi kami dapat lebih siap dalam menyikapi berbagai bentuk kejahatan yang mengintai, termasuk perdagangan orang,” ujar Usman.
Sementara itu, Kepala Bidang Wasnas Kesbangpol Bangka, Suryani menekankan pentingnya membekali pelajar dengan pemahaman tentang berbagai bentuk kekerasan, termasuk praktik perdagangan manusia.
Ia mengingatkan bahwa modus TPPO saat ini semakin beragam dan kerap menyamar dalam bentuk tawaran pekerjaan menggiurkan melalui media sosial.
“Para siswa harus benar-benar waspada terhadap tawaran pekerjaan dengan iming-iming gaji besar, terutama jika ditujukan ke luar negeri. Banyak kasus TPPO justru berawal dari bujuk rayu pekerjaan yang tampak menjanjikan,” ujarnya.
Suryani menambahkan bahwa wawasan kebangsaan memiliki peran penting dalam membentuk karakter pelajar sebagai warga negara yang paham hak dan kewajiban, menjunjung nilai keberagaman, serta berani menyuarakan kebenaran.
Menurutnya, hal itu juga menjadi pondasi agar generasi muda tidak mudah terjerat dalam jaringan eksploitasi dan penipuan.
“Pemahaman ini sangat penting, terutama agar mereka dapat melindungi diri dari berbagai bentuk kejahatan, termasuk TPPO,” kata dia.
Ia juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 yang mendefinisikan TPPO sebagai tindakan eksploitasi manusia secara ilegal, dan menyampaikan bahwa kasus semacam ini masih terus terjadi.
Pada akhir November 2024 lalu, Kementerian Luar Negeri memulangkan 21 Warga Negara Indonesia (WNI) korban TPPO dari Myawaddy, Myanmar.
Selain itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga telah menyerahkan restitusi kepada 24 korban TPPO dalam kasus penjualan ginjal ke Kamboja yang terungkap pada tahun sebelumnya.
Suryani berharap kolaborasi antar lembaga, termasuk peran aktif pihak sekolah, dapat memperkuat upaya pencegahan TPPO di kalangan remaja. (mah)
Leave a Reply