PANGKALPINANG, LASPELA – Proses Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 di Kota Pangkalpinang kembali menuai catatan kritis dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Temuan lapangan mengindikasikan masih kuatnya pola pikir favoritisme terhadap sekolah-sekolah tertentu, yang berujung pada ketimpangan distribusi siswa dan lonjakan jumlah pendaftar yang tak seimbang.
Kepala Ombudsman Babel, Shulby Yozar Ariadhy, dalam inspeksinya ke SDN 15 dan SDN 6 Pangkalpinang, Kamis (12/6/2025), mengungkap fenomena orang tua yang tetap bertahan mendaftarkan anaknya ke sekolah tertentu, meskipun telah dinyatakan tidak lolos seleksi atau secara regulasi tidak memenuhi syarat. Bahkan hingga penutupan pendaftaran, masih ditemukan berkas yang tak kunjung dicabut.
“Kami sangat memahami keinginan orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya. Namun jika memaksakan kehendak tanpa mengikuti aturan, yang dikorbankan justru anak-anak itu sendiri,” tegas Yozar, Jumat (13/6/2025).
Favoritisme Masih Mengakar, Pemerataan Terancam
Lonjakan jumlah pendaftar di sekolah tertentu mengindikasikan bahwa stigma “sekolah favorit” masih mendominasi pandangan masyarakat. Akibatnya, sejumlah sekolah mengalami kelebihan pendaftar, sementara sekolah lain kekurangan.
“Kita masih berkutat dengan persoalan klasik: favoritisme. Akibatnya, terjadi ketimpangan yang mengganggu proses seleksi dan distribusi CPD. Ini jadi PR besar bagi Dinas Pendidikan untuk memperkuat narasi pemerataan kualitas sekolah,” kata Yozar.
Ombudsman mendorong agar proses verifikasi dan pelaksanaan seleksi tetap berpegang teguh pada Petunjuk Teknis (Juknis), tanpa adanya penambahan rombongan belajar (rombel) demi mengakomodasi tekanan publik atau titipan tertentu.
“Kami mengimbau Dinas Pendidikan dan sekolah untuk komit menjaga integritas proses SPMB. Jangan ada rombel tambahan di luar kuota. Ikuti aturan, bukan permintaan,” ujarnya tegas.
Sosialisasi Masih Kurang, Perlu Evaluasi Serius
Selain memberi catatan kritis, Ombudsman juga mengapresiasi kerja keras tim SPMB di sekolah-sekolah. Namun, Yozar menekankan perlunya peningkatan sosialisasi juknis dan mekanisme teknis kepada para wali murid, agar potensi miskomunikasi atau ekspektasi berlebih dapat diminimalisir sejak awal.
“Jika informasi teknis disampaikan lebih masif dan jelas sejak awal, kemungkinan konflik dan ketidakpuasan bisa ditekan. Ini penting agar proses berjalan transparan dan tertib,” tutupnya.
Ombudsman berjanji akan terus mengawal pelaksanaan SPMB hingga tuntas, demi memastikan hak atas pendidikan yang adil dan merata benar-benar terwujud, bukan sekadar jargon. (chu)
Leave a Reply