Menyikapi hal tersebut, orang tua di kampung Bangka sejak dini membekali putra-putri nya pengetahuan dasar agama Islam terutama baca Al-Qur’an dan mengenal huruf Arab. Mengaji ba’da maghrib adalah rutinitas harian yang mencirikan kampung di Bangka.
Setelah itu di usia remaja, baru mereka diajak ke masjid untuk tujuan ibadah sambil berharap putra-putrinya menjadi anak-anak shaleh; mendoakan kedua orangtuanya (waladun shaalihun yad’uu lahu).
Beginilah cara penduduk kampung di Bangka memakmurkan masjid. Tidak hanya tempat ibadah shalat wajib, melainkan juga tempat kegiatan lain yang bernuansa religius.
Bila ada yang wafat (meninggal dunia), berbunyilah bedug masjid. Tidak ada satupun laki-laki dewasa yang tidak ke masjid untuk men-shalat-kan jenazah tersebut.
Itulah masjid kampung di Bangka, bahkan ia sangat berpengaruh terhadap etika masyarakat setempat (di kampung); berperilaku, berbahasa dan juga berpakaian.
Bagaimana kondisi masjid saat ini dengan segala yang melekat kepadanya? Masihkah ia eksis atau sebaliknya, kelembagaannya mulai melemah; tidak memiliki daya gugah terhadap penduduk setempat? Berharap masjid difungsikan seoptimal mungkin, dan juga eksistensinya selama ini dijaga.
Leave a Reply