“Setelah mencoba berbagai pupuk tanpa hasil optimal, kami akhirnya menggunakan kotoran ayam. Hasilnya, pertumbuhan tanaman membaik,” jelas Suhari. Meski panen pertama belum sempurna, rasa manis nanas tetap terjaga, menandakan potensi besar di musim tanam berikutnya.
Ia pun optimistis, jika pendampingan dari PT Timah terus berlanjut, lahan ini bisa berkembang menjadi pusat perkebunan nanas lokal dengan nilai ekonomi tinggi.
“Kami merasa bangga dan bersyukur. Ini bukan hanya proyek, tapi pengalaman yang memberi kami harapan baru. Yang penting, kami tetap kompak dan semangat,” ujar Suhari penuh semangat.
Lebih dari Sekadar CSR
Sekretaris Desa Badau, Janiwati, turut memberikan apresiasi tinggi atas inisiatif ini. Menurutnya, langkah PT Timah bukan hanya memberikan bantuan fisik, tapi juga mengedukasi dan membina masyarakat agar mampu mandiri mengelola lahan.
“Ini bentuk CSR yang nyata dan menyentuh. Tidak semua perusahaan melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan lingkungan pascatambang. Ini patut jadi contoh,” tegasnya.
Leave a Reply