“Jujur saya baru dengar soal ini. Tapi kalau putusan MK diberlakukan, kami menyambut gembira. Kita menunggu petunjuk teknis dari dinas terkait,” ungkap Siau Lie, Selasa (27/5/2025).
Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan hasil dari permohonan yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga warga negara, yakni Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menyebutkan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
Menurut MK, permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Suhartoyo dalam siaran langsung MK RI melalui YouTube resmi pada Selasa (27/5/2025).
MK menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 20 tahun 2023 tentang Sisdiknas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat”.
Dalam hal ini MK menyebut negara harus mewujudkan kebijakan pembiayaan pendidikan dasar yang mencakup pendidikan dasar untuk sekolah negeri maupun swasta. Perwujudannya melalui mekanisme bantuan pendidikan atau subsidi supaya tidak terjadi kesenjangan akses pendidikan dasar.
Meski demikian MK juga menyebut tidak berarti seluruh pendidikan dasar harus sepenuhnya gratis di semua sekolah, in casu (dalam kasus ini) sekolah yang diselenggarakan oleh swasta.
MK menilai pendidikan dasar merupakan bagian dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob).
“Meskipun demikian, sifat pemenuhan hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak ekosob tersebut pada prinsipnya berbeda dengan sifat pemenuhan hak sipil dan politik (sipol) yang bersifat segera (promptly) dengan mengurangi sedemikian rupa campur tangan negara dalam pelaksanaan hak tersebut,” jelas Enny.
“Sementara itu terkait dengan sifat pemenuhan hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kemampuan negara karena pemenuhan hak ekosob senantiasa berkaitan dengan ketersediaan sarana, prasarana, sumber daya, dan anggaran,” lanjutnya.
Enny membeberkan perwujudan pendidikan dasar yang tidak memungut biaya berkenaan dengan pemenuhan hak ekosob bisa dilakukan bertahap, selektif, dan afirmatif, tapa memunculkan perlakuan diskriminatif. (*/net/rel)
Leave a Reply