Pengusaha Tambang Toboali Polisikan Oknum Anggota DPRD Babel

Avatar photo
Aming usai buat laporan polisi ke Polres Basel, Sabtu (10/5/2025).
Aming usai buat laporan polisi ke Polres Basel, Sabtu (10/5/2025).
TOBOALI, LASPELA – Seorang pengusaha asal Toboali, Bangka Selatan, Herman Susanto melaporkan oknum anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung inisial FR ke Polres Bangka Selatan (Basel) atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi bohong terkait dugaan pungutan liar (pungli).
Laporan pengaduan dengan Nomor: STPLP/16/X/ 2025/ RESKRIM tersebut dibenarkan Kasat Reskrim Polres Basel, AKP Raja Taufik Ikrar Buntani.
“Benar, sudah ada masuk ke kita berdasarkan Laporan pengaduan yang terdaftar dengan Nomor: STPLP/16/X/2025/RESKRIM, tapi ini masih akan kita lihat dulu dan kita verifikasi secepatnya. Karena kita juga belum tahu konteksnya seperti apa artinya kita dalami dulu,” kata Raja, Sabtu (10/5/2025) petang.
Terpisah, Herman Susanto mengatakan kronologi bermula dari percakapan telepon pada Jumat (9/5/2025) sekitar pukul 12.00 WIB antara pelapor Hermanto dengan FR.
Dalam percakapan itu, FR menuding adanya pungutan sebesar Rp 6 ribu per kilogram dari hasil produksi pasir timah oleh sejumlah CV di kawasan Sukadamai, Toboali.
FR juga mengancam akan mengangkat isu tersebut ke media jika tak ada penjelasan dari pihak pelapor.
“Nada bicaranya tinggi dan menuding saya melakukan pungli. Saya sudah coba jelaskan bahwa iuran itu hasil kesepakatan mitra CV, bukan pungli. Tapi FR ini langsung mengancam saya dengan nada emosi dan berkata kepada saya Dulu kamu pernah lapor saya dan sekarang saya yang akan lapor kamu dan akan menyebarkan informasi ini ke media,” kata Aming sapaan akrabnya, Sabtu (10/5/2025).
Ia juga membeberkan telah menerima kiriman tangkapan layar link berita yang disebar ke grup whatssap Forum Komunikasi Urang Bangka Belitung (FKBB) dengan judul “FR Anggota DPRD Babel Angkat Bicara Terkait Dugaan Pungli yang Dilakukan Herman Sutanto (Aming).”
Aming menilai pemberitaan itu tidak akurat dan tidak pernah melalui proses konfirmasi atau klarifikasi langsung kepada dirinya. Ia menyebut informasi tersebut sebagai berita bohong yang mencemarkan nama baik.
“Saya tidak pernah dikonfirmasi sebelumnya. Tuduhan ini sangat merugikan saya secara pribadi dan sebagai pelaku usaha. Kalau memang saya dianggap melakukan pungli, silakan buktikan. Kalau tidak bisa, saya akan ambil langkah hukum,” tegas Aming.
Menurut Aming, iuran sebesar Rp 6 ribu per kilogram yang dipermasalahkan merupakan hasil kesepakatan tujuh perwakilan CV yang bergerak di bidang penambangan karena bersifat sukarela dan ditujukan untuk keperluan sosial, operasional, dan pengelolaan kegiatan.
“Kesepakatan dibuat saat rapat di sebuah kafe di Pangkalpinang. Ada enam direktur dan satu perwakilan yang hadir, dan semuanya menyetujui. Iuran pun hanya akan ditagihkan setelah hasil timah diperoleh, dan tidak bersifat wajib,” jelas Aming.
Ia menambahkan, terlapor bukan bagian dari peserta rapat tersebut, tetapi belakangan diketahui sebagai pemodal dari salah satu CV yang terlibat. Hal inilah yang membuat Aming mempertanyakan posisi dan kepentingan FR dalam isu tersebut.
“Saya juga heran kenapa tiba-tiba menuduh saya. Ternyata setelah ditelusuri dia adalah pendana dari salah satu CV. Saya dapat informasi itu langsung dari direktur CV bersangkutan,” ujarnya.
Aming juga tengah berkonsultasi untuk membawa masalah ini ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPRD Provinsi Babel.
“Kalau ini berkaitan dengan etika sebagai wakil rakyat, maka saya juga akan menempuh jalur ke MKD. Apalagi ini menyangkut dugaan keterlibatan oknum dewan dalam aktivitas pertambangan, yang perlu ditelusuri lebih lanjut,” ucapnya.
Sementara, FR buka suara usai dirinya dilaporkan ke Polres Basel atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi tidak benar.
“Kalau memang gak bersalah, silakan lapor saja, gak apa-apa. Itu hak dia,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa ia hanya menjalankan fungsi sebagai wakil rakyat yang mempertanyakan adanya dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp 6 ribu per kilogram dari setiap CV mitra PT Timah yang menambang di perairan Sukadamai, Bangka Selatan.
“Saya hanya menanyakan soal dugaan pungli itu. Kalau benar ada, berarti itu masalah. Kalau gak ada, ya lapor saya saja, gak masalah. Intinya, jangan melebar ke mana-mana,” katanya.
Menurut FR, pertanyaan yang ia sampaikan kepada Aming didasari oleh laporan dari tiga saksi yang mengaku mengetahui adanya pungutan tersebut.
Ia merasa memiliki dasar untuk menindaklanjuti laporan itu dengan menanyakan langsung kepada pihak yang disebut-sebut terlibat.
“Ini bukan masalah pribadi. Saya hanya menjalankan tugas sebagai anggota dewan. Fungsi saya menampung dan menindaklanjuti aspirasi serta laporan masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menanggapi tudingan bahwa dirinya merupakan donatur atau pemodal dari salah satu CV mitra PT Timah. Ia mengakui bahwa anaknya memang memiliki usaha pertambangan, namun ia sendiri mengaku tidak terlibat secara langsung.
“Mohon maaf, mungkin di situ ada anak saya. Tapi saya gak ikut campur. Namanya anak minta bantu modal, ya masa gak kita bantu. Tapi soal operasional dan legalitas, itu urusan mereka, saya gak terlibat,” jelasnya.
Terkait laporan Aming ke polisi, ia menegaskan bahwa yang dilakukan itu murni demi kepentingan publik.
“Kalau memang tidak ada pungli, ya bagus. Artinya bisa dibicarakan dengan baik-baik. Gak perlu diperpanjang,” pungkasnya. (Pra)

Leave a Reply