Petani Kelurahan Kelapa Menang Gugatan, PTUN Cabut Surat Aset Pemda Babar Seluas 113 Hektar

Lahan sengketa di Kelapa Bangka Barat. (Foto: ist)

PANGKALPINANG, LASPELA — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pangkalpinang akhirnya memutuskan sengketa lahan 113 hektar antara petani Kelapa, Bangka Barat dengan Pemda Bangka Barat dalam hal ini tergugat Sekda Bangka Barat yang dilaksanakan secara Electronik Court (E-Court) pada hari kamis tanggal 20 Maret 2025.

Semua materi sudah teruji di PTUN dan Jadwal putusan ini sebagaimana yang telah ditetapkan majelis Hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara ini setelah melaksanakan persidangan selama kurang lebih 6 (enam) kali.

Hal ini sebagaimana keterangan dari Rudy Atani Sitompul dan Annisa para advokat pada Kantor LBH Milenial Bangka Tengah Keadilan selaku Kuasa Hukum para Petani Kelurahan Kelapa, Bangka Barat.

Rudy Atani Sitompul, lebih lanjut menjelaskan bahwa Majelis Hakim PTUN Pangkalpinang dalam amar putusan Nomor:16/G/ 2024 /PTUN.PGP memutuskan:

1. Mengabulkan Gugatan Para Penggugat dan Gugatan Para Penggugat Intervensi untuk seluruhnya.

2. Menyatakan tidak sah Surat Pernyataan Aset Nomor 590/220/4.1.3.1/2017, tanggal April 2017 atas bidang tanah yang terletak di Jalan Raya Pangkalpinang-Muntok, Desa Kelapa, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat, seluas 1.130.000 m² (113 Ha) yang terdaftar sebagai aset Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Barat.

3. Mewajibkan tergugat untuk mencabut surat Peryataan aset nomor 590/220/4.1.3.1/2017, tanggal April 2017, atas bidang tanah yang terletak di Jalan Raya Pangkalpinang-Muntok, Desa Kelapa, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat, seluas ± 1.130.000 m² (113 Ha) yang terdaftar sebagai Aset Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Barat.

4. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3.782.000,00 (tiga juta tujuh ratus delapan puluh dua ribu rupiah);

“Kami menilai putusan itu sudah mencerminkan rasa keadilan dan sesuai dengan prinsip dan asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Rudi Atani Sitompul.

Ia menegaskan putusan PTUN itu bersifat mengikat umum (ergaomnes), maka kekuatan putusan PTUN tersebut sama dengan kekuatan peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian, suatu putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap mempunyai kekuatan, yaitu:
1) kekuatan mengikat; 2) kekuatan pembuktian; dan 3) kekuatan eksekutorial.

Lanjutnya bagi pejabat Pemerintah Bangka Barat yang tidak melaksanakan putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap (in krachtvangewijsde) menurut Pasal 116 undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dapat dikenai sanksi.

“Dengan demikian kemenangan Warga Kelapa di PTUN Pangkalpinang ini seharusnya menjadi evaluasi bagi Pemda Bangka Barat untuk berbenah dari tindakan abuse of power dalam suatu kebijakan agar hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi, karena pemerintah haruslah membantu dan melindungi kepentingan warganya bukan berselisih atau bersengketa, karena konsep Negara itu ada ya karena ada masyarakat didalamnya, sehingga pemerintah daerah harus melindungi hak-hak warga dan menghindari dari kesewenang-wenangan sebagai contoh dengan tidak membuat atau mengklaim lahan sebagai aset pemerintah daerah yang mana di lahan tersebut warga kelapa sudah bertani dan berkebun selama puluhan tahun bahkan ada beberapa yang telah memiliki surat, kurang lebih 100 orang yang matapencarianya sebagai petani dan pekebun di lahan tersebut, maka putusan yang dikeluarkan oleh PTUN Pangkalpinangtelah mencerminkan keadilan terutama bagi para petani,” jelasnya.

Ia menerangkan, perjuangan dan kemenangan petani Kelurahan Kelapa, Bangka Barat ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang kompak dan solid. Ini menunjukkan bahwa petani kelurahan Kelapa tidak sendirian berjuang untuk mendapatkan haknya.

“Untuk itu kami minta kepada Pemda Bangka Barat haruslah mentaati hukum yaitu putusan PTUN dengan lapang dada,” tutupnya. (rel)