JAKARTA, LASPELA — Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN), Prof. Budi Setiyono menyambut positif atas diterimanya Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN)/Bappenas sebagai salah satu indikator rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Dalam indeks ini terdapat variabel yang menjadi fokus, hanya 14% orang tua mendampingi anak usia dini dalam penggunaan gadget/media sosial/internet (BPS, 2021); hanya 69% anak usia dini berbincang-bincang/mengobrol dengan orang tua (BPS, 2021); hanya 59% anak usia 6-23 bulan yang makan makanan beragam (BPS, 2023); dan terbatasnya jumlah anak usia dini dari keluarga desil 1 s/d 4 yang memiliki akte lahir, jaminan kesehatan dan tinggal di rumah layak huni, terutama di NTT dan Papua.
Sebagai upaya meningkatkan Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini, Kemendukbangga/BKKBN menggelar kegiatan Call to Action: Indeks
Pengasuhan Anak Usia Dini secara daring, Senin (17/2/2025).
Ketika membuka kegiatan tersebut, Prof. Budi menyinggung tentang proyeksi jumlah dan persentase penduduk usia 0 sampai 9 tahun terhadap total jumlah penduduk yang mengalami penurunan sejak 2025, dan akan berlanjut hingga 2050.
“Hal ini tentunya memiliki implikasi pada nilai anak dan pola pengasuhan yang tepat. Data ini dapat menjadi dasar dalam penentuan kebijakan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk memastikan pengasuhan yang optimal dan mencapai Indonesia Emas,” ujar Budi.
Sebagai dasar dalam penentuan kebijakan kependudukan dan pembangunan keluarga, menteri mengatakan bahwa Kemendukbangga/BKKBN telah melaksanakan Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2024. Pada pemutakhiran ini terdapat 75,6 juta keluarga yang terdata.
Berdasarkan data ini, terdapat 12.926.644 keluarga balita yang terdiri dari 3.784.725 keluarga yang memiliki anak usia 0-23 bulan dan 9.141.919 keluarga yang memiliki anak usia 24-59 bulan. “Kelompok umur ini merupakan sasaran penting dalam pelaksanaan program pengasuhan yang kita laksanakan,” tuturnya.
Selain tercantum dalam Rancangan RPJMN 2025-2029, Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini juga telah tercantum dalam Rancangan Rencana Strategis (Renstra) Kemendukbangga/BKKBN 2025-2029. Indeks ini terdiri dari lima dimensi yang diukur dengan 13 variabel. Adapun dimensi tersebut adalah kesehatan; gizi; stimulasi dini; pengasuhan resposif; serta keamanan dan keselamatan.
Menurutnya, pada 2023 Indeks Pengasuhan Anak Usia Dini tercatat 54,31 dan meningkat pada 2024 menjadi 55,06. Indikasi target indeks ini tahun 2025 hingga 2029 menurut provinsi telah ditetapkan. Tahun 2029 indikasi target secara nasional sebesar 57,43.
Screentime
Prof. Budi mengatakan, screentime merupakan salah satu aspek penting dalam pengasuhan anak usia dini. Screentime
merupakan waktu yang digunakan untuk menggunakan komputer, menonton televisi, ataupun bermain video games. Screentime yang berlebihan pada anak memiliki dampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak, seperti penurunan fungsi kognitif, sosial dan emosional anak.
Berdasarkan data Susenas, 35,57% anak usia dini mengakses internet dan 39,71% menggunakan telepon seluler. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah memberikan rekomendasi untuk anak usia dini. Tidak direkomendasikan pada anak usia di bawah 1 tahun; Videochatting dengan pendampingan pada anak usia 1 sampai 2 tahun; Tidak lebih dari 1 jam bagi anak usia 2 sampai 3 tahun; dan tidak lebih dari 1 jam bagi anak usia 3 sampai 6 tahun.
Berdasarkan hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2024, secara nasional (kecuali DK Jakarta), jumlah anak usia dini usia 0 sampai 72 bulan adalah 11.644.385 dan yang berada pada desil 1 s.d. 4 adalah 5.546.772. atau 47,3%.
Adapun persentase anak usia dini pada desil 1 s/d 4 yang tidak memiliki akta kelahiran adalah 19,49% dengan proporsi terbesar pada provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua. Persentase anak usia dini pada desil 1 s/d 4 yang tidak memiliki jaminan kesehatan adalah 53,37% dengan proporsi terbesar pada provinsi Nusa Tenggara Barat, Maluku, Jambi, dan Nusa Tenggara Timur.
Persentase anak usia dini pada desil 1 s/d 4 yang tinggal pada rumah tidak layak huni adalah 56,54% dengan proporsi terbesar pada provinsi Papua Pegunungan, Nusa Tenggara Timur, Papua Tengah, dan Kalimantan Barat.
Pola pengasuhan anak usia dini, ujar Prof. Budi akan mendorong terwujudnya misi pada Asta Cita keempat yaitu memperkuat Pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Juga misi keenam, yaitu membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Didukung oleh program Pembangunan keluarga berbasis siklus hidup.
“Investasi sumberdaya manusia utamanya dimulai dari pre konsepsi hingga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) ini menjadi hal penting untuk mencapai Generasi Emas, dengan mempersiapkan para generasi muda Indonesia yang berkualitas, kompeten, dan berdaya saing tinggi,” terang Budi.
Hadir juga sebagai pembicara, antara lain Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan KemenPPN/Bappenas, Amich Alhumami. (*)