PANGKALPINANG, LASPELA — Program Kedaireka (Kerja Sama Dunia Usaha dan Kreasi Reka) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) menyasar pengembangan budidaya kepiting di Pulau Bangka, sebagai pengungkit ekonomi masyarakat.
Ketua Tim Peneliti Kedaireka 2024, IPB University, Prof. Tridoyo Kusumastanto mengatakan sejak Maret 2024 pihaknya melakukan identifikasi, pendampingan dan pembenihan kepiting bakau atau yang dikenal dengan kepiting ramangok di tiga titik lokasi di Pulau Bangka, yakni di Selindung Kota Pangkalpinang, dan di Manggrove Munjang serta Desa Guntung, Kabupaten Bangka Tengah.
“Kedaireka ini sebagai pengungkit ekonomi masyarakat Babel karena dalam situasi ekonomi yang seperti sekarang rakyat harus memiliki kemampuan kreatif mengembangkan potensi lokal, salah satunya kepiting ramangok,” ujarnya, usai diseminasi hasil kegiatan Dana Padanan 2024 kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, di Bappeda Babel, Kamis (12/12/2024).
Ia melihat, Babel dengan kondisi provinsi kepulauan memiliki banyak wilayah mangrove bisa dimanfaatkan sebagai wilayah budidaya penangkaran kepiting bakau. Hanya saja, memang tidak semua mangrove bisa dijadikan tempat budidaya, mengingat kondisi mangrove banyak yang tidak cocok karena kerusakan atau dampak lainnya akan mempengaruhi proses budidaya.
“Makanya kami identifikasi terlebih dahulu, dan di Bangka Tengah kita sudah sepakat dengan bupatinya untuk melakukan pengembangan pembenihan di Desa Guntung, kemudian di Mangrove Munjang itu menggabungkan wisata bahari dan budidaya, serta di Selindung ekowisata,” urainya.
Di Desa Guntung Bangka Tengah, dilakukan perawatan mangrove, pembenihan dan budidaya, pihaknya bahkan menyiapkan 160 crab box untuk tempat kepiting bakau. Kepiting tak hanya untuk dijual tetapi juga sebagai pembenihan.
“Di Guntung itu sistemnya sudah bagus peluang pertumbuhan ramangok jauh lebih baik, di sana juga pembangunan pilot project hatchery (pembenihan) kepiting bakau dan produk olahan kepiting bakau, kepiting soka (kemasan oleh-oleh), abon kepiting, dan kitin kitosan,” tambahnya.
Dengan usia penangkaran empat bulan, kepiting bakau ini siap dijual, bahkan sudah dikirim ke Batam dengan harga Rp300.000/kg. Sedangkan di Selindung, kepiting bakau juga bisa dibeli oleh masyarakat ataupun wisatawan, dan selain membeli kepiting ramangok, wisatawan juga bisa menyusuri kawasan mangrove di lokasi tersebut sambil berwisata.
“Kami sudah MoU dengan UBB untuk kegiatan lanjutan setelah Kedaireka 2024 ini berhasil, agar apa yang sudah diterapkan ini bisa terus dilakukan pendampingan sehingga nanti hasilnya lebih berdampak terhadap perekonomian di Babel,” tukas Tridoyo.
Selain pembenihan dan budidaya, Kedaireka juga memfasilitasi pemasaran, dengan adanya aplikasi atau platform digital yang bekerjasama dengan Diskominfo. Aplikasi ini berisi tentang rantai pasok, dari stok, produksi sampai pemasaran.
Dalam diseminasi hasil dana padanan 2024 kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengar tema implementasi smart farming system berbasis marikultur cerdas dalam rangka optimalisasi kampung kepiting berkelanjutan ini dihadiri Bappeda Babel, UBB, BPS, Tim peneliti IPB Kedaireka, dinas terkait dari Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang, pelaku usaha budidaya kepiting bakau dan pihak terkait lainnya.
Pada diskusi tersebut, beberapa peserta dan kabupaten/kota juga berharap program ini dapat terus berlanjut tak hanya di Bangka dan Kota Pangkalpinang, juga ke beberapa daerah lain untuk mendongkrak ekonomi masyarakat.
Program Dana Padanan 2024 Implementasi Sea Farming berbasis marikultur cerdas dalam rangka optimalisasi kampung kepiting berkelanjutan ini diusulkan oleh tujuh orang tim pengusul, Tridoyo Kusumastanto (Ahli Ekonomi Sumberdaya Kelautan), Irzal Effendi ( Ahli Budidaya Perikanan), Wini Trilaksani ( ahli Pengelolaan Hasil Perikanan), Sugeng Hari Widodo (Ahli Penangkapan Perikanan), Kastana Sapanli (Ahli Ekonomi Kelembagaan Paeiwi), Fery Kurniawan (Ahli Pengelolaan Sumberdaya Pesisir), dan Auzi Asparian (Ahli Rekayasa Perangkat Lunak dan Sistem Kominfo). (chu)