PANGKALPINANG, LASPELA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) telah melakukan pemetaan dengan 27 indikator potensi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang rawan pada Pemilihan 2024.
“Hal ini kita lakukan dengan tujuan untuk mengantisipasi gangguan/hambatan di TPS pada hari pemungutan suara,” kata Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Bangka Belitung, Sahirin saat
menggelar rapat penguatan kelembagaan publikasi indeks kerawanan pemilu 2024, di Kantor Bawaslu Babel, Rabu (20/11/2024).
Sahirin menyebutkan, dari 27 indikator tersebut terdapat 9 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 9 indikator yang banyak terjadi, dan 6 indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi,” ujarnya.
“Pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 8 variabel dan 27 indikator, diambil dari sedikitnya 374 (95 %) dari 393 kelurahan/desa di 7 Kabupaten/Kota yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10 sampai dengan 15 November 2024,” jelasnya.
Lanjut Sahirin, untuk variabel pengguna hak pilih mencakup TPS dengan pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat, pemilih pindahan (DPTb), potensi pemilih yang tidak terdaftar (Potensi DPK), penyelenggara pemilihan yang memilih di luar domisili, pemilih disabilitas, penggunaan sistem Noken yang tidak sesuai, serta riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Pada variabel keamanan, fokusnya adalah TPS yang memiliki riwayat kekerasan, intimidasi terhadap penyelenggara dan penolakan penyelenggaraan pemungutan suara,” sebutnya.
Selain itu, variabel politik uang berfokus pada TPS dengan riwayat pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan kampanye. Sedangkan variabel politisasi SARA mengamati TPS yang memiliki riwayat praktik menghina atau menghasut terkait isu agama, suku, ras, dan golongan. Variabel netralitas mencakup TPS dengan petugas KPPS yang berkampanye atau tindakan ASN, TNI/Polri, atau perangkat desa yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
“Untuk variabel logistik mencakup TPS dengan riwayat kerusakan logistik, kekurangan atau kelebihan logistik, serta keterlambatan distribusi logistik. Variabel lokasi TPS mengamati TPS yang sulit dijangkau, berada di wilayah rawan konflik atau bencana, serta TPS yang dekat dengan lembaga pendidikan, wilayah kerja, rumah pasangan calon, atau posko tim kampanye. Terakhir, variabel jaringan internet dan aliran listrik mencakup TPS yang memiliki kendala jaringan internet dan aliran listrik,” papar Sahirin.
Ditambahkan Sahirin, Bawaslu telah menetapkan strategi Pencegahan dan Pengawasan Pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, Pasangan Calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau Pemilihan, media dan seluruh masyarakat di seluruh tingkatan untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat Pemilihan yang demokratis.
“Terhadap data TPS rawan di atas, Bawaslu melakukan strategi pencegahan, di antaranya melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau Pemilihan, pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif, serta menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online,” tambah Sahirin.
Diakhir kesempatan, Sahirin merekomendasikan KPU untuk menginstruksikan kepada jajaran PPS dan KPPS melakukan antisipasi kerawanan sebagaimana yang telah disebutkan.
“Berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, aparat penegak
hukum, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet,” ungkapnya.
“Diharapkan KPU dapat melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat (jumlah, sasaran, kualitas, waktu), melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan
penggunaan hak pilih secara akurat,” tutupnya. (chu)