Ungkap Tuntas ‘Aktor’ di Balik Pengiriman Pasir Timah 8 Ton, BRiNTS : Jangan Selesai di Sopir Saja, Sederhana Sekali

Direktur BRiNTS, Tedy Marbinanda. (Foto : Dok/Laspela)

PANGKALPINANG, LASPELA — Penangkapan pengiriman pasir timah sebanyak 8 ton di Pelabuhan Sadai, Kabupaten Bangka Selatan oleh Ditkrimsus Polda Bangka Belitung (Babel) terus mendapat sorotan dari Babel Resources Institute (BRiNST), sebuah lembaga independen yang meneliti kebijakan dalam mengelola sumber daya alam (SDA).

Sebab, penangkapan ini setidaknya telah memberi bukti atas investigasi yang dilakukan BRiNST bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pangkalpinang awal Oktober 2024. Lewat rilis yang dikeluarkan BRiNTS, pengiriman pasir timah asal Pulau Belitung ini masif dilakukan. Bahkan truk yang diduga memuat pasir timah ini antre untuk mendapat giliran menyeberang ke Pulau Bangka melalui Pelabuhan Tanjung Ru, Belitung.

BRiNST sangat berharap pihak kepolisian dapat mengungkap tuntas perkara pengiriman pasir timah dari Belitung ke Bangka ini sampai ke ‘aktor’ di belakangnya. “Kami dari BRiNST berkeyakinan bahwa kepolisian mampu mengungkapkan. Seharusnya bisa, tidak terlalu sulit kok kami rasa,” ujar Direktur BRiNST, Tedy Marbinanda kepada Media Satya Laspela, Minggu (20/10/2024).

Menurut Tedy, berdasarkan informasi, bahwa satu orang sudah ditetapkan tersangka kepolisian, yakni sopir truk adalah langkah tepat untuk mendapatkan manifes pengirim pasir timah tersebut.

“Jangan selesai di sopir saja, itu terlalu sederhana. Karena barang ini lumayan (banyak), 8 ton. Kalau sopir, truk aja belum tentu punya dia. Pasti ada manifes-nya. Tapi kami hormati cara kerja kepolisian. Kita yakin Ditkrimsus Polda dapat mengungkap tuntas kasus ini,” sebut Tedy.

Lebih lanjut, Tedy membeberkan, lewat investigasi itu, pihaknya juga berhasil menyingkap tabir bahwa aktivitas pertambangan diduga ilegal masih terjadi, bahkan masif. Berikut timah yang dihasilkan dari pengusaha “meja goyang” sebutan bagi pengepul timah yang
memiliki keahlian untuk memisahkan bijih timah sesuai kadar Organic Carbon (OC) yang merupakan
metode pengukuran kadar timah.

“Dari tadinya ‘off’ pasca pengungkapan kasus tata niata pertimahan oleh Kejaksaan Agung, saat ini boleh dikatakan kapasitas produksi di Belitung ini sudah hampir mendekati normal seperti biasa. Dan modusnya kami melihat sangat berani. Nah, ini siapa yang menampung?” kata Tedy.

Dari hasil investigasi tersebut, timah-timah ini ditampung sang kolektor dan segera dikirim ke Bangka. Timah yang dikirim ke Bangka akan dikirimkan ke smelter timah. Ada tiga opsi yang dilakukan oleh para kolektor timah yang beroperasi di Belitung. Pertama mengirimnya melalui pelabuhan resmi, kedua mengirimnya ke ‘pelabuhan tikus’ cuma kapasitasnya terbatas. Dan ketiga menyimpannya di smelter timah yang dalam pengurusan persetujuan ET (Eksportir Terdaftar) yang ada di Pulau Belitung.

“Barang ini punya kolektor semua, karena berapa pun asal ada barang (timah) pasti ditampung. Kolektor ini juga kunci penghubung penambang rakyat dengan smelter. Dan sampai saat ini, kolektor ini tidak tersentuh. Sempat menghilang saat Kejagung turun, dan kini tampil lagi beraktivitas. Untuk kami sangat berharap kasus (pengiriman pasir timah) ini dapat terungkap jelas, tuntas,” tutupnya.(**/mja)