Polisi Amankan 8 Ton Pasir Timah dari Belitung, Ungkap Fakta BRiNST Terbukti?

Aktivitas truk di Pelabuhan Sadai. (Foto : Dok/Laspela)

PANGKALPINANG, LASPELA — Kepolisian Daerah Bangka Belitung (Polda Babel) melalui Ditreskrimsus, Rabu (16/10/2024) berhasil mengamankan 8 ton pasir timah yang diduga tidak memiliki izin, atau dokumen resmi.

Pasir timah diangkut menggunakan mobil truk ini diamankan di Pelabuhan Sadai, Kecamatan Tukak Sadai, Kabupaten Bangka Selatan merupakan kiriman dari Pulau Belitung untuk masuk ke Pulau Bangka.

Selain pasir timah, polisi diketahui juga mengamankan sopir truk berinisial ZA alias Rudi (42) warga asal Desa Lesung Batang Belitung, dan telah ditetapkan tersangka. “Sudah ada tersangka 1 orang yang mengangkut pasir timah,” kata Dirreskrimsus Polda Babel Kombes Pol Jojo Sutarjo, Kamis (17/10/2024).

Kombes Pol Jojo mengatakan, bahwa hingga saat ini pihaknya masih mendalami asal usul 8 ton bijih timah dari Belitung tersebut dan tujuannya. “Terus didalami, siapa pemiliknya, dan jumlah timah itu ada 8 ton. Yang pasti pemilik atau pelakunya akan kita proses,” tegasnya.

Terbukti, kabar diamankannya pengiriman pasir timah dari Belitung tujuan Bangka ini mengingatkan tentang hasil ungkap fakta investigasi yang dirilis oleh Babel Resources Institute (BRiNST) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pangkalpinang, terkait praktik timah ilegal di Belitung serta penyelundupan.

Direktur BRiNST, Teddy Marbinanda mengungkapkan dari investigasi yang dilakukan bahwa praktik penyelundupan timah dari Pulau Belitung seharusnya menjadi perhatian semua pihak.

“Jika dalam satu mobil yang melintas ada 10 ton, berapa kerugian daerah. Pendapatan daerah atau negara yang seharusnya diperoleh daerah melalui bagi hasil timah, tentu saja tak bisa dinikmati dari praktik-praktik penyelundupan ini,” kata Teddy Marbinanda.

Menurut Teddy Marbinanda, rata-rata produksi timah Belitung dikisaran 1.000 ton per bulan, sehingga adanya praktik penyelundupan di Pulau Belitung membuat daerah ini sangat dirugikan. “Jika di Jakarta orang sedang sibuk dengan sidang korupsi timah,ternyata tidak berpengaruh di Bangka Belitung. Praktik liar tambang timah masih merajalela,” kata dia.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, ada beberapa hal yang memicu terjadinya penyelundupan timah dari Belitung. Pertama karena aktivitas penambangan timah rakyat yang masih terjadi di Pulau Belitung.

Timah hasil tambang rakyat yang ditampung oleh kolektor timah yang dibeli dari pengusaha meja goyang yang ada di seantero Belitung. Pengusaha ‘meja goyang’ adalah pengepul timah yang memiliki keahlian untuk memisahkan bijih timah sesuai kadar Organic Carbon (OC) yang merupakan metode pengukuran kadar timah.

Pada periode Juni-September 2024, aktivitas transaksi timah ilegal di Pulau Belitung menggeliat seiring masuknya para kolektor timah dari Pulau Bangka. Kepentingan para kolektor timah asal Bangka adalah menyerap produksi timah dari Pulau Belitung untuk ditampung oleh pabrik peleburan timah yang ada di Bangka.

Pada periode Juni-September 2024, terjadi kenaikan harga timah di Pulau Belitung yang dari Rp125 ribu di bulan Juni, menjadi Rp170 ribu per kilogram timah dengan kadar OC 72. Pemicu kenaikan harga karena kolektor timah Belitung dengan kolektor timah Bangka berebut mendapatkan timah.

Pada investigasi yang dilakukan, tim dari AJI Pangkalpinang mendapatkan pengakuan dari Bt, seorang kolektor timah asal Bangka, yang berburu timah di Pulau Belitung. Sistem COD (Cash on Delivery) terjadi dalam transaksi ini, ‘ketika ada yang jual timah, kolektor langsung ke lokasi dan membeli dari pengepul kecil’.

Timah-timah ini ditampung dan segera dikirim ke Bangka. Timah yang dikirim ke Bangka akan dikirimkan ke smelter timah.

Dari hasil investigasi yang dilakukan tim BRiNST dan AJI Pangkalpinang, ada tiga opsi yang dilakukan oleh para kolektor timah yang beroperasi di Belitung. Pertama mengirimnya melalui pelabuhan resmi, kedua, mengirimnya ke ‘pelabuhan tikus’ dan ketiga menyimpannya di smelter timah yang dalam pengurusan persetujuan ET (Eksportir Terdaftar) yang ada di Pulau Belitung.

Pada temuan pertama, praktik penyelundupan timah terjadi melalui pelabuhan resmi. Pelabuhan Tanjung Ru terindikasi sebagai tempat keluar timah dari Belitung. Pada akhir September 2024, tim investigasi mendapati informasi jika antrean truk untuk mengirim timah ke Bangka cukup banyak, hingga lebih dari 20 truk.

“Kita mengantre, sekarang ini di depan kita ada 19 mobil, kita nomor 20,” kata Bt, seorang kolektor timah yang hendak mengirimkan timahnya ke Bangka ketika diwawancara tim AJI Pangkalpinang. Setelah beberapa hari mengantre, ia memastikan timah yang mereka bawa telah berada di Bangka dengan melalui pelabuhan resmi milik pemerintah, Pelabuhan Tanjung Ru terletak di Pegantungan, Badau, Kabupaten Belitung.(**/mja)