PANGKALPINANG, LASPELA – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Bambang Patijaya menjadi salah satu Narasumber pada seminar Aptikom yang digelar oleh Aptikom Bangka Belitung (Babel), di aula pertemuan Atma Luhur, Kamis (1/8/2024).
Seminar ini sendiri mengusung tema Optimalisasi Pemanfataan Teknologi Dalam Mengembangkan Potensi Masyarakat Untuk Percepatan Hilirisasi.
Mengusung tema ini, menjadi kesempatan bagi Bambang Patijaya untuk menjelaskan apa itu Hilirisasi yang harus diketahui oleh masyarakat dan para mahasiswa menjadi perpanjangan tangan baginya untuk menjelaskan apa Hilirisasi.
Dalam paparannya, Tokoh nasional yang akrab disapa BPJ ini menuturkan jika Hilirisasi merupakan sebuah istilah yang muncul sejak 10 tahun terkahir seiring dengan kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia.
Makna hilirisasi ini, dilihat dari periode pertama Jokowi menjabat, pertumbuhan ekonomi paling tinggi pada waktu itu hanya 5,6 persen.
“Jika Indonesia ingin melampaui negara berkembang pada penjumlahan kelas menengah ada bebrapa syarat,
Antara lain adalah ialah pertumbuhan ekonomi harus melampaui 7 persen, jadi Indonesia harus melampaui itu dan kedua ialah investasi dan industrialisasi,” katanya.
Sehingga pada periode kedua kepemimpinan Jokowi terkait dengan pemanfataan sumber daya alam, Indonesia ingin merubah cara berbisnis dengan dinamakam Hirilisasi.
Indonesia hanya mengeskpor sumber daya alam rawmaterial seperti nikel or atau paling minimal ialah feronikel atau produk-produk lainnya.
“Nah transformasi ekonomi ini berbasiskan barang rawmaterial dimana bahan mentah diekspor berbasiskan bahan pengolahan, baik itu pengolahan barang jadi atau barang jadi nah itu pointnya,” tuturnya.
Terkait dengan hilirisasi mineral-mineral ada beberapa syarat Indonesia menuju kepada negara industri yang mampu mengelolah mineral-mineral.
“Barang ini harus benar dulu sejak mulai dari sektor hulu baru kemudian dalam rangkaiannya sampai ke hilir, terkait bagaimana pengelolah mineral-mineral,” katanya.
Pada saat ini point pertama kesulitan Indonesia adalah tidak memiliki sumber data yang valid terkait sumber daya cadangannya.
“Hari ini ketika berbicara mineral pun misalkan timah, 15 tahun lalu PT Timah mengatakan cadangan Timah Indonesia tinggal 15 tahun dan hari ini kita sudah sampai, lalu dilihat dari data yang ada lalu dikatakan Timah yang ada di Indonesia tinggal 10 tahun lagi, hal ini karena cadangan terukur Timah Indonesia adalah 800 ribu ton,” ujarnya.
Begitu pula dengan Nikel, Kementerian SDM mengatakan jika cadangan Nikel Indonesia adalah 5 miliar ton, tetapi tiga bulan lalu Direktorat Minerba mengatakan cadangan Nikel 9 miliar.
“Artinya apa, kita bingung terkait dengan data ini tidak pernah valid, sehingga data-data yang beredar harus divalidkan dulu, karena ini terkait dengan kebijakan-kebijakan yang akan diambil nantinya,” katanya.
Lalu, ialah terkait teknologi yang akan digunakan didalam pemrosesan dan ini sangat penting, pertama karena Indonesia mempunyai banyak mineral-mineral yang sampai saat ini Indonesia belum mampu melakukan pemurnian.
“Mineral-mineral yang kita punya banyak sekali yang belum kita kuasai, teknologi didalam pengolahannya,” tuturnya.
Lalu selanjutnya bagaimana kebijakan-kebijakan dari Pemerintah didalam mengakselerasikan pengembangan industri untuk mineral-mineral tersebut dan ini menjadi PR Indonesia.
Selain itu, terkait berbicara dengan hilirisasi diera digital kemudian juga terkait perkembangan potensi masyarakat, yang jelas tidak bisa dipungkiri jika digitalisasi akan mengakselerasikan didalam hilirisasi itu sendiri.
“Karena berkembangnya revolusi industru yang tepat ini ada beberapa hal yang memang akan dibutuhkan didalam bagaimana perubahan hilirisasi, karena didalam hilirisasi terhadap produk-produk turunan mineral-mineral ini belum selesai dilakukan,” ujarnya.
Hilirisasi yang dimaksud ini adalah bagaimana keikutsertaan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.
“Menurut saya itu yang penting, karena satu tantangan pada digitalisasi adalah mengurangi keterlibatan manusia karena dalam perkembangan digitalisasi salah satunya adalah pengembangan AI. Sementara disatu sisi kita juga ingin meningkatan kesejahteraan masyarakat dengan hilirisasi itu kita ingin menciptakan sikular ekonomi,” tuturnya.
Sikular ekonomi sendiri ialah bagaimana sebuah rawmaterial itu dikembangkan dan yang ada baik sumber daya alam apakah itu mahluk hidup seperti ikan, udang dan lainnya maka keterlibatan masyarakat sangat penting.
“Sehingga jika itu dilaksanakan yang terjadi adalah angka pengangguran semakin tinggi, Sumber Day Manusia (SDM) tidak termanfaatkan dan juga menciptakan masalah-masalah sosial,” katanya.
Untuk itu BPJ menilai pertemuan ini sangat penting, dengan ini bagaimana saling share pemikiran-pemikiran sehingga masyarakat sadar bahwa pendidikan itu penting.
“Bagaimana meningkatkan keikitsertaan masyarakat didalam pengolaan SDM, didalam kita menuju Indonesia lebih maju, menciptakan industri-industri yang melibatkan dunia digital tapi masyarakatnya tidak terpinggirkan,” tuturnya. (dnd)