JAKARTA, LASPELA — Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Bambang Patijaya mendesak adanya relaksasi pertambangan di Bangka Belitung.
Apalagi menurutnya perekonomian di Bumi Serumpun Sebalai ini sedang anjlok atau terjun bebas imbas dari permasalahan komoditas timah yang dinilai sedang tidak baik-baik saja. Terlebih, timah menjadi penyumbang terbesar produk domestik bruto asal Babel.
“Saya mendesak, kita relaksasi saja kembali seperti tahun 2021. Karena pada tahun tersebut ekonomi Bangka Belitung melesat ketika ada relaksasi. Semua bekerja tapi tentunya tidak euforia yang berlebihan dan tetap terkendali,” katanya, saat RDP dengan Plt Dirjen minerba, Rabu (27/3/2024)
Dalam kesempatan itu, ada beberapa poin penting yang disampaikan terkait pertambangan. Mulai dari masyarakat dapat kembali bekerja, kemudian aturan yang ditegakkan, hingga jaminan reklamasi pasca tambang.
“Kita tidak bisa semata-mata mengatakan bahwa gara-gara proses penegakan hukum lalu kemudian semua stuck, tapi kami juga mendorong agar aspek legalitas untuk orang bekerja juga harus ada. Jadi kami mendorong agar percepatan untuk penerbitan RKB sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Kemudian, pihaknya juga mendorong adanya pengajuan perluasan IUP operasi PT Timah. Jika hal tersebut disetujui masyarakat langsung bisa bekerja, dan PT timah pun dapat membeli timah dengan tenang.
“Kalau memang itu ada pengajuan perluasan IUP silakan, bagi yang RKB swasta jika memang harus dikeluarkan, keluarkan saja semua sehingga ekonomi pulih kembali,” katanya.
Selain itu, BPJ sapaan akrabnya juga mendorong agar Izin Pertambangan Rakyat (IPR) segera dikeluarkan, hal demikian untuk mengakselerasikan ekonomi Babel.
“Kita berharap semua ini bisa teruraikan, dengan demikian kita bisa mengakselerasikan situasi ini. Kita hadir di sini semuanya untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
BPJ juga menyampaikan perlunya untuk melakukan inovasi perpajakan atau inovasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Ia mengatakan pada tahun 2002 lalu, konsepsi tentang bagaimana penerimaan negara itu ditingkatkan yakni dengan peningkatan royalti.
“Saya pikir kita juga perlu inovasi perpajakan atau inovasi PNBP, ini kan yang selalu dipungut di ujung (smelter) ketika pemilik melakukan ekspor saya selalu mengatakan kenapa di tengah ketika produknya masih pasir timah itu mengingkari ada yang namanya kolektor. Kalau di PT timah itu mitra kalau di swasta namanya kolektor memang ada pungut saja PNBP di situ, sehingga kita bisa memaksimalkan pendapatan negara,” bebernya.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Tri Winarno mengatakan, bahwa terkait dengan RKB hingga saat ini yang telah dilakukan persetujuan sebanyak 15 perusahaan, dengan kapasitas produksi 46.444.
“Kita lihat dari produksi tahun-tahun sebelumnya, jadi kalau kita lihat kapasitas produksi dunia itu untuk sekitar 290.000, untuk Indonesia itu sekitar 70-an ribu. Sekarang kita di Minerba itu sudah ada persetujuan 46.000 jadi sekitar 65 persen kapasitas produksi yang ada di tahun 2023,” ujarnya.
Terkait dengan wilayah pertambangan rakyat (WPR), ia mengatakan bahwa semua perizinan ditarik ke pusat. Termasuk dengan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) pun ditarik ke pusat, hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2020. Namun kemudian didelegasikan kewenangannya ke pemerintah provinsi.
“Jadi IPR ini betul pendelegasian kewenangan di Kementerian ESDM sampai kepada provinsi. Terkait dengan WPR itu asalnya adalah dari usulan bupati yang kemudian dikumpulkan oleh gubernur kemudian gubernur mengusulkan kepada menteri, kemudian menteri menetapkan wilayah pertambangannya yang salah satunya adalah WPR,” jelasnya.
Sementara kriteria-kriteria WPR tersebut sudah diberikan utamanya kepada yang mempunyai potensi dan sudah ada gangguan dari masyarakat agar segera ditetapkan sebagai WPR supaya dilakukan pengelolaan.
“Kalau WPR itu 3 bulan setelah izin itu harus sudah jalan. Jadi yang tanggung jawab siapa sebetulnya untuk eksplorasi dan lain sebagainya adalah pemerintah,” jelasnya.
Dikatakannya, minerba sendiri pada tahun 2022-2023 telah menyusun 270 dokumen pengelolaan WPR di seluruh Indonesia salah satunya adalah Bangka Belitung. Di Bangka Belitung sendiri tersebar di kabupaten Bangka Selatan 9, di kabupaten Bangka tengah 13 dan di Belitung timur 14.
“Kemudian terkait kenaikan royalti timah pada saat ini sedang dilakukan pembahasan revisi PP 26 tentang PNBP dan mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan naik,” jelasnya. (mah)