SUNGAILIAT, LASPELA — Pemilu 2024 kini sudah memasuki tahap perhitungan suara secara berjenjang mulai dari TPS, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Nasional hingga pengumuman.
Tahap berjenjang ini tentu perlu pengawalan dan pengawasan partisipatif agar perolehan suara di TPS tidak berubah pada jenjang berikutnya.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Institut Pahlawan 12, Bambang Ari Satria mengatakan, dengan adanya partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu maka diharapkan dapat menghasilkan Pemilu yang demokratis baik dari prosesnya maupun hasilnya.
“Bagaimana malpraktik dalam proses Pemilu dilakukan? Penyimpangan elektoral dalam fase penghitungan dan rekapitulasi suara bisa saja terjadi dan ini perlu mitigasi. Mafia suara yang terstruktur untuk merubah suara dan merubah hasil Pemilu perlu diawasi secara bersama-sama,” kata Bambang, Rabu (21/2/2024).,
Ia menambahkan, praktik malpraktik Pemilu berupa manipulasi suara hasil Pemilu masih dianggap seperti cerita yang sering terdengar, namun keberadaannya sulit untuk dilacak. Sementara itu, malpraktik Pemilu kebanyakan berfokus pada praktik jual beli suara atau vote buying.
Untuk itu, guna meminimalisir malpraktik Pemilu tersebut, pengawasan dengan menambah sumber daya manusia berbasis pengawasan partisipatif harus dilakukan. Penguatan ini akan memperkuat sistem pengawasan berjenjang.
“Berikutnya, kelembagaan dalam penegakan hukum Pemilu juga perlu dievaluasi. Pada aspek ini desain keadilan Pemilu harus secara responsif, efektif, dan efisien mampu melakukan penegakan hukum terhadap manipulasi suara di tahapan rekapitulasi,” bebernya
Selanjutnya, pendekatan electoral governance. Pemanfaatan teknologi Pemilu dalam bentuk electronic recapitulation dijadikan rujukan untuk meminimalisir campur tangan manusia terhadap upaya manipulasi perolehan suara melalui Pemilu.
Namun, pemanfaatan teknologi informasi jangan sampai menutup ruang dan akses bagi publik untuk ikut serta memantau dan mengawasi secara langsung proses rekapitulasi. Ruang partisipasi publik yang terbuka untuk ikut serta memantau dan mengawasi proses rekapitulasi suara sangat penting guna membangun legitimasi hasil Pemilu.
“Memang, teknologi Pemilu dalam politik elektoral menghadirkan perdebatan antara efisiensi dan kepercayaan publik sebagai konsekuensi dari proses digitalisasi pemilu. Pemanfaatan teknologi pemilu tidak serta-merta menghasilkan efisiensi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemilu dan KPU secara kelembagaan. Dalam pelaksanaannya, justru memperlihatkan kompleksitas permasalahan yang rumit,” tukasnya.(*/mah)